Leon menatap dengan wajah heran sekaligus terkejut pada balita yang kini tengah menduduki tubuh harimaunya tanpa kenal takut. Balita tersebut menepuk-nepuk ringan tubuh harimaunya dengan tangan kecilnya, yang sesekali dikulum balita itu ke dalam mulut. Mencampurkan tangannya dengan mulut berliur basah di sana.
“Mam ... mam ...!” celotehan balita itu. Mata bulatnya menatap lekat wajah harimau Leon yang ada di bawahnya. Dari tatapan mata, tingkah laku kecilnya dan jangan lupakan suara berisik yang berasal dari dalam perut kecil dari balita itu, mampu membuat Leon sadar bahwa balita kecil di atasnya itu tengah kelaparan.
Balita itu meminta makan kepadanya, dan Leon mendadak menyesal karena telah membawa dan tidak langsung memakan balita itu saja sebelum ini. Karena keboohannya itu akhirnya membuat Leon kesusahan karena harus memberi makhluk kecil itu makan pada jam-jam seperti ini, yang bahkan hujan deras di luar sana masih begitu derasnya.
Bagaimana bisa Leon yang merupakan salah satu seorang penguasa di hutan Terlarang harus tunduk dan menyuapi seorang bayi manusia yang bahkan bukan bayinya sendiri. Leon menghela napas lelah. Pria harimau itu lebih memilih memejamkan kedua matanya kembali, menjemput alam tidurnya. Dan hal itu benar-benar dilakukannya.
Growll! Suara cacing-cacing di perut balita itu kembali terdengar di telinga tajam harimau Leon. Dan pria harimau itu tetap tidak mempedulikannya.
“Ungh ... mam .. mam!” celoteh balita itu lagi yang diikuti dengan tepukan lebih keras pada tubuh Leon. Bahkan balita itu juga sesekali bergerak mendusel-duselkan wajahnya ke arah tubuh Leon untuk meminta atensi pria harimau itu.
Dan Leon hanya bersikap masa bodoh, tidak ingin memedulikan balita tersebut. Leon merasa malas untuk bergerak dan dirinya hanya ingin tidur. Perutnya yang sudah sangat penuh membuat Leon merasa kenyang dan mengantuk.
Lagi pula untuk apa dirinya harus pergi ke luar di bawah hujan badai seperti malam ini, hanya untuk mencari makanan balita yang bahkan sebentar lagi akan mati di tangannya. Leon merasa itu tidak perlu dilakukan. Lebih dirinya merasa simpati terhadap balita itu, lebih Leon merasa tidak berguna.
Melihat pria harimau itu tidak bergerak sedikit pun dari tempatnya, juga tidak memerhatikan dirinya, balita itu merasa kesal sekaligus sedih. Air matanya langsung merebak turun membasahi wajah.
“Hik hik huwaanngg!” suara kencangnya sontak membuat telinga harimau Leon bergerak kaget. Ketenangan dalam tidurnya kembali terganggu karena suara memekakkan telinga dari balita tersebut. Dan Leon merasa kesal sendiri akan balita itu.
“Ugh diam! Kenapa kau selalu mengganggu tidurku?!” sergah Leon yang lalu membuka kedua mata harimaunya, dan menatap tajam balita berisik itu.
“Hik hik mam ... mam!” celoteh balita itu yang kembali menatap Leon. Kali ini dengan wajah memelasnya sekaligus takut-takut karena bentakan pria harimau tersebut. Mendengar celotehan balita itu, Leon memutar kedua bola matanya merasa jengah dan kesal.
“Carilah makanan sendiri, dan jangan mengusikku lagi! Apa kau mengerti?!” bentak Leon. Pria harimau itu kembali merebahkan tubuh harimaunya dan tidak memedulikan balita itu lagi.
“Huwaangg! Uh ... mam ... mam hik!” tangis balita itu sekali lagi. Untuk beberapa saat hanya terdengar suara tangis balita itu yang memenuhi goa tempat tinggal Leon saat ini. Hingga balita itu akhirnya merasa lelah sendiri menangis, dan melihat pria harimau itu tidak memedulikannnya sama sekali, balita tersebut perlahan demi perlahan menghentikan tangisnya.
Wajah menggemaskannya mengerut cemberut lucu menatap Leon yang sudah memejamkan kedua mata harimaunya rapat-rapat. Kini atensi balita tersebut mengarah pada area sekitar goa. Mata bulat nan jernihnya menatap dengan lekat ruangan kecil nan sempit yang tengah ditempatinya saat ini.
Pencahayaan yang berasal dari obor api di tiap sisi dinding goa, lalu kegelapan panjang yang menyelimuti satu-satunya jalan keluar dari goa tersebut. Balita itu memerhatikan dengan lekat lorong gelap di depan matanya itu.
Sekali lagi, dirinya merasa penasaran. Alhasil balita tersebut mulai merangkak turun dari tubuh harimau Leon, dan bergerak secara perlahan mengikuti lorong panjang itu akan membawanya.
Balita tersebut sesekali akan menoleh ke belakang di mana Leon masih dengan nyaman dan tenang merebahkan diri di atas sofa. Balita tersebut menoleh ke belakang hanya untuk melihat dan memastikan bahwa keberadaan Leon dan satu-satunya penerangan dalam gua di sana semakin terlihat mengecil dan menjauh di matanya.
Makhluk kecil itu semakin merasa antusias. Lebih dirinya melangkah ke depan, lebih membuat ukuran tubuh besar Leon dan satu-satunya penerangan di sana semakin mengecil. Dan itu membuat balita tersebut merasa antusias. Balita itu semakin merangkak lebih jauh lagi ke depan, menelusuri kegelapan goa panjang di sana.
Lama-lama dirinya tidak menyadari bahwa keberadaan Leon dan satu-satunya penerangan di sana sudah tidak terlihat lagi dari jarak pandangnya. Balita itu mulai fokus menoleh ke depan. Tidak ada yang bisa dilihatnya selain kegelapan goa.
Tubuh telanjangnya hanya fokus merasakan tiap jengkal jalan yang dilaluinya lewat indera perasa dari kulit telanjangnya. Hingga kemudian dirinya medengar suara samar-samar di sekitar goa tersebut.
Shhh shhh! Suara desisan lirih di sekitarnya, sontak membuat balita tersebut menghentikan langkah.
"Uh?" gumam balita itu dengan wajah bingung. Balita tersebut kembali duduk di tempat dan menoleh ke sana ke mari di mana sepanjang mata bulatnya melihat, hanya terdapat kegelapan yang ada di depan matanya. mulut kecilnya terbuka, melongo dengan wajah heran mencari asal suara tersebut yang tidak tahu ke mana arahnya.
Shh! Shhh! desisan itu kembali terdengar di telinga kecilnya. Balita kecil itu menoleh ke arah asal suara tersebut, dan kembali merangkak ke depan, mendekati suara tersebut. Balita lucu itu tidak menyadari bahwa bahaya lain sudah ada di depan matanya, di mana seekor ular beracun tengah mendekati dirinya juga secara perlahan. Berbeda dengan penglihatan balita itu yang tertutup jelas oleh kegelapan goa, ular beracun yang datang mendekatinya juga tidak bisa melihat dengan jelas area sekitar goa yang gelap, namun ular tersebut bisa merasakan dengan jelas suhu panas dari tubuh balita tersebut yang bisa menuntunnya untuk lebih mendekati balita itu. Jarak mereka yang semakin dekat membuat ular tersebut bersiap menegakkan setengah tubuhnya dan menanti kedatangan balita itu yang mendekat ke arahnya. Semakin dekat, semakin dekat dan semakin dekat, ular tersebut sudah menunjukkan taring beracunnya, dan detik kemudian, ular tersebut bergerak maju mematukkan taringnya pada balita tersebut.
tepat sebelum kemudian kaki depan Leon menekan tubuh ular tersebut ke bawah dengan kuat. Ular tersebut langsung meronta dan membelitkan tubuhnya di sekitar kaki depan Leon yang masih menahan bagian tubuh atasnya. menghalau serangannya pada balita tersebut. Sementara balita itu masih merangkak maju ke depan tidak menyadari bahaya yang baru saja mendekatinya. Leon hanya menatap balita itu dalam diam, lalu melirik ke arah ular yang tengah ditekannya kuat tersebut ke tanah.
"Jangan meracuni cadangan makananku dengan seenaknya! Kau hanya akan membuat rasanya tidak selezat sekarang! Cih!" gerutu Leon yng diakhiri dengan decihan kesalnya. Lagi-lagi dirinya tidak bisa membiarkan balita itu sendirian.