Sahabat Juna berikutnya adalah Yuyung. Satu suku dengan Didi, yaitu orang Jawa tapi ia lahir di Tarakan. Kedua orang tuanya juga pekerja keras. Bapaknya seorang karyawan swasta di perusahaan kayu ternama di kota tersebut. Posisinya juga lumayan sebagai seorang staf level senior. Saat itu kondisi perekonomian sedang bagus bagusnya. Kayu adalah komoditi favorit asal Kalimantan. Nyaris 50% lebih masyarakat kota ini bergantung dari hasil bumi tersebut selain minyak.
Sementara sang ibu adalah pekerja keras yang pintar masak. Karena hobby tersebut ia membuka jasa catering di rumahnya. Berkat sang bapak yang kerja di perusahaan kayu, tidaklah sulit untuk ibu Yuyung mendapatkan peluang kerjasama dengan pihak perusahaan tersebut. Sang ibu mengambil jatah catering karyawan perusahaan itu dengan kontrak pertahun. Hasil yang ia dapat dari jualan tersebut juga sangat cukup untuk kehidupan rumah tangga mereka termasuk keperluan seorang bocah berkulit rada hitam dengan rambut keritingnya yaitu si Yuyung.
Nama sebenarnya adalah Cahyo Hardiyanto, tapi teman temannya lebih senang memanggil ia Yuyung. Meski sebenarnya tidak ada hubungan nama pendek tersebut dengan nama aslinya. Sang pemilik nama hanya pasrah menerima nama yang di beri oleh temannya tersebut. Tinggi badan yang menurun dari bapaknya membuat dia mendapat julukan si Gonggong.
Yuyung seorang bocah yang periang. Dia tidak pernah memilih dalam hal pertemanan. Dari semua golongan ia bisa berteman. Bacaan komik favorit selalu dia yang update duluan ketimbang teman teman yang lain. Karena dia juga Juna, Alex, dan Peyok jadi tahu perkembangan komik di zaman itu. Mulai dari serial komik Tiger Wong, Tapak Sakti, hingga Kungfu Boy.
Religi yang ia anut adalah kristiani. Sama seperti teman teman seusianya saat umur segitu ia lebih senang bermain dari pada beribadah ke gereja. Apalagi jadwalnya hari minggu, jadwal libur yang padat akan hiburan di Tv seperti film kartun Doraemon. Belum lagi godaan bermain dengan Alex yang rumahnya sangat dekat dari rumahnya.
Untuk sekolah dasar ia berasal dari SD yang cukup berbeda dengan temannya yang lain. Selain beda, sekolah itu juga cukup jauh lokasinya. Sebelumnya memang Yuyung bukanlah warga RT yang sama dengan Juna dan teman temannya yang lain. Baru beberapa tahun terakhir kedua orang tuanya pindah dari kampung halamannya karena mendapat pekerjaan tetap di kota ini.
Karena dari Alex, si Yuyung bisa terhubung dengan Juna, Peyok, Didi dan Cecep. Ibunya Yuyung adalah teman akrab dengan ibunya Juna. Bila musim hari raya, baik dari agama masing masing, mereka pasti akan saling tukar bingkisan. Kadang jika lebaran tiba, Ibu Yuyung memberi sebuah bingkisan berupa makanan atau minuman ringan. Begitu juga sebaliknya saat hari natal tiba, ibu Juna tak pernah lupa membagi bingkisan yang sama kepada keluarga Yuyung. Tradisi saling mengunjungipun tak luput pada moment tersebut. Sungguh masa itu adalah masa paling indah yang pernah di rasakan anak pada generasi 80 an.
Salah satu sisi negatifnya Yuyung adalah ia gampang marah atau bahasa anak sekarang baperan. Jika menurutnya tak suka ia pasti memasang wajah juteknya. Teman yang lain pasti akan senang jika Yuyung mulai ngambek. Jika ia tambah marah pasti anak anak tambah seneng menggodanya. Beruntung Yuyung bukanlah tipe anak yang pendendam. Jika ngambek paling lama sehari, keesokannya ia sudah normal lagi.
Saat menginjak sekolah tingkat pertama, ia lebih memilih sekolah yang masih berhubungan dengan agama yang ia anut. Pilihannya adalah SMP Khatolik. Meski terpisah sekolah dengan teman teman sekampung, persahabatan mereka di level kampung tetap solid. Malah dengan sekolah di situ ia juga membawa teman teman dari kampung lain untuk jalin pertemanan dengan genk nya di kampung.
Satu hal yang paling jadi ciri khas seorang Yuyung adalah maniaknya dia soal perbokepan. Bokep itu sesuatu hal yang berbau p***o. Dia yang mengenalkan pada teman teman di kampungnya dengan dunia p***o. Hampir tiap hari di rumahnya ia menonton film p***o rame rame bersama Juna, Peyok, Cecep, Didi. Sementara si Alex hanya kadang kadang saja, karena memang dia yang tidak begitu demen dengan hal yang begituan.
Demi film p***o Yuyung bersama Juna, Cecep, Peyok dan Didi berani mengumpulkan uang jajan hanya untuk menyewa sebuah film dewasa di sebuah rental penyewaan Laser Disc. Masa itu belum di temukan Video Compact Disc (VCD) dan format MP4 untuk di PC juga jarang. Saat itu yang masih di gunakan adalah sebuah piringan besar untuk memutar sebuah film. Untuk menyewanya pun penuh dengan perjuangan. Apalagi yang menyewa adalah anak anak di usia yang tak sepatutnya. Untung saja petugas yang menjaga penyewaan tersebut tidak keberatan mengeluarkan film tersebut meski tau pelakunya adalah bocah bocah somplak.
Bahkan hal yang membuat orang tak habis pikir adalah saat petugas jaga tersebut meminta jaminan berupa kartu tanda pengenal (KTP), tapi mereka sebijipun tak ada yang punya karena masih di bawah umur. Di luar dugaan yang di ganti oleh bocah bocah tengik ini malah sebuah kartu nama. Kebayang wajah petugas tersebut yang langsung terdiam saat menerima kartu nama tersebut. Ingin marah tapi begitu melihat wajah nan polos tanpa rasanya akan menggugurkan pahala sang petugas. Alhasil mau tidak mau LD tersebut di serahkan pada mereka.
Namun perjuangan menikmati film p***o tersebut belumlah usai begitu saja. Ujian mereka berikutnya adalah perjalanan menuju rumah Yuyung untuk menyetel film tersebut pada alatnya. Bentuk LD yang begitu besar untuk ukuran sebuah Disc justru merepotkan jika yang menyewa anak anak. Membawanya tanpa terlihat adalah sesuatu hal yang sangatlah sulit. Tapi bukan Cecep namanya jika itu tak berhasil membawanya. Atas saran Yuyung yang sudah biasa menyewa film begituan, maka ia menyembunyikan LD tersebut di balik bajunya bagian belakang. Ia masukkan di punggung yang terhubung dengan pinggangnya. Meski tetap terlihat paling tidak bisa meminimalisir untuk ketahuan orang lain.
Akhirnya mereka tiba di rumah Yuyung yang sudah terlihat was was. Sudah sedari tadi ia menanti kehadiran teman temannya. Situasi saat itu juga sangat mendukung. Kedua orang tuanya sudah pergi bekerja. Kakaknya sekolah, dan yang tersisa di rumah hanya Yuyung. Ketika mereka tiba satu persatu masuk secara pelan agar tidak terdengar ribut oleh rumah sebelahnya. Kebetulan rumah Yuyung bersebelahan dengan pemilik rumah. Ia memang mengontrak di rumah itu.
Yuyung punya sedikit trauma dengan tetangga sang pemilik rumah kontrakannya. Karena sebagian rumahnya adalah terbuat dari kayu dan berlantai dua. Masih ada beberapa celah di papan yang tak terlihat dimana ada sepasang mata yang diam diam ikut menyaksikan tontonan si Yuyung saat menikmati film p***o tersebut. Yang ia khawatirkan sebenarnya adalah jika sampai ada yang memberitahukan kedua orang tuanya soal kelakuannya menonton film dewasa tersebut.
Saat anak anak sudah mulai tumbuh besar, bapak memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai pelaut yang mengharuskan ia bepergian keluar negeri dengan waktu yang cukup lama. Bapak lebih memilih dengan kehidupan bersama keluarga kecilnya dari pada selalu menjauh dari istri dan kedua buah hatinya. Bapak membuka usaha grosiran kecil kecilan di dekat pasar di kotaku. Dengan modal dari tabungan yang bapak dan ibu sisihkan selama bekerja dulu.
Buat bapak meski hasilnya kecil di usaha kali ini tapi mampu membuat hatinya selalu tenang dan bahagia bisa berkumpul dengan keluarga. Begitu juga ibu turut membantu bapak dengan berusaha jualan kue kue rumahan yang ia titipkan di warung, toko atau mini market yang mau menerima dagangan sang ibu. Hasil dari jualan kue itu cukup membuat Riris dan Mayang bisa sekolah hingga saat ini. Ibu ku memang orang yang sangat pandai dalam memasak dan membuat kue.
Moment lebaran adalah kesempatan ibu dalam mengais rezeki yang lebih dari hari biasanya. Orderan kue yang di terima di tahun pertama usaha ibu di luar dugaannya. Ia sampai kewalahan menerima orderan hingga menjelang hari H lebaran. Begitu juga dengan bapak yang memang jago dalam berdagang karena memang sudah keturunan yang pandai dalam berdagang dari orang tuanya terdahulu.
Semua keberhasilan itu tak lepas dari ketekunan bapak dan ibu dalam menjalankan ibadah dan sunah dalam agamanya. Sedekah yang tak pernah lepas dari tangan mereka. Bahkan aku dan Riris selalu di ajak ke panti asuhan untuk bisa berbagi bersama mereka. Secara tidak langsung bapak dan ibu telah mengajarkan kami arti tentang berbagi dengan sesama makhluk ciptaan Allah. Tidak semua makhluk di bumi ini seberuntung kita.
Namun hidup itu tidak ada yang sempurna. Begitu juga dengan kehidupan bapak dan ibu dalam berusaha membesarkan kami. Ujian itu akhirnya datang juga. Tidak tanggung tanggung lagi, usaha grosiran bapak hangus tak bersisa di lalap si jago merah. Hanya dalam hitungan menit semuanya ludes terbakar. Akibatnya bisa di tebak, bapak kehilangan mata pencaharian. Di tambah lagi para langganan yang tutup mata dalam membayar hutang jualan pada bapak karena memanfaatkan hilangnya catatan piutang dagangan bapak. Beruntung sekali memiliki bapak yang memiliki hati yang bersih, bapak malah mengikhlaskan orang yang enggan membayar hutangnya pada bapak.
Setelah peristiwa kebakaran itu bapak sempat terkena serangan jantung ringan. Dalam sebulan bapak harus di rawat di rumah sakit terkenal di kota kami. Tentu saja imbas dari kejadian itu sedikit banyak mengikis modal ibu dan bapak. Usaha ibu juga jadi terikut dampaknya karena mulai jarang terima pesanan. Ibu lebih mengutamakan kesehatan bapak ketimbang usahanya. Begitu sayangnya mereka membuat aku sangat bersyukur memiliki keduanya.
Sebulan pasca sembuhnya bapak, usaha keluarga di mulai lagi dari nol. Bapak tidak lagi membuka usaha melainkan ikut kerja dengan teman yang kebetulan memerlukan tenaga dan pikiran bapak. Ia di percaya untuk di jadikan pimpinan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang consumer goods. Meski hanya level local perusahaan ini cukup di kenal di kotaku.
Begitu juga dengan ibu kembali pada usahanya membuat kue. Tapi kali ini tidak hanya focus pada kue kering atau basah saja. Melainkan usaha catering mulai ia jalankan pelan pelan. Kemampuan memasak ibu tidak perlu lagi di ragukan. Hampir semua masakan ia kuasai selama ini. Keahlian itu ia dapat dari neneknya yang memang sudah turun temurun. Tidak perlu waktu lama, dalam setahun usaha ibu berkembang dengan pesat. Usaha itu mampu mengembalikan kepercayaan diri orang tua ku saat itu.
Di bawah kepemimpinan bapak, perusahaan mampu mencetak profit yang luar biasa di awal tahun ia menjabat. Hal ini membuat temannya yang memiliki usaha itu sangat senang dengan keberhasilannya. Ia merasa tidak salah dalam memilih orang yang ia percaya.
Namun sekali lagi dalam setiap keberhasilan tidak semuanya berjalan mulus seperti jalan tol Samarinda – Balikpapan. Pasti ada kerikil tajam yang menyertai dalam kehidupan tersebut. Usaha ibu mendapat gangguan dari hal yang berbau mistis. Hampir semua masakannya terjadi sesuatu yang aneh yaitu berbau saat baru selesai di masak. Dan ini berlangsung cukup lama ia rasakan. Tidak kehitung kerugian yang harus ibu alami. Kepercayaan dari pelanggan satu persatu mulai berkurang karena rasa dari masakan dan kualitasnya yang jauh dari standar ibu.