Bertanya

525 Kata
Di dalam mobil, Saskia sesekali melirik pada Juan yang perhatiannya tak teralihkan dari jalan raya. Saskia tidak tahu apakah Juan memang sedang fokus agar menyetirnya aman dan tak terjadi hal mengerikan ataukah Juan sedang berpikir keras. Yang jelas, sejak Saskia meminta diantar pulang, tak sepatah kata pun keluar dari Juan baik itu sebuah pernyataan ataupun pertanyaan. Sedangkan Saskia, ujung lidahnya sudah bertumpuk kata-kata, baik itu pernyataan ataupun pertanyaan. Ia sangat ingin mengeluarkan semua. Menyampaikan semua. Menanyakan banyak hal. Semua-semuanya. "Juan...." Saskia memutuskan berbicara memecahkan kesunyian. Ia tak bisa lagi menahan. "Mmm...? Ya?" Juan menjawab denga tetap tanpa mengalihkan fokusnya. "Apa saya bisa bertanya?" Juan tersenyum tipis. "Bertanyalah." "Kamu harus hati-hati pada pria yang terlalu pintar." Ucapan Julia mengiang di kepala Saskia. Perihal Juan yang cari muka menurut Julia, jika megiang terus di dalam benak Saskia. Ada penolakan yang teramat besar, tetapi di saat bersamaan juga ada keraguan. Tanpa perlu melihat ekspresi Saskia, Juan sudah bisa memahami jika ada yang bergejolak di benak Saskia. Diamnya Saskia setelah bertanya dan adanya keraguan untuk bertanya, sudah menjelaskan semua. "Tanyalah apa saja, Sas. Jangan ada keraguan. Saya dan kamu masihlah asing. Kita hanya terilat pada sebuah kesepakatan saja. Jika ada yang mengganjalmu, tanyakan saja. Karena itu juga adalah hak kamu." Hati Saskia bergetar pilu. Ia merasa getir dengan cara dan kalimat Juan. Kata-kata bahwa dirinya dan Juanadalah asing, membuat luka di hati Saskia. Padahal, setelah ciuman yang ketiga kalinya dengan Juan, ada sebersit harapan akan perasaan dirinya dan perasaan Juan. Dirinya berharap akan perlindungan dan kasih sayang dari Juan. Sepertinya itu harapan yang terlalu tinggi. "Sas...? Apa kamu mau bertanya dari mana saya tau kalau hotel Tante Soraya dilelang?" Meski itu bukan pertanyaan yang terlintas, tetapi Saskia langsung menganggukkan kepala. Pikirnya, ia juga perlu tahu dari mana Juan tahu akan hal tersebut. "Ya. Bagaimana kamu bisa tau Julia melakukan itu?" "Tidak sengaja," dusta Juan. "Saya sedang mencari tempat untuk restoran baru dan saya melihatnya." "Apa yang kamu bicarakan dengan Julia sebelum saya datang?" "Saya menanyakan kebenarannya dan memintanya untuk tak melakukannya." "Kenapa?" "Kenapa apanya?" tanya Juan bingung. "Kenapa kamu begitu peduli? Bukankah urusanmu dengan saya hanya sebuah kesepakatan saja. Seharusnya kamu tidak perlu peduli akan bagaimana kehidupan saya dan keluarga saya." Juan menarik napas, mengatur kata-kata yang baik di dalam hati. "Saya tidak punya jawabannya, Sas. Saya bebaskan kamu menilai saya. Yang jelas, itu tadi adalah sebuah tindakan spontanitas. Saya yakin jika hotel itu pasti sangat berarti bagi Tante Soraya dan bagimu tentunya. Karenanya saya mencoba untuk menjaga apa yang kamu dan ibumu milikki." Kembali d**a Saskia membuncah hasrat kecintaan untuk Juan. Baginya Juan sudah berbuat terlalu banyak baginya dan mau memikirkan ibunya sedemikian rupa. "Juan...." "Apa?" "Dulu kamu bilang kalau imbalan akan pertunangan bohongan ini, akan kamu sampaikan di akhir dan itu adalah sebuah pertolongan yang kamu bilang saya pasti bisa menolongmu. "Ya. Lalu?" "Jika saya meminta lebih dari itu. Imbalan apa yang akan kamu minta?" "Meminta lebih apa?" "Saya tanya dulu imbalannya apa?" "Tidak ada. Saya Cuma punya satu permintaan saya sebagai bayaran." Dan itu terkait dengan Julia, sambung Juan dalam hati. "Sungguh?" "Ya." "Kalau saya meminta kamu menikahi saya, Jumat besok?" Dan mobil mengerem mendadak. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN