Tak ada wajah-wajah ceria di dalam mobil Onel. Kaku, beku, terlalu dingin. Onel dengan setelan jas hitamnya, duduk di depan, di sebelah sopir. Sedangkan kedua orang tuanya, duduk di belakang.
Onel dan ayahnya mengenakan model jas yang hampir sama. Kerah berbentuk 'V' panjang dengan kelepaknya yang berwarna jauh lebih hitam mengkilap. Dasi kupu-kupu warna hitam menjadi pelengkap terakhir setelan jas yang dikenakan. Sedangkan ibu Onel mengenakan gaun panjang dengan warna hitam bertabur batu swasrofki yang berkilauan.
Serba hitam, dengan ekspresi yang datar tanpa rasa, membuat makna pakaian formal yang semestinya elegan justru terasa bagai pakaian berkabung. Sungguh menjadi kontras karena ketiganya akan datang ke acara ulang tahun seorang yang penting.
Ibu Onel yang menentukan pakaian untuk diirnya sendiri, suami, dan anak bungsunya. Disesuaikan dengan suasana hatinya yang kesal. Ini karena putranya baru saja membeli satu mobil mewah sebagai hadiah ulang tahun seorang wanita yang statusnya masihlah calon besan. Ada kecemburuan menyelip karena putra bungsu yang selalu dibelanya itu, tak membelikannya juga mobil serupa.
Kekesalan ibu Onel bertambah, saat kemudian Onel membeli kalung dan cincin bertabur berlian juga batu rubi untuk Saskia. Ibu dan anak itu sempat berdebat sengit. Bagi ibunya Onel. Ini menjadi sangat berlebihan untuk melakukan lamaran dua kali. Seolah yang pertama bukan pengukuhan, yang menyebabkan perlunya pembaharuan lamaran dengan hadiah lebih istimewa juga lebih mahal.
Keributan itu tak sampai didengar atau dilihat ayah Onel. Bisa main runyam nantinya. Ibu Onel yang masih sangat menimang-nimang Onel, akhirnya memilih diam tutup mulut, menyudahi keributan, dan menurut apa yang dilakukan Onel untuk Saskia. Namun, dalam benaknya, ibu Onel bertekat untuk menuntut lebih nantinya, saat Onel dan Saskia menikah.
"Kamu dan Saskia kapan menikah?"
Suara bariton ayah Onel, memecah kesunyian yang terasa sudah sangat lama dan menguasai mobil. Onel yang duduk di depan, langsung terkejut, sedangkan ibu Onel yang duduk di belakang, langsung menatap Onel yang duduknya memunggunginya, dengan serius dan penasaran.
"Secepatnya, Pa." Cepat-cepat Onel memberikan jawabannya. Ayahnya bisa menjadi sangat kesal pada jawaban yang lambat diberikan. Mengesankan kelemahan.
"Dari dua tahun lalu jawabmu secepatnya. Cepatmu itu kapan?"
"Tahun ini, Pa."
"Kalau tahun ini tidak menikah bagaimana?"
Onel terdiam. Itu adalah kemungkinan yang tak ia pikirkan dua tahun lalu sampai kemudian sosok Juan muncul. Bayangan akan batalnya pernikahan, justru menguat dan mengkhawatirkan posisinya.
"Memangnya Onel harus menikah dengan Saskia, Pa?"
Onel bernapas lega diam-diam akan selaan pertanyaan ibunya. Dengan begini ia ada waktu menyiapkan jawaban jitu.
Di belakang Onel, ayah Onel menatap istrinya dengan malas. Ia memandang istrinya sebagai wanita yang masih sangat manja dan agak bodoh. Pelindung si bungsu yang membuat Onel menjadi sama bodohnya dengan sang istri.
"Yang meminta untuk bertunangan dengan Saskia siapa? Pihak sana? Atau pihak kita? Kamu ini pikun atau apa? Anakmu yang merengek kayak bayi minta ditunangkan dengan Saskia, udah diturutin malah gak nikah-nikah."
"Ya, salahin pihak Saskialah. Mereka pasti terlalu banyak tuntutan. Makanya Onel masih ulur-ulur waktu."
"Halah. Tuntutan apa? Mereka tidak ada omongan apa-apa."
"Bisnislah."
"Kayak kamu tau bisnis aja," ucap remeh ayah Onel pada istrinya.
"Lho, kan memang iya. Nyatanya gak lama setelah bertunangan, ada kerjasama bareng, 'kan?"
"Bodoh." Ayah Onel mendesis sangat lirih saat mengucapkannya, hingga tak terdengar istrinya. "Bisnis ya bisnis. Pertunangan ya pertunangan. Dan lagi, perjanjian kerja sama, bukan kali ini. Saat Pamungkas sehat, kita sudah ada merger. Ah, sudahlah. Bicara sama kamu gak ada gunanya."
Ayah Onel kembali menatap punggung putra bungsunya. "Malam ini agendanya apa? Hanya acara ulang tahun calon mertuamu saja?"
"Saya akan mengumumkan tanggal pernikahan kami," jawab Onel mantap. Nekat, tepatnya. Ia tidak ada pembicaraan apa-apa dengan Saskia perihal pernikahan. Tetapi Onel bertekat saat melakukan lamaran kedua, ia akan menentukan bulannya. Perihal tanggal, biar Saskia yang urus. Semudah itu di pikiran Onel.
"Bagus," jawab ayah Onel sembari menganggu-anggukkan kepala.
"Kapan? Kok, kamu gak omong dulu sama Mama."
"Pantas anakmu lembek. Apa-apa harus melalui kamu. Ck...."
Tepat saat ayah Onel memalingkan wajah hendak mengalihkan pandangan ke sisi luar, tiba-tiba suara hantaman terdengar di bagian kanan belakang mobil.
Bunyi berdecit ban yang beradu keras dengan aspal, dibarengi suara klakson berkepanjangan, mengiringi laju mobil Onel yang sedikit Oleng karena benturan dari belakang. Sopir berusaha mengendalikan setirnya, tetapi di depan ada beberapa sepeda motor yang membuatnya panik dan berpikir menghindar.
Namun, sepertinya ia salah memperkirakan bantingan setirnya. Mobil justru menabrak tiang listrik dengan sangat keras. Dan keramaian pun terjadi di sekitarnya, dengan orang-orang di dalamnya yang sudah tidak sadarkan diri. Kepulan asap di bagian depan mobil, membuat sebagiannya bergegas mencoba mengeluarkan oranng-orang di dalamnya.
Robi dan tiga oran lainnya, bergegas turun dari mobil. Dengan panik mereka membantu evakuasi Onel dan lainnya.
Di sela-sela evakuasi itu, seorang berbisik ke Robi, "Bagaimana ini? Jadinya begini."
"Diam dulu. Bantu mereka keluar," bentak Robi.
***