POV Sherly 2

1005 Kata
Pagi sekali aku bangun, aku berencana akan berangkat sekolah bersama mama dan juga Papa, kulihat Mama sudah siap dengan tas selempang yang dikenakannya, dan akan pergi ke kajian pagi. "Eeh... anak mama sudah bangun? mama mau berangkat dulu ke kajian ya nak...? hati-hati kalau nanti berangkat sekolah..!" Mama berkata kepadaku dengan kata-kata mutiara yang selalu diberikannya kepadaku. "Sherly mau bareng sama mama aja, Sherly kangen Mama...!"kataku dengan merengek manja kepada beliau. "Tapi kamu kepagian sayang, ini saja baru jam 05.30 pagi...!"kata Mama. "Ya non Sherly, nanti Mbak hari ini antar saja ke sekolahnya...!"kapan hari ini menawarkan diri. "Enggak ah Mbak, mau perang Mama aja, Sherly juga pengen dengar kajiannya mama...! masak anak ustadzah nggak pernah denger ceramah dari mamanya sendiri sih?"jawabku kepada Arini. Mendengar jawabanku Arini memelototkan matanya ke arahku, namun sama sekali aku tak menghiraukannya aku hanya tersenyum manis syarat dengan ejekan kepadanya. "Oh ya mah, Sherly kan sudah kelas 1 SMP, mulai hari ini Sherly pegang sendiri ya uang sakunya? masak lewat Mbak Rini terus? Kapan Aku mandirinya mah...?" Aku berkata kepada Mama. "Oh ya...? Mama hampir lupa...!"jawab mama. "Oke kalau begitu, Mama kasih harian saja ya seperti biasa mama memberi ke Mbak Arini...!"kata Mama lagi. "Uang satu kamu biasanya kan 100.000, karena kamu sudah naik kelas 1 SMP, Mama tambahin menjadi 200.000...!"kata Mama sambil menyerahkan dua lembar uang berwarna merah kepadaku. "Pintar-pintar menabung ya sayang? sekarang sudah tingkat SMP jadi jangan boros lagi...! jangan kayak waktu masih SD ya? masa uang rp100.000 selalu kurang?"Mama menasehatiku tanpa marah sama sekali. Aku pun ngobatin dalam hatiku, pantas saja uang saku Mbak Rini selalu ngotot ingin dipegang sendiri sama dia, keterlaluan memang, aku saja tidak pernah diberinya saku bahkan 1.000 pun tidak. Aku kalau di sekolah seperti gembel yang tak pernah membeli jajanan, tapi teman baikku Dewi selalu membagi ku makanan. Melihat uang sudah berada di tanganku, hari ini pun melotot ke arahku, Aku sih cuek saja. Toh bisa apa dia kalau di depan Mama seperti ini. Tentu saja mama tidak melihat apa yang dilakukan hari ini terhadapku karena hari ini berada di belakang Mama. Dia memberikan tanda kepala tangan ke arahku, tapi aku hanya cuek dan mengedikkan bahuku saja. "Yuk mah kita berangkat, nanti mama bisa terlambat loh...!"aku pun berlalu sambil menabrakkan tubuhku ke bahu Arini. "Ayo sayang...!"ajak mama. "Mama diantar mamang sopir atau berangkat sendiri?"Tanyaku ke Mama. "Sendiri aja atuh, kan bareng kamu?"kata Mama menjawab pertanyaanku. "Kajian nanti tentang apa Mah?"tanyaku lagi. "tentang tanggung jawab orang tua ke anaknya Sherly, nanti kamu bisa mempelajarinya. Meskipun kamu masih kelas 1 SMP, tentang sebuah tanggung jawab kamu harus belajar sedini mungkin...!"kata Mama menasehatiku. Aku pun hanya mengangguk mendengar ucapan mama."Mama bisa memberikan tausiyahnya kepada orang lain atas segala hal, tapi kenapa Mama tak bisa menerapkannya di diri Mama sendiri?"batinku bermonolog. "Ya sudahlah Mah, Sherly nggak jadi ikut mamah deh, Sherly mau mampir ke tempat teman Sherly aja...! Sherly turun di sini aja ya mah?"aku berkata ke mamaku. Aku pun turun lalu mencium pipi mama dan berlalu dari Mama. "Belajar yang bener ya nak? jadi wanita solehah dan berbudi pekerti yang luhur...!"pesan mama ya selalu dia selipkan setiap hari, sampai aku sudah menghafalkannya. Mama membalas ciumanku dengan mendaratkan ciumannya ke kening. "Mamaaa...! andai Mama tahu yang aku alami, HP mama lebih percaya sama hari ini sialan itu...!"batinku dalam hati. "Baiklah Arini, aku akan bermain cantik untukmu. Kita lihat siapa yang lebih sedih di sini...!"batinku. Aku pun akhirnya memilih mampir ke rumah kak Chintya, saya masih menunjukkan pukul 06.00 pagi, masih ada waktu setengah jam untuk berangkat ke sekolah. "Aku nanti nebeng jajan sama kak Sintia!" batinku. Sampai depan gerbang rumah kak Chintya aku persilahkan masuk oleh Pak satpam. Mereka sudah hafal wajahku, karena aku sering main ke tempat ini. "Selamat pagi Kak, Dewi...!" sapaku saat masuk rumah. "Eh, kamu sher, sini duduk, kamu pasti belum sarapan kan?"Tanya kak Sintia. Aku pun duduk berhadapan dengan Dewi. "Sengaja tuh nggak sarapan, biar bisa bareng sama kita sarapannya...! iya kan?" Tanya kak Sintia. "Ngaku deh lo...!" tanya Dewi lagi. Aku pun hanya cengengesan saja mendapatkan pertanyaan dari Dewi tersebut. sambil sarapan Aku bercerita kepada kak Sintia dan tentu saja disimak juga oleh Dewi. "Kak kemarin aku sudah mulai aksi perlawananku ke Arini!"Aku bercerita dengan sangat menggebu-gebu. "Benarkah? emangnya lo berani?" tanya Dewi mencemoohku. "Yaelah Dewi... temen baru belajar ngelawan eh malah lu remehin, payah lu, nggak suka lo temen lo ini jadi berani?"kata kak Sintia menoyor kepala adiknya. "Ini nih definisi kakak nggak ada akhlak, kepala adik sendiri main toyor-toyor nggak jelas...!"protes Dewi. "Lanjutkan kak, Sherly ikhlas kok...!"kataku dengan tersenyum menggoda Dewi. "lu ikhlas...! lah gua? Ogaaah...!"jawab Dewi. "Adiknya kakak tuh siapa sih? gua apa Sherly? lama-lama kakak nyebelin loh...!"protes Dewi lagi. "Puas lo Sherly? puas?"kata-kata Dewi semakin membuatku tertawa terpingkal-pingkal. "Udah... udah...! bagaimana kelanjutannya?"tanya kak Sintia yang menuntut untuk aku melanjutkan ceritaku. Aku pun menceritakan yang telah terjadi kemaren sore sehingga malam tiba, tadi kan tadi pagi Bu tak lupa aku ceritakan ke kak Sintia. "Awal yang bagus Sherly, tinggal kamu memberikan jebakan yang lain supaya Arini itu kapok dan mengundurkan diri dari rumahmu itu...!"kata Kak Sintya memberikan semangat kepadaku. "Sebenarnya sih kakak lebih puas kalau dia dipecat, terus dipenjara gitu...!"lanjut Kak Sintia lagi. aku pun manggut-manggut-lanjut dengan usulan yang diberikan oleh kak Sintia. "bagaimana Sherly? kamu setuju juga dengan usulan kakak?"Kak Cynthia bertanya kepadaku. "Siiiippp lah...! Sherly cari putih yang kuat dulu supaya ada bahan untuk dilaporkan ke kantor polisi...! pulang sekolah nanti nganterin Sherly membeli CCTV yang canggih ya Kak?"kataku kemudian meminta tolong kepada Kak Sintia. "Pasti makan pakai buat jebakan bukan? kalau rencanamu seperti itu, tentu kamu harus bisa membuat Arini itu keluar rumah lebih dahulu...!"kata Kak Sintia ya kemudian. meskipun mereka bertiga bukanlah saudara kandung, tapi suasana di meja itu serasa membangkitkan rasa persaudaraan tanpa ikatan darah tersebut, saudara tanpa KK lebih tepatnya. Cynthia sangat menyayangi Sherly, seperti sayangnya kepada Dewi. Cynthia seolah memiliki dua adik. "Ayo berangkat ke sekolah..! sudah siang ini, terlambat pula nanti...!"ajak Sherly kepada dua remaja yang ada di hadapannya. "let's go to school baby...!"ucap Sintia mengajak dua gadis tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN