01-BLOOD

1563 Kata
Story baru. Semoga suka Dan terima kasih udah mau mampir dan masih setia sama cerita-cerita saya Happy Reading Nay tak tahu berapa banyak lagi buku yang harus ia baca untuk menyelesaikan tugasnya itu. Bahkan layar laptop di hadapannya mungkin sudah lelah menampilkan halaman browser yang itu itu saja dari tadi. Gadis itu bingung. Setelah membaca satu halaman sebuah blog ke blog lainnya lalu berakhir di blog yang sama. Seperti itu terus hingga membuat kepalanya berdenyut nyeri hampir pecah. Nay menggerutu sebal karena menurutnya tidak ada seorang blogger pun yang menulis secara lengkap tentang tema tugasnya kali ini. Ah Nay rasa ini bukan tugas tepatnya, tapi hukuman. Ia masih ingat betapa menyebalkannya dosen berkumis ikan lele itu memberinya tugas semenyiksa ini. Nay yakin dia memberi tema sesulit ini karena tadi pagi Nay hampir telat masuk kelasnya. Tolong garis bawahi kata 'hampir' tadi. Memang hanya hampir telat. Si kumis lele itu masuk ke dalam kelas 15 menit sebelum kelas dimulai dan Nay bahkan hanya selisih setengah menit dengannya -30 detik- dan ia dikatakan terlambat. Sialan memang. Yang lebih sial lagi absennya kosong di kelasnya dan Nay diberi tugas membuat makalah dengan topik lobus frontalis. Nay adalah mahasiswa Hubungan Internasional, bukan mahasiswa Kedokteran. Mana mengerti dia dengan hal seperti itu. Mata kuliah wajibnya saja sering ia abaikan. “Ugh perih!” keluhnya sembari mengusap matanya karena terlalu lama menatap layar laptop dan buku kedokteran. Sedikit berlebihan memang, tapi gadis itu memang sudah sangat lelah. Bahkan Nay baru sadar kampus sudah semakin sepi. Hanya terdengar beberapa suara mahasiswa yang ikut ekatrakulikuler di halaman kampus. Dan di perpustakaan sekarang hanya ada 3 orang. Nay, penjaga perpustakaan dan seorang dosen IT yang tampak serius mengoperasikan laptopnya. “Terserahlah, akan kukerjakan nanti saja di rumah. Jika sempat. Kalau tidak sempat ya aku besok akan mencari alasan pada si Kumis Lele. Akan kupikirkan nanti.” Nay menyerah. Ia memberesi beberapa buku kedokteran yang ia ambil tadi ke rak buku tempatnya semula. Memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dan segera meningggalkan perpustakaan. Sepertinya akan turun hujan, Nay harus cepat sampai halte bus jika tidak ingin basah kuyup. Nay tidak membawa payung hari ini karena kesiangan. Dia lupa kelas pertama hari ini adalah si Kumis Lele. "Nay!" Suara yang tak asing bagi Nay menyerukan namanya saat ia melewati sebuah persimpangan koridor. Nay melangkah mundur untuk melihat orang yang memanggilnya tadi. Seseorang yang tak asing lagi. Delon, kekasihnya. Delon menghampiri Nay dengan setengah berlari meningggalkan ketiga temannya di depan ruang latihan band kampus. "Kenapa belum pulang, Nay?" tanyanya setelah sampai di hadapan Nay. "Aku mengerjakan tugas di perpustakaan sampai tidak sadar sudah sore," jawab Nay dengan senyum manisnya lalu melihat ke belakang Delon. "Sedang latihan?" tanya Nay balik. Delon mengangguk. "Sebentar lagi sepertinya akan turun hujan. Kuantar pulang," tawar Delon. Tapi terdengar seperti bukan penawaran. Dia memang seperti itu. Nay menggeleng. "Kamu masih harus latihan. Aku bisa pulang sendiri," tolak Nay kemudian melempar senyum lagi karena perhatian kekasihnya ini. "Aku bisa kembali lagi setelah mengantarmu, Sayang. Lagi pula kita sedang istirahat sebentar. Ayo." Delon sudah menggandeng tangannya untuk pergi tapi Nay menahannya. "Kasihan temanmu menunggu. Aku akan segera memberi kabar setelah sampai di rumah.” Nay meyakinkannya. Nay juga tak enak jika harus membuat teman-teman Delon menunggu. Delon tampak ragu melepaskan tangan Nay. "Hati-hati ya," lepasnya akhirnya. Nay mengangguk. "Kamu juga nanti pulangnya hati-hati. Dahhh..." Nay melambai padanya dan mulai menjauh. Delon membalas lambaian tangan Nay dan tetap tersenyum. Setelah agak jauh, Nay berlari kecil karena takut hujan akan turun sebelum ia naik bus. Nay kembali melihat ke belakang sebentar sebelum berbelok. Delon masih saja menatap ke arahnya. Nay tersenyum kecil dalam setiap langkahnya. “Wahh benar-benar turun hujan.” Nay berlari hingga ke gerbang kampus. Beruntung bus dari halte sebelum kampus sedang melaju. Nay menghentikannya dan segera naik. Hanya sedikit basah. Untunglah. Bus tampak ramai. Hampir tak ada kursi kosong tapi Nay mendapat satu kursi kosong di bagian depan dekat pintu masuk. Nay rasa yang duduk di sini tadi baru saja turun di halte sebelumnya. Perjalanan dari kampus ke tempat tinggalnya memakan waktu 20 menit dengan bus. Cukup lama. Tapi tak cukup jika ia tidur dulu. Bisa-bisa Nay malah melewati rumahnya nanti. Melewati beberapa halte membuat bus semakin sesak di sore hari. Kebanyakan mereka adalah karyawan yang akan pulang setelah seharian bekerja. Nay mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Delon bahwa ia sudah sampai di rumah. Tak sengaja mata gadis itu melihat celana seorang laki-laki yang baru masuk basah. Di celananya terdapat... darah. Benarkah itu darah?? Tanya Nay dalam hati. Matanya melebar saat yakin jika itu darah. Laki-laki itu mengenakan celana jeans hitam jadi Nay tak begitu yakin tadi. Bagian paha bawahnya sangat basah. Jika air hujan, bagian lainnya tidak begitu basah. Darahnya banyak sekali. Nay mendongak untuk menatapnya tapi laki-laki itu segera berbalik memunggunginya. Nay segera berdiri. "Kaki Anda terluka? Duduklah. Aku turun di halte depan," ucap Nay mempersilakan. Meski ia sering mengabaikan mata kuliahnya, ia tetap memiliki peri kemanusiaan. Lagi pula ia termasuk mahasiswa yang pintar di kelasnya walau tidak rajin. Nay menggeser berdirinya sampai di dekat pintu. Saat ia menoleh ke belakang, laki-laki tadi kembali memunggunginya dan berdiri lebih ke belakang hingga tempat duduk Nay tadi ditempati orang lain. Aneh sekali. Saat bus berhenti, Nay segera turun dan membayar. Ponselnya bergetar, pasti balasan dari Delon. Nay berlari menuju rumahnya yang beruntungnya tak terlalu jauh dari jalan. Nay membuka pintu rumah sembari melihat balasan dari Delon. Apa kamu kehujanan? Tadi hujan segera turun saat kamu baru pergi Tidak begitu basah. Hanya terkena hujan dari jalan ke pintu rumah. Jangan khawatir Balas Nay. Aku akan ke rumahmu nanti. Segera istirahat sayang Nay tersenyum mendapat perhatian dari kekasihnya itu. Nay sudah tak membalasnya karena ia harus segera ganti baju dan menghangatkan diri. Nay tinggal sendiri di rumah sederhana ini. Kedua orang tuanya sama-sama sibuk bekerja hingga mereka merasa tak cocok lagi dan bercerai 8 tahun lalu. Saat itu Nay masih berusia 14 tahun. Mereka bercerai secara baik-baik. Ya karena memang sudah tak cocok jadi mereka berpisah. Begitu kata mereka pada Nay yang masih kecil dulu. Nay adalah anak tunggal, jadi keduanya ingin Nay ikut salah satu dari mereka. Ia bingung. Akhirnya Nay memilih ibunya yang ia rasa lebih punya waktu daripada ayahnya. Tapi setelah 3 tahun tinggal bersama ibunya, Nay sadar mereka memang sama-sama sibuk dan gila kerja. Nay meminta ibu dan ayahnya membelikan Nay sebuah rumah sederhana untuk ia tinggali sendiri. Percuma Nay tinggal dengan ibu atau ayahnya karena Nay hanya akan merasa sendirian di rumah mereka. Hanya ada banyak pelayan yang ke sana kemari. Rumahnya ini dibeli dengan uang keduanya karena Nay bilang 'aku akan menganggap rumah ini adalah kalian berdua yang akan terus melindungiku'. Nay sama sekali tak menyalahkan mereka karena setiap orang pasti punya sesuatu yang sangat disukainya. Dan kebetulan kedua orang tuanya sama-sama menyukai bisnis. Ayahnya adalah seorang CEO di perusahaan warisan orang tuanya dan Ibunya adalah seorang manager di perusahaan musik sekaligus penulis lagu. Jangan membayangkan betapa sibuknya mereka. Mereka sangat sibuk. Dan Nay memilih tinggal sendiri sekarang. Hahhh aroma teh dengan madu yang baru saja Nay buat ini terasa membuatnya lebih hangat walau ia belum meminumnya. Nay duduk di sofa dan menyalakan televisi. Menikmati teh sembari menonton TV sangat menyamankan tubuh setelah kehujanan dan berpikir keras oleh tugas seperti tadi. Nay memilih acara musik. Hanya dengan melihat artis di manajemen ibunya membawakan lagu ciptaan ibunya, Nay sudah merasa sangat dekat dengan wanita yang telah melahirkannya itu. Nay tahu orang tuanya sudah sangat pusing dengan pekerjaan mereka jadi Nay tidak ingin menambah beban mereka dengan merengek minta lebih diperhatikan. Dengan mereka yang selalu mengirimi uang juga persediaan makanannya agar ia tetap hidup layak itu Nay rasa lebih dari cukup. Terakhir ia bertemu dengan ibunya sudah 2 bulan lalu dan ayahnya... Sudah hampir setengah tahun dia tidak bertemu dengan ayahnya walau mereka tinggal di satu kota. Komunikasi mereka tetap berjalan dengan baik selama ini. Ibunya pernah mengatakan 'Setiap hari, kirimi mama kabarmu. Walau mama tak membalas pesanmu nanti, tapi mama pasti membacanya dan bahagia jika kamu tetap baik-baik saja, Nay'. Mereka sangat menyayangi Nay sebenarnya. Dan Nay sangat tahu hal itu. Rasa lelah ini membawa gadis itu terbaring di sofa dengan teh yang hampir habis. Ia mengantuk sekarang. *** Nay merasa sangat nyaman dan hangat dalam tidurnya. Ia perlahan membuka matanya saat merasa istirahatnya cukup. Gadis itu tersenyum melihat Delon memangku kepalanya dan masih menatap televisi. Delon sepertinya belum sadar jika Nay sudah bangun. Bukan hanya tangan Delon di puncak kepalanya dan pangkuan pemuda itu yang membuat Nay nyaman, tapi selimut tebal yang membungkus tubuhnya juga memberi kehangatan pada Nay. Nay yakin Delon yang menyelimutinya. "Delon," Nay bergumam pelan hingga Delon menunduk untuk menatapnya. Pria itu tersenyum begitu menawan pada sang kekasih. "Sudah bangun rupanya. Bagaimana tidurmu?" Delon mengusap kepala Nay dengan lembut. "Nyaman. Karena ada kamu." Delon tertawa kecil dan menunduk untuk mengecup kening Nay "Pindah ke kamar sana. Aku mau pulang" "Buru-buru." Nay mengerucutkan bibirnya. "Aku sudah 2 jam di sini, Sayang. Sudah malam. Sana ke kamar. Atau mau digendong?” Nay bangkit dari pangkuan Delon dan merapikan rambutnya. Delon membantu merapikan rambut Nay. "Tetap cantik pacarnya Delon," godanya. Nay terkekeh dan memukul bahu Delon. "Gombal. Sana pulang." Nay beranjak menuju kamarnya. Delon tetap tersenyum menatap punggung Nay hingga benar-benar hilang di balik pintu baru Delon ikut beranjak dari sofa dan mematikan televisi. Delon keluar dari rumah Nay dengan senyum bahagianya. Bagaimana chapter pertamanya? Semoga suka ya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN