Entah dorongan apa yang membuat Mathew mau membantu gadis bernama Anin. Kenal dekat tidak, Mathew hanya mengenal nama Anin dari cerita sang Mama yang meminta restu ingin menikah lagi dengan Papa Anin.
Mathew memesan ojek online untuk sampai ke Klub yang dishare lokasinya oleh Sarah. Niat Mathew memacari Anin hanya ingin membatalkan pernikahan Mama dan Papa Anin. Tapi, sekarang Methew malah merasa memiliki rasa yang besar untuk menjaga Anin. Perasaan yang aneh dan sulit ditebak.
Sesampai di Klub malam, mathew langsung menemui Sarah dan ingin membawa Anin pulang secepatnya.
"Dimana Anin?" tanya Mathew dengan suara dingin.
"Itu Kak," jawab Sarah yang sedang memesan minuman menunjuk ke arah tempat duduk Anin.
Anin duduk disalah satu sofa melingkar dan disana sangat ramai teman -teman Anin yang sedang berpesta. Mathew langsung berjalan menuju sofa melingkar itu yang diikuti Sarah dibelkangnya.
"Permisi, Saya mau bawa Anin pulang," ucap Mathew datar ke arah semua orang yang duudk bersama dengan Anin.
Saat itu. Anin sedang berada dalam pelukan slaah satu lelaki yang tidak dikenal oleh Mathew. Kemungkinann bukan anak dari Kampus.
Lelaki itu menatap tajam ke arah Mathew sambil memeluk erat Anin tanpa mau melepaskannya. Jaket Anin sudah terlepas dari tubuh Anin. Anin hanya terlihat memakai kemben hitam dan rok rempel super pendek.
"Kamu siapa? Beraninya merusak acara pesta kita. Gadis ini, sudah dipertaruhkan. Karena dia mabuk, dia kalah dan dia harus ..."
BUGH!
Mathew memukul lelaki itu dengan spontan tepat dibagian pipinya. Untung saja tida dibagian hidungnya, biar sekalian tulanghidunya bengkok.
Mathew langsung mengambil Anin dari pelukan lelaki itu.
"Dia pacar gue! Lo semua bakal berurusan sama gue, kalau sampai nyentuh dia! Lo paham!" ucap Mathew dengan sengit.
Tubuh Mathew tidak besar, tapi kekuatannya tidak perlu diragukan lagi.
"Sarah bantu bawa barang Anin. Kita ke mobil Anin sekarang!" titah Mathew yang langusng membopong Anin menuju keluar Klub itu.
Anin sudah tak sadarkan diri. Gadis itu benar -benar sudah mabuk. Ia hanya menatap Mathew lalu meracau tak jelas dan akhirnya mmeilih menyanyi sendiri.
Sarah sudah membuka mobil Anin, Anin pun didudukkan pada jok depan samping supir dengan posisi jok yang direbahkan sedikit agar Anin semakin nyaman.
Pintu mobil sudah ditutup dan Mathew mengambil tas dan jaket milik Anin.
"Ini punya Anin?" tanya Mathew memastikan.
"Iya Kak. Tapi, Anin belum bayar minuman di dalam tadi," ucap Sarah bingng.
Mathew meogoh dompetnya dan membuka dompet itu lalu mengeluarkan sebuah kartu kredit yang diberikan pada Sarah.
"Pakai ini. Besok kamu kembalikan ke saya saat ketemu di Kampus. Saya bawa Anin dulu," jelas Mathew lagi.
"Eum ... Terima kasih Kak," jawab Sara agak ragu saat menerima kartu itu.
"Iya. Sama -sama," jawab Mathew singkat lalu menuju mobil Anin dan mengendarai mobil itu menuju rumah Anin.
Mathew cukup tahu soal Anin. Mathew memang mencari tahu semua hal tentang calon Papa tirinya itu.
Baru juga smapai disana, Mathew melihat mobil sang Mama juga ada disana. Padahal ini sudah larut malam.
"s**t!" teriak Mathew begitu kesal sambil memukul bundara setir itu dan kembali menginjak pedal gas dan melajukan mobil itu dengan kencang menuju apartemennya.
Jujur, Mathew merasa cemburu dan tersaingi. Kasih sayang Tesa seperti terbagi akhir -akhir ini dn mulai melupakan Mathew.
Padahal dulu, Sang Mama selalu menceritakan kebaikan Papa kandungnya dan sangat memuji dan bahkan berjanji tidak akan menikah lagi sebagai bukti cintanya yang besar.
Mathew sekarang merasa telah kehilangan sosok ibunya. Hidupnya sedikit berantakan dan mulai sering sibuk bersama genk -nya. Padahal dulu, Amthew termasuk anak yang sangat alim dan kutu buku.
Mobil Anin sudah masuk ke dalam garasi apartemennya. Mathew melirik ke arah Anin yang terlihat pulas.
Mathew bergegas keluar dan kembali menggendong Anin menuju kamarnya memlaui lift. Maehw sudah berada di Apartemennya dan merebahkan Anin di Kamar tidurnya.
"Mau kemana, Kak?" ucap Anin membuka kedua matanya dan menarik tangan Mathew agar tetap menemaninya di Kamar.
"Kamu udah sadar? Kalau gitu sana pulang," titah Mathew tegas.
Anin mengerutkan keningnya dan kembali memejamkan kedua matanya sambil memegang erat tangan Mathew. Kemben hitam yang dipakai Anin sedikit turun ke bawah dan memperlihatkan setengah dadanya ke bawah yang sangat mulus dan agak menyembul hingga bulatan hitam itu sedkit menunjukkan keberadaannya.
Mathew menelan air liurnya saat melihat pemandangan indah itu. Ini bukan pertama kalinya ia melihat wanita setengah telanjang. Tapi, Anin berbeda, bisa membuat napas Mathew tiba -tiba saja memburu.
Paha mulusnya juga terpampang jelas hingga segitiga pengaman Anin yang berwarna merah sedikit terlihat. Mathew menurunkan rok itu untuk menutupnya. Mereka di apartemen ini hanya berdua. Jangan sampai, naluri laki -laki Mathew semakin besar menginginkan Anin.
"Kak ..." Anin menarik tangan Mathew. tubuh mathew pun tertarik hingga menempel pada d**a Anin yang besar. Wajah keduanya sangat dekat. Aroma alkhohol dari mulut Anin membuat Mathew semakin melayang ingin menyentuh Anin.
Mathew menatap wah Anin yang sangat cantik. Dulu, Mathew pernah memuji kecantikannya. Tapi, setelah tahu kalau sang Mama menyukai Papa ANin. Ingin rasanya merusak Anin, seperti yang dilakukan Papa Anin dan Mamanya yang penah kepergok berduaan di kamar tidur saat rumah peninggalan Papa Mathew sepi. Mereka berdua merasa malu, dan sejak saat itu Mathew memilih pindah ke apartemen.
Mathew mengusap pipi Anin yang mulus lalu menmepelkan bibirnya dibibir Anin. Gadis itu seperti kehausan dan langsung melumat bibir Mathew.
Ciuman itu awalnya biasa saja. Lama -lama ada hasrat dan gairah disana. Mathew dan Anin seperti terbawa arus nafsu yang besar. Apalgi Anin sempat mendesah lirih membuat Mathew merasa bergetar seluruh tubuhnya.