Lyra turun ke lobby. Di sana nampak Dokter Ian sedang menunggunya dengan dua kantong belanjaan berisi aneka makanan. Wanita yang polos ini tidak banyak berpikir dan menduga macam-macam. Bagi Lyra, mana mungkin lelaki seperti Dokter Ian ada hati untuknya? Mereka bagai langit dan bumi, sama seperti dia dan Rexanda. Jadi, ia hanya menganggap ini sebagai tanda pertemanan saja. “Aduh, Dokter ini kenapa selalu repot-repot membawa berbagai jajan untuk saya?” ucapnya menggeleng sungkan. Ian tertawa. “Siapa yang repot? Kebetulan, kalau pulang dari rumah sakit selalu lewati hotel ini. Jadi, aku mampir saja.” “Aku pikir, mungkin kamu kelaparan tengah malam dan tidak tahu harus mencari makanan ke mana. Kalau kukirimi jajan, paling tidak kamu aman!” kekeh lelaki tinggi dan manis tersebut. “Terima