Love|Part.10

1781 Kata
Kau putuskan tuk mendua dengan dia di belakangku. Padahal ku pilih kamu jadi cinta terakhir. Orang selingkuh bukan karena ada kesempatan, tapi karena ada pilihan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Seperti yang dikatakan Akhtar ia membawa Giana datang kerumah orang tuanya, Akhtar melajukan mobil menuju kediaman orang tuanya, Giana masih bungkam karena ia setengah malas jika harus menginjakkan kaki dirumah orang tua Akhtar yang tak lain adalah mertuanya. Hampir dua tahun menikah dengan Akhtar mungkin Giana bisa dihitung dengan jari bila berkunjung kerumah orang tua Akhtar. Mobil yang mereka bawa memasuki kawasan rumah elit dan berhenti disalah satu rumah berpagar tinggi, satpam yang menjaga langsung membuka pintu melihat kedatangan mobil Akhtar. Akhtar masuk dan memarkirkan mobilnya di area luar garasi. "Aku mau bersikaplah sopan didepan orang tua ku." ucap Akhtar memandang kearah Giana. "Apa aku pernah bersikap kurang ajar kepada orang tua mu?" Giana membalas tatapan tajam ke Akhtar. Wanita itu tampak sekali datang dengan wajah terpaksa. Akhtar menghela nafasnya melihat istrinya bersikap seperti itu. "Giana, meskipun kamu tidak seperti itu, tapi setidaknya berbicaralah hal hal yang menyenangkan untuk orang tuaku, bagaimana pun mereka juga orang tuamu." Giana hanya mengalihkan pandangannya keluar lalu membuka pintu mobil lebih dulu diikuti oleh Akhtar. Keduanya masuk bersama disambut asisten rumah tangga orang tua Akhtar. "Mama ada Bik?" tanya Akhtar pada wanita paruh baya itu. "Ada Den, lagi dibelakang sama Bapak juga." Akhtar mengangguk lalu berjalan ke arah belakang yang memang dibuat untuk tempat bersantai memiliki pendopo dan ada kolam ikan yang bisa dijadikan pelepas penat. Akhtar melihat dari kejauhan orang tuanya tengah duduk berdua sambil sesekali memberi makan ikan di kolam. "Mah, Pa." panggil Akhtar saat mendekati orang tuanya, keduanya menoleh lalu tersenyum kearah Akhtar. "Kamu kapan datang?" Amalia langsung memeluk putranya. "Baru Ma." jawab Akhtar singkat memilih mendekati ayahnya yang sibuk memberi makanan ikan ikan di kolam. Amalia memandang kearah Giana lalu menyambut uluran tangan Giana yang mencium tangannya serta ayah Akhtar. "Kamu juga ikut?" tanya Amalia kepada Giana. "Iya Ma, kebetulan tidak sibuk." Amalia hanya mengangguk tersenyum kearah Giana. "Kalian sudah makan siang?" tanya Amalia pada kedua anaknya yang baru tiba. "Belum Mah," jawab Akhtar cepat. "Ya sudah, Giana, ayok kita siapin makan siang buat para pria ini." ucap Amalia menuntun menantunya kembali masuk kedalam. "Bagaimana kabar mu Nak, kenapa lama sekali tidak main kerumah Mama?" Amalia berbicara sambil berjalan bersama Giana. "Aku sehat Ma, maaf kalau aku jarang main kerumah, Akhtar selalu sibuk begitu juga aku." ucap Giana diakhiri dengan senyuman manis, Amalia ikut tersenyum ke arah menantunya ia bahkan tahu bahwa Giana jarang berada dirumah, tentu saja menantunya ini pasti sibuk diluar hingga jarang berada dirumah. "Oh ya, bagaimana kabar Mama dan Papa di Singapura, mereka sehat??" "Sehat Ma, lain kali Mama harus main kesana." "Insyaallah, lain kali Mama dan Papa bakalan kesana." ucap Amalia sambil menyibukkan diri membenahi meja makan beserta para asisten rumah tangganya. Sementara Giana hanya duduk diam melihat mertuanya menyiapkan segalanya. Makan siang itu tampak sunyi karena hanya orang tua Akhtar dan mereka saja yang mengisi meja makan yang bisa menampung sepuluh orang sekaligus. "Dimana Rayyan Ma, dari tadi aku tidak melihatnya?" ucap Akhtar bertanya disela makannya. "Dia baru saja pergi, sebelum kalian sampai, katanya mau kerumah temennya." jawab Amalia. Akhtar mengangguk anggukan kepalanya sedangkan Giana lebih banyak diam ia tak ingin terlalu banyak bicara dihadapan mertuanya. "Oh ya Giana, kalian sudah melakukan pemeriksaan seperti yang Mama sarankan?" Giana langsung menghentikan kegiatannya menyendok makanan dihadapannya seperti sedang berpikir. "Maksud Mama??" "Maksud Mama periksa kesehatan kalian berdua, kenapa sampai sekarang belum juga hamil." ucap Amalia yang langsung membuat Giana tersentak, ia melihat ke arah Akhtar yang masih sibuk dengan makanannya seperti tidak terganggu dengan pertanyaan itu. Amalia memandang menantunya sambil mengerutkan dahinya ia merasa heran melihat Giana yang bingung hendak menjawab apa, Amalia beralih memandang putranya yang sibuk dengan makan siangnya. "Akhtar tidak bicara padamu?" tanya Amalia kepada menantunya yang langsung menggeleng pelan. "Akhtar tidak ada bicara apapun." ucap Giana masih memandang suaminya. "Aku memang belum sempat bicara padanya Ma, mungkin Mama bisa memperjelas lagi kepada Giana agar ia lebih mengerti, dari pada mendengarkan ucapan ku lagi." jawab Akhtar santai. "Baiklah, Mama akan kasih tau, Mama bilang kepada Akhtar untuk periksa kesehatan kalian berdua dengan dokter kandungan. Nak, Akhtar sudah semangkin tua dia sudah sangat cocok menjadi seorang Ayah." ucap Amalia memandang kearah Giana dengan raut memohon. "I..itu, baiklah Ma, akan kami usahakan." jawab Giana asal sambil memandang kearah suaminya yang juga memandangnya dengan sebelah alis terangkat. "Oke, Mama tunggu kabar baiknya, Mama tidak sabar menunggu cucu dari Akhtar." ucap Amalia antusias. "Tapi kalian juga harus perhatikan kesehatan, jangan terlalu setres dan banyak pikiran, Akhtar sekali sekali kamu juga jangan terlalu sibuk dengan pekerjaanmu, begitu juga dengan Giana, kurangi aktivitas diluar rumah, banyak banyak lah beristirahat." Hadi menambahkan ucapan Amalia. Akhtar hanya mengangguk tanda mengerti dengan ucapan ayahnya, tapi bagaimana Giana mungkin kah kegiatan diluar nya itu bisa ia tinggalkan, Akhtar tersenyum miring istri nya itu sangat sulit untuk berdiam diri dirumah walau sehari pun bagaimana jika berhari hari ia harus diam dirumah saja, mustahil batin Akhtar berbicara, ia sudah menghabis kan makanannya sambil memainkan gelas yang ada di genggamannya ia memandang kearah Giana yang juga memandangnya dengan sorot mata tajam. Makan siang itu selesai diakhiri perbincangan pekerjaan dengan Akhtar dan papanya. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . *** . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Sore hari Giana dan Akhtar memilih kembali kerumah mereka diperjalanan Akhtar dan Giana tidak saling bicara, Akhtar memilih diam dan fokus menyetir mobil, hingga tiba di kawasan perumahan elit Akhtar langsung masuk melewati pintu pagar yang dibukakan penjaga rumahnya. "Apa maksudnya ini??" tanya Giana kepada Akhtar. "Apa?" "Kenapa Ibumu bertanya seperti itu??" "memangnya kenapa? wajar kan seorang Ibu bertanya kepada anaknya yang sudah hampir dua tahun menikah tapi tidak kunjung hamil, apa itu salah?" "Akhtar, tapi tidak seperti itu konsepnya, sudah berapa kali aku bilang sama kamu, aku belum siap untuk memiliki anak." "Lalu, apa kamu pikir dalam kehidupan pernikahan keputusan itu diambil hanya dengan sepihak saja." Akhtar memandang istrinya yang juga memandang kearahnya, mereka masih berdebat didalam mobil. "Terus aku harus mengikuti keinginanmu?" "Aku tidak pernah memaksa mu untuk memenuhi keinginanku, tapi aku ingin kamu mengerti posisiku, aku bahkan sudah tiga puluh lima tahun Giana, apa aku harus menunggumu setahun dua tahun, tiga tahun mendatang untuk memiliki anak. Bahkan Mamaku tidak pernah memaksa mu, dia bahkan mengerti mungkin belum waktunya tapi bisakah kamu mengubah keinginanmu itu?" ucap Akhtar memandang kearah istrinya dengan raut memohon. "Aku tidak bisa Akhtar, aku belum ingin, bahkan orang tuaku yang belum mempunyai cucu saja bisa mengerti, kenapa orang tuamu yang jelas jelas sudah memiliki cucu dari Mbak Arisa selalu saja membahas soal ini." "Lalu, mau sampai kapan harus seperti ini?" tanya Akhtar sambil memijit pelipisnya. "Aku tidak tahu, untuk saat ini aku gak mau bahas soal anak lagi, jadi pliess tolong mengerti." ucap Giana yang berakhir keluar meninggalkan Akhtar didalam mobil yang masih memandang kearah Giana, Akhtar menghela nafas entah sampai kapan stok sabar yang ia miliki saat ini yang jelas ia sudah merasa lelah menghadapi sikap Giana yang sesuka hatinya, Akhtar turun berjalan masuk kedalam rumah. Weekend telah usai Kalina kembali pada rutinitas nya bekerja menjadi sekertaris CEO di perusahaannya. Saat makan siang ia sudah memiliki janji seperti biasa bersama sahabatnya Jihan, tapi kali ini mereka kedatangan personil tambahan yaitu Kayra mereka janjian bertemu disalah satu rumah makan Padang, saat jam makan siang tiba Kalina membereskan perlengkapannya untuk bersiap siap pergi, selama bekerja menjadi sekertaris Akhtar ia tidak pernah direpotkan dengan bosnya saat makan siang karena sudah ada Toni yang selalu menjadi suruhan atasannya itu jadi ia termasuk bersyukur Toni sedikit mengurangi pekerjaannya, ia berjalan keluar dari lift, mengedarkan pandangannya mencari sahabatnya yang berjanji akan bertemu di lobi kantor, tapi Jihan belum juga menunjukkan batang hidungnya ia memilih duduk disalah satu sofa yang berada disana sambil memegang kunci dan tak lupa clutch kecil yang berisi uang ponsel dan keperluan Kalina lainnya, tidak sampai lima menit Jihan tiba langsung mendekatinya. "Sorry ya, gue lama?" "Gak apa apa, gue juga baru kok." jawab Kalina sambil memandang Jihan yang berdiri dihadapannya. "Yuk, takutnya Kayra udah nunggu lama disana." Jihan mengangguki ucapan Kalina, tidak sampai sepuluh menit mereka tiba disalah satu restoran Padang yang Kayra janjikan mereka memilih duduk di kursi yang rapat pada sebuah dinding dan jendela yang terbuka, tidak berapa lama Kayra tiba disana, mereka langsung memesan beberapa makanan. "Gue kok jadi pingin kerja kaya kalian berdua ya." "Makannya kerja, jangan cuma molor aja kerjaannya." ucap Kalina menjawab "Ihh, Kalina aku gak gitu kali." "Jadi kalau loe gak molor aja, ngapain coba di Apartemen?" "Nonton." "Hari hari?" Kayra hanya mengangguk lucu memandang kearah Kalina. "Dah lah, enak juga kerja kaya gue, dapet gaji, banyak temen, bisa cuci cuci mata sama cowok cowok ganteng." ucap Kalina membuat senyum Kayra mengembang. "Gue mau dong, kaya yang lo bilang itu, apalagi cowoknya kayak Bos loe mau bangeet." Kalina langsung melempar tisu ke wajah Kayra. "Laki orang tuh, jangan ngarep deh." "Loe uda pernah ketemu CEO kita?" tanya Jihan kepada Kayra. "Duh, kalau spesies kayak begitu gak mungkin gue ketinggalan berita." Jihan terkekeh mendengar ucapan Kayra. "Ada ada aja sih kamu, lagian gak usah ngarep banget deh, ganteng sih iya, tapi kalau suami orang buat apa, mending cari yang lain deh." Kalina mengangguk mendengarkan ucapan Jihan. "Bener banget nih." "Ya kan gue cuma mau cuci mata doang, gak niat jadi pelakornya." "Nah gitu boleh deh kayanya." ucap Jihan diakhiri tawa tiga gadis tersebut. Sampai mata Kayra mengarah pada tiga pria yang memasuki restoran bergaya Minang dan makanan khas Padang tersebut. "Kayaknya gue gak perlu kerja deh buat cuci mata liat Bos loe pada." Jihan dan Kalina mengarahkan pandangan ke arah pandang Kayra yang melihat tiga pria yang mereka kenal masuk ke resto tersebut dan berjalan kearah mereka. "Haduh makan siang gue yang sebenarnya baru dateng." ucap Jihan memandang tiga pria yang semangkin mendekati mereka. "Jangan lebay deh, kalian ini bener bener." ucap Kalina yang juga memandang kearah tiga pria tersebut, lebih tepatnya kepada pria yang paling menonjol diantara keduanya. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN