Target Arabella

1246 Kata
Beberapa hari ke belakang, Arabella membagi fokusnya ke arah lain yaitu memperhatikan mahasiswa bernama Yundra atau Yu. Biasanya ia tidak pernah melakukan hal seperti ini. Lebih baik fokus bekerja daripada memikirkan atau memperhatikan hal yang tidak jelas. Tapi sekarang berbeda, Arabella begitu memperhatikan Yu. Arabella sudah mendapat sedikit informasi tentang Yu. Contohnya seperti Yu yang tinggal di apartemen sederhana atau bisa dikatakan apartemen yang paling murah di sekitaran kampus. Yu juga tidak mendapat beasiswa pendidikan dari lembaga atau yayasan manapun. Ada hal yang sangat mengejutkan bagi Arabella yaitu soal umur Yu. Padahal Yu merupakan mahasiswa masih berada di tingkat 3 dan akan masuk ke tingkat empat. Namun, ternyata umurnya sudah tiga puluh satu tahun. Berbeda satu tahun dengan Arabella. Arabella sampai tidak percaya. Apalagi penampilan Yu tidak terlihat seperti pria yang berumur tiga puluh satu tahun. Wajah dan penampilannya benar-benar sangat polos sekali. Pakaian yang dia gunakan sama setiap harinya. Pasti Yu sangat kesulitan hidup di negara ini dengan keuangan yang terbatas. Arabella juga percaya bahwa orang lain juga tidak akan percaya dengan umur Yu seperti dirinya. Ada kesimpulan yang Arabella pikirkan dari beberapa informasi yang ia dapatkan. Yu tidak mendapatkan beasiswa pendidikan untuk meringankan biaya selama di negeri ini. Maka uang yang ia gunakan pasti uang pribadi yang sudah dikumpulkan bertahun-tahun sebelum ia berkuliah disini. Bagi Arabella, Yu adalah tipe pria yang sangat bekerja keras. Kemudian Yu juga mengerti tentang penting sebuah pendidikan. Usia tidak menjadi penghalang untuk menuntut ilmu. Arabella seperti menemukan sesuatu yang sangat menarik dan sesuai dengan keinginannya. Pria pekerja keras, mengerti dengan pentingnya pendidikan, kemudian hidup dengan cara sederhana, berpenampilan sederhana, tidak memiliki pekerjaan dan juga pintar. Satu lagi hal yang menarik yaitu Yu termasuk pria dengan wajah tampan. Melihatnya sepanjang hari bukanlah hal buruk. Bahkan menjadi hiburan tersendiri untuk mata Arabella. Kesempatan ini tidak akan Arabella sia-siakan. Bagaimanapun caranya, Arabella harus bisa menikah dengan pria yang masih berstatus mahasiswa tersebut. Apalagi Papa terus-terusan mengirim pesan untuk bertanya kapan Arabella akan mengenalkan pria pilihannya. Baiklah, Arabella akan mencari cara agar bisa membuat Yu setuju untuk menikah dengan dirinya. Kalau dipikir-pikir, Arabella cukup cantik. Walau tidak terlalu cantik. Tapi setidaknya, ia masih cocok berdiri disamping Yu. Arabella menatap cermin. Ternyata ada dua jerawat yang tiba-tiba muncul di wajahnya. Hal seperti ini tidak terlalu mengejutkan karena Arabella sedang mengalami periode datang bulan. Pantas saja, Arabella menjadi lebih sensitif dari hari-hari biasanya. Apalagi pinggangnya juga terasa sakit. Apa dia terlalu sibuk bekerja? Tapi Arabella sudah mengurangi waktu bekerjanya. Arabella menghela nafas panjang. Dia harus segera ke kampus. Walaupun sakit, Arabella tetap harus bekerja. Arabella sudah bersiap dengan penampilan yang sangat sopan. Semua tertutup dengan baik. Bahkan ia tidak akan membiarkan sehelai rambut terlihat. Walaupun tinggal di luar negeri, Arabella tetap memegang prinsip keagamaan nya dengan baik. Arabella langsung keluar dari apartemen. Dia membawa mobil karena memang jarak apartemen dengan kampus cukup jauh jika berjalan kaki. Butuh waktu belasan menit agar bisa sampai di lingkungan kampus. Arabella keluar sambil membawa tas yang berisi laptop dan tab. Sebelum masuk ke ruangan, Arabella memutuskan untuk membeli kopi terlebih dahulu. Di lingkungan kampus ada sebuah coffee shop yang cukup terkenal. Rasa dan harganya sesuai dengan kapasitas mahasiswa pada umumnya. Arabella melangkah ke sana. Ternyata cukup banyak yang mengantri. Arabella berdiri di barisan antrian. Tinggal lima orang lagi. Setidaknya tidak akan terlalu lama. Beberapa mahasiswa menyapa dirinya dengan sopan. Arabella membalas sewajarnya. Namun sepertinya mereka takut kepada Arabella. Hal itu terlihat dari wajahnya. Padahal Arabella tidak memarahi atau berbuat buruk. Tapi tetap saja ditakuti. Apa mimik wajahnya sangat menakutkan? Entahlah, Arabella tidak mengerti. Akhirnya sampai giliran Arabella. Dia langsung memesan kopi yang menjadi kesukaannya sejak masa-masa kuliah. Arabella membayar nominal harga dari kopi tersebut. Tapi saat ia melakukan itu, tiba-tiba sebuah cup terjatuh ke lantai. Semua sangat terkejut, termasuk Arabella. Apalagi cipratan kopi tersebut mengenai sepatu dan rok warna putih miliknya. Padahal masih pagi, tapi Arabella sudah mengalami hal yang cukup menjengkelkan. "Maaf, Prof. Saya benar-benar minta maaf." Suara yang tidak asing bagi Arabella. Bahkan hal seperti ini pernah terjadi sebelumnya. Dua pria yang tempo hari menabrak dirinya. Bahkan dua pria itu merupakan teman dari pria yang menjadi target Arabella. Arabella sedang sensitif. Jadi emosinya sedikit kacau dan tidak seperti hari biasanya. Tatapan mata Arabella langsung tajam. Bahkan siapapun akan menganggap Arabella seperti wanita yang menakutkan. "Berapa umur kalian?" tanya Arabella. Kedua pria itu hanya bisa menunduk dalam. "Maaf, Prof. Kami akan bertanggung jawab." "Tidak perlu!" Arabella memberikan wejangan yang cukup keras agar kesalahan seperti ini tidak terjadi lagi. Kedua pria itu tidak akan berani menatapnya. Bahkan kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah permintaan maaf saja. "Apa kalian mengerti?" "Mengerti, Prof." Arabella menyuruh kedua mahasiswa itu untuk membersihkan lantai. Setelah lantai bersih, barulah Arabella keluar dari coffee shop. Arabella melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Ternyata sudah pukul delapan lewat, Arabella langsung melangkah dengan cepat menuju ke ruangannya. *** "Kalian kenapa?" tanya Yu kepada kedua temannya. Tiba-tiba saja tidak ada angin dan tidak ada hujan, kedua temannya itu datang ke apartemen miliknya. "Benar-benar menakutkan," lirih Xioba sambil menatap dinding. "Ya, sangat menakutkan." Yohan menyetujui perkataan Xioba. Yu semakin bingung. Apa yang sebenarnya dibicarakan oleh kedua temannya itu. "Siapa yang menakutkan?" tanya Yu. Xioba menatap Yu. Kemudian ia menjawab, "asisten Prof Takashi." "Apalagi yang terjadi?" Akhir-akhir ini temannya terlibat sesuatu yang tidak terduga dengan wanita yang menjadi asisten Prof Takashi. Xioba mulai menjelaskan apa yang terjadi di coffee shop kampus. Yu mendengarkan dengan baik tanpa memihak siapapun. "Kalian memang salah," ujar Yu pada akhirnya setelah mendengar penjelasan Xioba. Xioba tidak terima dan memindahkan kesalahan itu pada Yohan. Kalau saja Yohan tidak datang dan mengagetkan dirinya, maka cup kopi di tangannya tidak akan terjatuh. Terjadi perdebatan antara Xioba dan Yohan sehingga Yu berusaha menghentikan itu. Akhirnya Xioba dan Yohan tidak berdebat lagi. "Wanita itu sangat keterlaluan," ucap Xioba. Mereka dimarahi di depan umum, bahkan disuruh membersihkan lantai. "Jangan menyalahkan orang lain, kalian sendiri yang menyebabkan masalah." "Kenapa kamu membelanya?" Yohan tidak suka, apalagi Yu teman mereka. Setidaknya berpihaklah walau hanya dimulut saja. "Wanita sangat peduli dengan penampilan. Kalian sudah menyebabkan sepatu dan roknya terkena noda kopi." Yohan mengacak rambutnya frustasi. "Tapi kami menawarkan ganti rugi. Tapi dia menolak begitu saja." "Wanita aneh." Yu tertawa kecil. "Bagaimana kalau yang terkena noda kopi bukan asisten Prof Takashi tetapi Prof Takashi sendiri?" Xioba dan Yohan langsung merinding. "Jangan sampai!" ucap mereka secara bersamaan. "Siapa yang mau menikah dengan wanita seperti itu?" Xioba masih sangat kesal. "Tidak akan ada yang mau. Terlalu menakutkan." Membayangkan saja sudah sangat menakutkan bagi Yohan. "Kasihan yang akan menjadi suaminya nanti." "Sudah sudah... Lebih baik membicarakan hal lain," ucap Yu sambil membuka lemari. Dia bersiap untuk ke kampus karena ingin bertemu dengan Prof Alex. "Aku kira kamu sangat miskin sampai tidak bisa membeli pakaian." Xioba menatap isi lemari Yu yang dipenuhi oleh pakaian yang sama. "Apa yang kalian pikirkan?" Yu mengerutkan kening. Ia tidak pernah mengaku tidak memiliki uang kepada orang lain. Hanya saja, ia ingin hidup di apartemen sederhana. "Kami mikir kamu sangat miskin," ulang Yohan lagi. Yu hanya bisa geleng-geleng kepala. "Aku punya uang," ungkapnya. "Apa kamu hobi membeli pakaian yang sama dalam jumlah banyak?" Yu mengangkat bahu. Dia tidak mau ribet sehingga membeli pakaian dengan warna yang sama. Kalau tidak dilihat dengan jelas, maka orang lain menganggap dirinya menggunakan pakaian yang sama setiap harinya. "Apa kamu anak konglomerat yang sedang kabur?" Xioba mempunyai imajinasi yang cukup tinggi. Apalagi setelah melihat isi lemari Yu. Pakaian dengan harga yang cukup mahal. Yu langsung tertawa. Temannya berpikir terlalu berlebihan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN