14.

1235 Kata
Leon memerhatikan dalam diam balita tersebut yang memulai membuka mulut kecilnya lebar-lebar, sebelum kemudian mengulum buah pisang dalam genggamannya. Melihat balita tersebut masih saja menjilat dan mengulum pisang yang masih berkulit tanpa berniat mengupasnya sama sekali itu, membuat Leon menghela napas lelah untuk ke sekian kali.   Haruskah dirinya menyuapi juga balita itu?   Pada akhirnya pria harimau itu hanya melangkah dengan malas menuju sofa kesayangannya dan merebahkan diri dengan nyaman di sana. Ekor panjangnya bergerak meraih buah pisang dalam genggaman balita tersebut, dan lalu membantu membuka kulitnya dengan cakar tajamnya.   Leon meletakkan isi buah pisang itu ke atas pangkuan balita tersebut. Dan setelahnya, balita itu mulai memamah dan mengunyah buah pisang yang berstektur lembut tersebut. Leon hanya merebahkan dirinya dalam diam, sembari memerhatikan bagaimana lahapnya balita itu memakan buah-buahan yang telah susah payah dicarinya dalam derasnya hujan badai malam ini.   Entah kenapa ada rasa kelegaan dalan diri Leon melihat balita tersebut menyukai apa yang dibawanya.   “Benar. Makanlah yang banyak. Buat dirimu makin berisi sampai tiba saatnya kau masuk dalam perutku nanti,” gumam Leon kemudian.   Balita tersebut merangkak menghampiri Leon yang sudah menyamankan diri hendak menyusul alam mimpi di atas sofa, setelah beberapa buah-buahan sudah dihabiskannya. Dengan nyaman balita tersebut ikut merebahkan diri di sebelah Leon, lalu memeluk tubuh besar harimau tersebut.    Jiwa manusia Leon mengernyitkan kedua alisnya merasa terganggu dengan kedekatan posisi tubuh mereka. Terlebih balita itu memeluknya dari arah depan. Alhasil Leon mendorong tubuh kecil itu menjauh dari tubuhnya dengan tapak kaki depannya.   Namun bukannya menjauh, balita tersebut kembali datang menghampiri dirinya dan berbaring di sana seperti sebelumnya. Leon yang merasa sudah lelah, dengan terpaksa hanya membiarkan balita tersebut meringkuk dengan nyaman pada tubuhnya.   Nampaknya balita tersebut juga tengah mencari kehangatan dari tubuh Leon. Karena Leon sendiri juga bisa menyadari bahwa tubuh balita itu sudah menggigil kedinginan dengan tubuh telanjangnya itu.   Siang hari Leon membuka kedua mata harimaunya. Pria harimau itu hanya berdiam diri dalam posisi rebahannya di atas sofa untuk sejenak. Leon tengah mengumpulkan nyawanya yang sebagian masih berkelana entah ke mana.   Semakin lama pria harimau itu mulai mengingat kembali apa yang terjadi kemaren. Mengingat balita yang dibawanya itu, Leon langsung menoleh ke sampingnya, di mana posisi balita tersebut berada semalam. Tempat itu kosong.   Leon langsung membuka kedua matanya lebar-lebar. Kesadarannya sudah terjaga sepenuhnya setelah matanya tidak menangkap kehadiran balita itu. Leon langsung membangkitkan tubuh harimaunya yang besar dan menoleh ke sekitar. Mata tajamnya langsung menangkap makhluk kecil itu ternyata masih terbaring di bawah, tempat yang tidak jauh dari kaki Leon. Melihat keberadaan balita itu di sana membuat Leon merasa heran sendiri. Bagaimana bisa balita itu pindah ke sana dalam tidurnya? Leon bergerak mendekati balita tersebut yang masih tertidur telentang saat ini. Balita itu begitu tenang di mata Leon.   Hingga Leon sampai di dekatnya, barulah pria harimau itu melihat suatu keanehan dari balita tersebut. Wajahnya begitu pucat dan tubuhnya sedikit menggigil. Leon mencoba menyentuh tubuh balita itu dan hendak membangunkannya. Namun dari sentuhan pertama saja Leon bisa merasakan betapa dinginnya tubuh telanjang makhluk kecil itu. Bahkan tubuh mungil itu terasa kaku. Dari situ, Leon tahu bahwa kondisi balita tersebut tidak dalam keadaan baik. "Hei, Bocah! Bangun! Apa yang terjadi padamu?!" tanya Leon pada balita tersebut. Tanpa sadar Leon merasa panik dan cemas. Digerak-gerakkannya tubuh balita itu sekali lagi. Namun tidak ada reaksi apa pun dari balita tersebut.   Leon meletakkan tapak kaki depannya yang besar tepat di depan d**a balita itu. Dirinya mencoba merasakan detak jantung balita tersebut. Secara samar-samar, Leon bisa merasakan betapa lemahnya detak jantung makhluk kecil di depannya itu.   Balita itu sekarat dan Leon tahu itu. Leon semakin panik. Pikirannya langsung berputar mencari ide apa yang akan dilakukannya. Dan hanya satu cara yang bisa dipikirkannya. Dengan sigap Leon mengangkat tubuh dingin nan kaku tersebut dengan ekor panjangnya secara hatihati, dan segera membawanya pergi meninggalkan goa tersebut.   Leon melangkah begitu cepat mencari portal dimensi terdekat agar lebih cepat dirinya sampai pada sisi bagian hutan Terlarang lainnya. Ekor panjangnya berusaha tetap menjaga tubuh balita tersebut tetap aman dan hangat dalam belitan. Tidak lama kemudian Leon bisa melihat dua batu besar yang berdiri seperti sebuah tugu saling bersisihan. Dengan mata tajamnya yang semakin menyipit, Leon menyadari bahwa kedua batu itu merupakan pintu portal yang dicarinya untuk menuju bagian hutan Terlarang yang lain.   Leon mempercepat laju larinya dan tanpa ragu langsung melewati jalan di antara batu tersebut. Seketika tubuh harimau itu menghilang setelah melewati garis lurus seakan Leon tengah masuk ke dalam suatu pintu, di antara kedua batu itu. Tubuh Leon tiba-tiba muncul di dekat sungai dengan pohon besar di belakangnya.mata tajam Leon langsung memandang awas ke sekitar yang beruntungnya nampak sepi pengunjung hutan Terlarang. Leon kembali melanjutkan perjalanannya dengan cepat menuju sebuah mansion besar yang biasa menjadi markas tempat dirinya berkumpul dengan teman-teman iblisnya selama ini. Sesekali Leon akan menoleh ke belakang untuk memeriksa keadaan balita yang dibawanya itu. Masih tidak ada tanda-tanda balita itu bangun dari tidurnya. Leon mendecih kesal dalam hati. Debaran jantung dalam dadanya yang berdetak begitu cepat, tidak membantu Leon menenangkan diri saat ini. Ini merupakan kali pertama bagi Leon menaruh perhatian lebih pada seorang manusia, yang sudah lama menjadi santapan istimewanya selama ratusan tahun belakangan, sejak peristiwa di masa lalunya terjadi. Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Leon sampai di depan mansion yang berdiri dengan begitu megah di tengah-tengah hutan Terlarang. dari jauh Leon bisa merasakan ada beberapa iblis yang ada di dalamnya lewat ke lima panca indera Leon yang tajam, sekaligus insting hewannya sebagai penguasa buas hutan Terlarang. Tanpa menghentikan langkahnya Leon menuju lurus ke arah pintu utama, dan langsung membuka tersebut dengan lebar-lebar. Hal pertama yang dilihatnya adalah Phobos, teman Incubusnya yang m***m. Pria m***m itu tengah berdiri tenang di tengah-tengah ruangan dengan segelas wine dalam genggaman tangannya. Phobos tersenyum lebar melihat kehadiran Leon di sana. Melihat keberadaan pria tampan itu, Leon melangkah mendekat. Nampaknya Phobos yang berdiri di sana telah menyadari kedatangannya siang ini dan bermaksud hendak menyapanya. selama perjalanannya yang mendekati Phobos, Leon dengan mata tajamnya menelusuri area sekitar mansion tersebut untuk melihat keadaan di dalamnya. insting tajamnya mengatakan hanya ada 3 iblis di dalam mansion yang luas itu. "Hai Leon. Kau sudah datang ternyata. Apa kau sudah lapar?" sapa Phobos dengan senyuman ramahnya. "Di mana Riyu?" tanya Leon balik dengan to the point. Phobos mengangkat kedua alisnya merasa heran dengan jawaban dari pertanyaannya tadi. "Kau tahu dia ada di kamarnya bukan? Dan ... siapa daging kecil ini? Apa itu hadiah untuk kami hm?" Mata Phobos mengarah pada balita yang tengah dibawa Leon dalam belitan ekor harimaunya. "Yah kau tahu aku tidak begitu tertarik dengan seorang balita kecil. Tidak ada banyak makanan yang bisa aku ambil dari makhluk kecil itu. Tapi aku cukup berterima kasih dengan kebaikanmu ini Leon," celoteh Phobos dengan santai sembari mulai mendekati balita tersebut. Mendengar ucapan phobos itu membuat Leon melempar tatapan tajam ke arahnya. "Dalam mimpimu, Phobos. Jangan pernah kau sentuh cadangan makananku ini dengan tangan kotormu! Cari makananmu sendiri. Bukankah mereka tersedia banyak dalam mansion ini huh?!" "Khekhekhe aku hanya mencoba bersikap sopan untuk seorang teman yang kukira ingin menunjukkan sisi lain darinya Leon. Dan ya, kau benar. Dibanding seorang balita, tentu aku lebih berminat dengan para pelayan di mansion ini," balas Phobos yang lalu menggendikkan kedua bahunya merasa tidak perduli. Pria iblis itu kembali meneguk isi gelas kacanya dengan santai. "Aku pergi." Leon tidak menghiraukan Phobos lagi. Pria harimau itu langsung melangkah menaiki tangga menuju ke atas di mana kamar seorang pria bernama Riyu yang dicarinya berada.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN