Bab 20 : Mencari Kebenaran

2048 Kata
Saat kakaknya sedang asik belajar hari ini, Aydan ingin bertanya perihal Tania. Aydan harus mengatakan padanya tentang kelakuan wanita itu yang tidak baik. “Kak, tadi aku liat Kakak ngomong sama seseorang,” kata Aydan membuka percakapan. “Oh, ya, dia Tania, pacarku.” Kaif meletakkan penanya. “Tapi dia kenapa bisa datang ke sini ya?” lanjutnya heran. “Kak, ada yang mau aku bilang.” “Apa itu?” tanya Kaif. “Aku pernah bertemu dengan dia sebelum aku tau kalau dia pacar Kakak.” “Maksudmu Tania bertemu denganmu kemarin?” “Ya, beberapa minggu lalu waktu aku dan kawan-kawanku duduk di cafe.” “Dia menegurmu?” tanya Kaif lagi. “Enggak, dia ngeliatin aku aja dari jauh. Udah gitu, aku gak tau kalau dia ngikutin aku sampai ke masjid. Pas aku selesai sholat, dia udah parkir di samping mobil aku dan ngajak kenalan.” “Hahaha.” Kaif tidak percaya. “Mungkin kau salah orang,” sambungnya. “Enggak, Kak. Itu dia.” Kaif mengerutkan alisnya. “Dia kan kenal kau dari foto yang kutunjukkan. Dia memperkenalkan dirinya sebagai pacarku gak?” tanyanya. Aydan menggelengkan kepala. “Dia kenalan seperti seseorang yang tertarik pada lawan jenis,” jawabnya. “Hem, mana mungkin. Dia itu cinta mati sama aku.” Kaif sangat percaya diri. “Dia ingin kenalan sama aku. Awalnya aku bingung, gimana dia bisa tau tempat kerjaku? Aku pun dengan polosnya mengatakan namaku padanya,” lanjut Aydan. Kaif mendengarkan sambil berpikir. “Dia mau kenal samaku lebih dekat. Aku bilang kalau mau kenal ya silahkan datang ke perusahaan. Besoknya dia datang, ngasih lamaran.” Aydan menarik laci dan memberikannya amplop surat lamaran Tania. Kaif membuka dan melihatnya. Dia tertawa miring. Tidak pernah Tania cerita kalau mau melamar kerja ke perusahaannya. “Perusahaan kita kan gak butuh asisten. Jadi dia gak diproses.” Aydan melihat wajah kakaknya mulai tegang. “Mungkin hanya kebetulan.” Kaif tetap membelanya. “Kakak udah lama sama dia kan? Udah yakin kalau dia orang baik? Kalau dia tau aku itu adik kak Kaif, kenapa dia mencoba merayuku saat mengambil pesanan mama di butik Ellena?” Aydan terus membeberkan semua kelakuannya. Kaif sejenak ingat pada nama butik itu. Dia juga yang menjemputnya pulang dari tempat tersebut. “Kau ketemu sama dia di sana?” tanya Kaif. “Ya, Kak. Dia nempelin aku terus.” Aydan tau ini menyakitkan untuk Kaif, tapi dia harus tau kalau Tania itu aneh. Kaif geleng-geleng kepala. “Gak mungkin.” “Aku baru tau kalau dia itu kekasih Kakak, pas Kakak bicarain dia waktu makan malam. Setelah itu aku melihat fotonya saat Kakak belajar dan dia menghubungimu, Kak.” Aydan terus meyakinkan semuanya. Aydan mengerucutkan bibirnya. “Aku gak sangka kalau dia itu kekasih Kakak, tapi aku juga gak ada niat untuk dekatin dia. Kakak tau kan aku gak pernah suka sama wanita yang agresif.” Kaif mengangguk, sejak dulu Aydan memang tidak suka dengan wanita yang centil. “Aku harus memastikan kebenarannya sebelum bertanya pada Tania.” “Kak, aku minta maaf karena sudah mengatakan ini. Jika aku bukan adikmu, aku bisa saja membiarkan semuanya – tapi aku sayang Kakak, aku gak pengen Kakak dimanfaatin wanita kayak dia.” Kaif berdecak kesal, tidak menyangka bahwa kekasihnya bisa melakukan hal itu. Kaif juga merasakan keanehan akhir-akhir ini dengan Tania. Sering ngelamun, marah gak jelas dan menutupi sesuatu darinya. Percakapan itu tidak diperpanjang lagi karena Kaif hilang mood untuk belajar karena ucapannya. Dia tidak marah pada Aydan, sejauh dia mengenalnya sebagai adik angkat, Aydan adalah orang yang jujur. Kaif merasa bimbang ingin percaya pada siapa? Aydan sudah jelas terpercaya lalu Tania? Kaif pun coba mengajak wanita itu ketemuan sore ini. Tania tidak menolaknya dan minta Kaif menghampirinya di rumah teman. “Eh, pacarmu yang kaya itu datang,” kata temannya melihat dari balik jendela setelah mendengar suara klakson di luar rumahnya. “Haha, harus ya pake embel-embel kaya?” sindir temannya yang lain. “Si Tania mau ama dia kan emang karena Kaif kaya, kalau miskin mah, gak mau ni anak,” ujar temannya satu lagi. Pok. Pok. Tania memukul kepala mereka satu persatu. “Kelen memang tau aja gimana aku ya? salut dah sama kelen. Ya udah, aku balik dulu!” “Ya, hati-hati!” Tania membuka pintunya kemudian pergi, Kaif melihatnya jalan dari dalam mobil. “Hai, Sayang!” sapanya. Kaif sempat dingin sesaat lalu menyapanya balik. “Hai juga, Sayang!” sapaan yang biasa saja tidak dengan senyuman. “Tumben kamu jemput aku? bukannya kamu lagi sibuk belajar?” tanyanya sambil memasang sabuk pengaman. Kaif menatapnya dengan sedikit menyipit. “Aku bosan, ingin keluar.” “Hahaha.” “Tania, apa alasan sebenarnya kau ke perusahaan?” tanya Kaif. “Haha, kan aku udah ngomong tadi, aku mau ketemu sama kamu.” “Boleh aku lihat ponselmu?” Kaif ingin melihat isinya karena curiga. “Iih, ngapain? Kita kan gak pernah ceki-ceki ponsel sebelumnya?” Kaif tersenyum. “Ya udah, sekarang kita pergi cari baju untukmu besok,” ajaknya. “Mmh, kalau aku besok gak datang, boleh?” Tania ragu kalau harus bertemu dengan Aydan juga. “Kenapa?” Kaif mulai tidak enak pikiran. Acara ini sudah lama diinginkannya agar Tania bisa berkenalan dengan orangtuanya. “Aku kayaknya ada urusan.” Kaif tersenyum saat mendengar kata ‘kayaknya’, biasanya dalam kalimat seperti ini ada alasan dengan unsur kebohongan. “Gak bisa, kau harus datang.” Kaif memaksanya. “Ehehe, ayolah, lain kali aja aku ketemu sama mama dan papamu.” “Enggak! Sekali aku bilang enggak, tetap enggak!” Kaif harus melihat responnya secara langsung saat melihat adiknya. Tania pun takut kalau Kaif sudah marah dengan membentaknya seperti itu. “Okay, aku akan datang.” Tania akan mencari cara supaya tidak berpapasan dengan Aydan. Kaif mengajak Tania ke butik Ellena. Wanita itu bingung karena tidak biasanya dia ngajak beli baju di sini. “Yuk, turun!” ajak Kaif. “Eh?” Tania pun menurutinya. ‘Jika benar dia pernah merayu Aydan di sini, pasti mereka kenal sama dia,’ guman Kaif. Kaif lebih dulu masuk, pegawai toko mempersilahkannya melihat-lihat. Sejenak dia kaget melihat Tania datang bersama Kaif. Dia masih sangat ingat pada sikapnya di butik ini bersama Aydan. “Selamat datang, Mba.” Tania tersenyum mendengar sapaannya. “Makasih.” “Mau cari apa, Mas?” tanya seorang wanita yang berdiri di dekat rak gamis. “Tania,” panggil Kaif. “Ya, Sayang!” sahutnya lemah. “Kamu mau baju yang seperti apa?” tanya Kaif. “Mmh, kalau untuk bertemu dengan orang tuamu, aku gak paham.” Kaif pun memilihkan pakaian sopan untuknya meski dia tidak menggunakan jilbab. Setelah mencoba beberapa baju, Kaif suka pada gamis terakhir berwarna abu-abu. Ia membayar belanjaan Tania lalu wanita itu diminta masuk duluan ke mobil. Tania pun mengikuti perintahnya. Kaif memanggil salah satu pegawai di sana dan bicara secara empat mata. “Apa kau pernah melihat pacarku sebelumnya di sini?” tanya Kaif. “Ya, Mas. Kemarin pernah beli baju juga di sini,” jawabnya. “Apa dia bersama seorang pria? Jawab jujur atau aku akan marah,” ancam Kaif. Wanita itu menelan ludah. “Dia awalnya datang sendiri, kemudian dia tiba-tiba mendekati pria yang sedang mengambil pesanan.” “Mendekati, maksudmu ngobrol?” Wanita itu mengangguk. “Tapi si pria gak nyaman saat dia berusaha menyandar di tubuhnya dan memegang lengannya.” Kaif mengerutkan asli. “Maaf, Mas. Dia pacar Mas?” tanya wanita itu. “Ya, dia pacarku, tapi aku sedang menyelidikinya.” Wanita itu tersenyum. “Dia seperti ingin mendekati pria itu kemarin.” Kaif menunjukkan foto Aydan. “Dia pria itu?” tanyanya. Wanita itu mengangguk. “Saya yakin ini orangnya, tapi pria ini gak suka sama sikapnya dan meninggalkannya begitu saja. Pacar Mas kesal karena diabaikan sama pria itu..” “Oke, makasih informasinya.” “Mas, saya minta maaf kalau nantinya kalian jadi bertengkar,” ujarnya. Kaif tersenyum. “Setidaknya aku tau – kau lebih baik darinya.” Wanita itu pun tersungging mendengar pujian dari Kaif. Pria itu segera keluar dari toko dengan informasi mengejutkan. Kaif melirik sinis pada Tania yang sedang asik melihat gawainya di dalam mobil. Kaif masuk dan harus bersikap biasa saat ini padanya. Setelah itu Kaif mengantarnya pulang. Keesokan harinya. Wilayah dapur dan halaman belakang sudah sibuk sejak habis subuh. Makanan untuk tamu nanti perlahan juga sudah siap. Hanin menyusunnya ke meja. Aydan membantu mamanya. “Berapa banyak keluarga yang datang, Ma?” tanya Aydan. “Keluarga kita kan sedikit, paling teman Mama dan Papa sebagian besarnya.” “Oh iya, kakek nenek datang?” tanya Aydan. “Ya, mereka akan datang. Mama sangat rindu mereka.” Hanin tersenyum membayang kedua orangtuanya yang sudah 3 bulan tidak bertemu. Tepat pukul 10 pagi. Pintu terbuka lebar, tamu pertama yang datang adalah papanya Hanin. “Assalamu’alaikum,” ucap pria tua yang sudah tidak bisa lagi berjalan. Menggunakan kursi roda, kakeknya Kaif disambut hangat dengan hangat. Hanin menangis melihat papanya datang, wanita itu menyalam tangannya dan mencium pipinya. “Papa sehat?” tanya Hanin. “Sehat,” jawabnya lemah. Dia sudah sedikit pikun, tanpa mamanya kini papanya dirawat oleh adiknya, Dinda. Dinda yang berdiri di belakang kursi roda papanya langsung menyalam sang kakak dan memeluknya. “Kakak apa kabar?” tanya Dinda. “Baik, Dek. Kau dan suami kayak mana? Sehat?” “Sehat, Kak! Mas Broto lagi ada tugas, gak bisa datang.” “Iya, gak apa-apa. Bawa papa masuk,” pinta Hanin. “Kak ini ponakanmu,” tunjuknya ke arah kanan. Hanin melihat ada seorang anak lelaki berumur sekitar 10 tahun yang tersenyum padanya. “Dafa, salam uwaknya,” kata Dinda. Anak lelaki itu pun menyalam Hanin. Aydan yang baru saja turun dari kamarnya langsung melihat kakeknya di ruang tamu. Ia berlari untuk menemuinya dan menyalam pria tua tersebut. “Kakek,” sapanya. “Kaif?” kakeknya sudah mulai pikun. Mereka tertawa melihatnya memanggil nama yang salah. “Aydan, Kek. Kak Kaif lagi keluar.” “Oh, Aydan. Haha, aduh! mata kakek ini memang payah!” Aydan tersenyum lebar. “Nanti kita beli mata baru ya, Kek.” “Haha, kau ini ada-ada aja. Di mana nyari mata baru?” tanya kakeknya. “Banyak, kakek mau mata orang Amerika? Warnanya biru.” Aydan tertawa ringan. Kakeknya memegang tangan Aydan. “Kau tumbuh dengan baik, semakin tampan.” “Mmh, makasih, Kek!” Aydan lalu menyalam bibinya, Dinda kemudian melihat anaknya yang sudah semakin besar. “Halo, jagoan!” sapa Aydan. “Halo, Kak Aydan!” sapanya. “Wah, kau makin tinggi. Perasaan kemarin kau masih segini,” ucap Aydan memegang pinggangnya. Sekarang sepupunya sudah setinggi bahunya. “Ya lah, namanya dikasih makan.” “Haha.” Setelah berbincang hangat bersama papanya Hanin, sekarang giliran Raihan yang tambah bahagia karena orangtuanya datang. Hanin dan Raihan menyambut mereka. Raihan berjalan ke arah mobil dan membantu mamanya keluar dari mobil. “Raihan,” sapa mamanya. “Mama, apa kabar?” Raihan memeluk mamanya dan mencium pipinya. “Sehat, Nak!” Tidak berapa lama papanya juga datang menghampiri. Kerinduan mendalam pada mereka baru ini terlampiaskan. Kedua orangtua Raihan tinggal di luar kota sekarang, menjalankan bisnis yang bertujuan membantu ekonomi rakyat. Aydan menemani mamanya untuk menghampiri kakek dan neneknya yang baru saja datang. “Cucuku mana?” tanya mama Raihan. “Ini, Ma!” tunjuk Raihan ke Aydan. “Ah, bukan! Ini kan Aydan, maksudku Kaif,” sahutnya. Aydan yang sudah tersenyum lebar kini menarik senyumnya perlahan dan mengulum bibirnya sendiri. “Ma, gak boleh gitu. Aydan juga cucu kita,” kata papa Raihan. “Hmm, cucu angkat.” Mama Raihan tidak terlalu menggubris Aydan sejak dulu. Neneknya lalu mengajak Hanin dan suaminya masuk. Aydan masih berdiri di sana dengan perasaan terluka. Raihan melihat anaknya merasa tersinggung. Ia menghampirinya. “Jangan dimasukin hati ya ucapan nenekmu.” “Iya, Pa.” Aydan tersenyum simpul dan membesarkan hati untuk bersikap ramah pada mereka semua. Di saat semua orang sedang berbicara dengan asik, di saat itu juga mama Raihan selalu memuji Kaif. Papa Hanin juga menaikkan nama Aydan agar dirinya tidak merasa tersingkirkan. Di dalam keluarga Hanin dan Raihan, hanya mama Raihan yang tidak suka saat Raihan memutuskan untuk mengadopsi Aydan dulu. Namun, Raihan selalu meyakinkan mereka bahwa Aydan anak baik, tapi tetap saja wanita tua itu tidak menyukai Aydan karena cemburu seperti Kaif.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN