Keesokan harinya, karena ada satu pemuda di kampung janda yang hilang. Pak Boni memberi penjelasan dengan tegas di depan Nirmala dan para warga kampung janda.
Sebelum acara wayang golek dimulai harusnya mengadakan ritual dulu buat para karuhun dan membakar kemenyan dan si kemenyan itu disimpan di setiap ujung panggung. Karena kalau tidak membakar kemenyan ditakutkan ada kejadian yang aneh yang bisa mengacaukan suasana wayang golekan.
Sebelum dimulai lelakonnya, sinden itu wajib harus menyanyikan lagu “daun pulus” dan “kidung” karena kalau tidak dinyanyikan menurut kepercayaannya pajajaran (yang berupa harimau) akan mengamuk, pasti akan ada kejadian yang aneh yang tidak diharapkan oleh penonton.
Katanya pajajaran itu suka ada di tempat acara wayang golek, cuma diamnya di tempat yang sepi dan sunyi bukan di keramaian orang-orang. Pajajaran pun menyaksikannya sambil menari (istilah desa ini yaitu pada joged) ketika mendengarkan lagu itu dan katanya menyaksikannya suka sampai selesai.
Makanya menonton wayang golek harus sampai selesai, karena kalau misalkan tidak sampai selesai atau pulang tengah-tengah sedangkan lelakonnya belum selesai. Katanya suka dicegat sama pajajaran, atau berupa raksasa berbadan besar datang menghampiri orang yang pulang itu dalam bentuk yang menyeramkan.
Nirmala yang mendengar semua itu langsung bergidik ngeri. Membayangkan kalau bertemu dengan harimau yang menyeramkan dan menerkamnya. Para tokoh agama dan warga mengadakan pengajian bersama untuk meminta supaya pemuda hilang itu kembali lagi ke keluarganya.
Akmal menulis dengan rinci cerita wayang golek di kampung janda kembang, membuatnya tambah tertarik untuk lebih dalam meneliti kampung misterius.
Pria bermata sipit itu duduk santai sambil menulis dan Wily datang menyapanya lalu, duduk di sampingnya.
Nirmala mencebik melihat dua pria menyebalkan duduk berseberangan dengannya.
"Jangan sok imut, hidung beo," gumam wanita bermata belo itu sembari menyilangkan kedua tangannya di depan d**a.
Akmal hanya melempar senyum dan melambaikan tangan. Wily menepuk pundaknya.
"Jangan dekati dia. Kamu tahu 'kan wanita itu pembawa kematian," ucap Willy mengingatkan dengan mata menyipit.
Akhirnya, acara pengajian yang di laksanakan di lapangan itu selesai. Para warga pulang ke rumah masing-masing.
***
Sudah satu minggu berlalu, pemuda itu belum juga ditemukan. Sanak keluarganya menangis, merudung kesedihan.
Nirmala merasa cemas dan merasa ada yang mengawasi setiap gerakannya. Semenjak Rosa masuk ke rumah sakit, ia jarang mencuci baju di sungai. Mimpi bertemu anak kembar selalu menghantui dirinya, dalam mimpi itu wanita yang tidak jelas gambarannnya, sangatlah kejam memperlakukan si kembar.
Dalam mimpi Nirmala selalu melihat wanita tinggi ada tato bunga mawar di kaki kirinya. Sangat jelas, ia melihat pemilik tato itu selalu menyiksa anak perempuan dengan memberi hukuman dikurung dalam satu ruangan dan kepala sang anak dijedotin ke tembok. Rintihan kesakitan anak kecil itu membuat gendang telinga si janda kembang itu mendadak sakit.
Dengan nekad bulat diam-diam, wanita pemilik mata belo itu datang ke Mbah Parman yang rumahnya berada di Sukaraja. Diantar oleh Mang Usep menuju rumah si paranormal kondang yang terkenal kesaktiannya seantero sampai ke kota-kota.
Nirmala merasakan bulu halus di tangannya berdiri setelah sampai di rumah Mbah Parman yang rumahnya tipe 36 dengan patung harimau menjadi penjaga pintu rumahnya.
Di depan rumah berwarna kuning gading itu ada kolam ikan ukuran sedang yang berisi ikan mujaer dan ikan mas. Wanita bermata belo itu menyuruh Mang Usep langsung pergi, takut sang ibu curiga kalau anaknya datang ke paranormal.
Pintu pun terbuka disambut oleh lelaki setengah baya yang memiliki cincin batu sepuluh yang dipakai di semua jari tangannya. Nirmala melempar senyum sembari bergidik melihat cara pakaian Mbah Parman seperti Superman manusia Hero yang dilahirkan di Amerika, kostum merah, biru dan celana dalam dipakai di luar.
"Superman," sapa Nirmala sembari menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal.
"Suparman, Neng. Silakan masuk!" Suara bass itu menjawab dengan lantang dan tegas.
Nirmala melihat kondisi dalam rumah Mbah Parman, ternyata di setiap sudut rumahnya banyak poster Superman dan miniatur Superman sebagai hiasan. Ini bukan seperti paranormal lain yang berbau kemenyan dan dominan sang hitam menutupi isi ruangan atau barang-barang klenik dan mistis menjadi pajangan dalam ruangan.
Wanita berambut sepunggung itu menceritakan semuanya sembari bulir air mata terus luruh ke lantai. Sangatlah memilukan menceritakan semua kisah pengantinnya yang berujung kematian.
"Kamu sepertinya sudah terikat oleh genderewo, seseorang sudah membuatmu terikat dengan genderewo itu, dinikahkan dengan mahluk gaib," ucap Mbah Parman sembari manggut-manggut melihat aura jelek yang terpancar di tubuh wanita langsing di depannya.
Mata belo itu terbelalak, bibir ceri itu mengatup, dan seluruh tubuhnya terasa gemetar. Ia tidak menyangka ada orang jahat yang selama ini mengusik hidupnya.
"Kita harus membuat sate gagak untuk memanggil genderewo itu." Mbah Parman bangkit dari duduknya dan menuju ke arah dapur.
Nirmala mengangguk pelan, ia sudah pasrah kalau mata batinnya harus dibuka kembali untuk menyelesaikan semua masalah yang terus merayap ke dalam pikirannya.
Tidak lama kemudian, Mbah Parman datang dengan burung gagak hitam yang sudah disembelih dan dikasih bumbu untuk dibakar di depan sang janda kembang itu.
"Berby ... hai, mata biru!"
Wanita bule di depannya masih cuek, beybeh. Terpaku melihat sate gagak yang menggoda napsu makannya.
"Neng Nirmalaaa!" teriak lanjut oleh Mba Parman
"Iya Mbah, sumuhun," sahut Nirmala dengan kalem dan tenang.
Membuat hati Mbah Parman melting, dijawab suara merdu wanita bule di depannya.
Mbah Parman menceritakan kalau sosok genderewo ini menyeramkan.
"Intinya Wowo itu tampilannya jelek poool, tinggi besar, d**a bidang dan pahanya kokoh," tutur Mbah Parman sambil membakar sate gagak.
"Wah, itu tampan atuh, Mbah. Seperti bintang filem India, Keripik Roshan dan Sahrung khan," sahut Nirmala sambil mengusap air matanya yang menempel di pipi.
"Mbah belum selesai menjelaskan, dia itu hitam legam kebanyakan main arang, berbulu, mata merah, bertaring, dan bercakar. Kukunya panjang karena tidak ada gunting kuku."
"Nanti aku potongin kukunya kalau dia muncul, Mbah. Mau pakai gunting rumput atau golok buat potong daging?" tanya Nirmala sembari melempar senyum.
"Kamu tidak takut, santai sekali," tegur Mbah Parman sembari mengkerutkan dahinya.
"Wowo itu seperti filem Gorila itu, 'kan?"
Mbah Parman mendengar kepolosan Nirmala, membantingkan tubuhnya ke belakang tanpa alas tidur. Tiba-tiba udara dingin masuk dan membuat miniatur superman itu terbang semua.
Nirmala bertepuk tangan melihat Mbah Parman juga terbang dengan tubuh yang diputar-putar, wanita bule itu mendongak ke atas.
"Mbah, hebat bisa terbang!" teriak sang janda itu takjub melihat lelaki berpakaian superman terbang di atas kepalanya.
"Terbang otakmu, ini si Wowo datang," timpal Mbah Parman memelotot.
Badan kurus itu terbanting sampai ke luar rumah, terjatuh masuk ke dalam kolam. Nirmala melongo takjub. "Apakah itu Wowo yang membuat berantakan rumah paranormal?" gerutunya.
Mbah Parman datang dengan baju yang basah kuyup dan berbicara sendiri dengan lantang, sambil komat-kamit.
"Mbah, tolong buka mata batinku," pinta Nirmala sambil menggoyang-goyang pundak lelaki yang berdiri di hadapannya.
Hanya dalam lima menit dan menyentuh pusat di antara kedua mata sang janda kembang, di atas tulang hidung, jari telunjuk Mbah Parman memberi totokan.
Nirmala membuka matanya perlahan dan benar ia dapat melihat sosok hitam berbulu itu tepat di belakang tubuh Mbah Parman. Wowo itu menyeringai sembari melambaikan tangannya.
"Aargghhh, Wowo jelek amat. Mode ganteng mirip artis Sahrung, bisa?" Nirmala melangkah mundur.
"Bisa, karena kamu adalah istriku. Apapun kemauanmu akan kuturuti," sahut Wowo dengan satu kedipan mata secara spontan menjadi sarung kotak-kotak hitam dan abu-abu.
Mbah Parman tersenyum sumringah. Untung, Wowo ini dodol. Enggak tahu yang dimaksud oleh Nirmala itu artis India bernama Sahrul Khan. Ia dengan gesit menarik sarung yang tergeletak di lantai.
Wanita bermata belo itu terpaku menatap Wowo itu berubah bentuk. Ternyata benar setan itu bisa berubah bentuk dengan semaunya.
"Apakah aku salah ucap? Sahrul khan, bukan Sharung." Nirmala menggigit jari telunjuknya.
Wowo yang sudah berubah sarung itu berontak ketika sudah ada di genggaman Mbah Parman.
"Lepaskan aku!" jerit Wowo.
Lelaki paruh baya itu komat-kamit, membuat Wowo kepanasan. "Katakan siapa yang membunuh para suami Nirmala, apakah kamu?"
"Lepaskan dulu, nanti kujawab seratus benar. Aku mau berubah dulu jadi Sahrul Khan!"
Mbah Parman tidak percaya dengan ucapan setan berbulu itu lalu, ia memasukkan Wowo di dalam toples, diberikan ke Nirmala dan mengingatkan harus dikembalikan ke orang yang sudah mengirimkan si Wowo, supaya bisa terlepas dari perjanjian pernikahan gaib itu.
Mantra paranormal itu bertahan empat belas hari. Wowo dibuat tidur dalam toples, jika melebihi waktu yang sudah disebutkan makhluk berbulu itu akan keluar dengan mudah.
Nirmala mengangguk pelan lalu, ia pamit pulang sambil membawa toples kecil isinya si Wowo yang berubah menjadi Sahrul Khan. Hanya si janda kembang itu yang melihat sosok Wowo.
Wanita berambut panjang itu berjalan cepat, sebelum matahari kembali ke peranduannya. Setelah berjalan hampir satu jam sampai di jembatan penghubung desa Sukaratu dan desa Sukaraja, tatapannya berserobok dengan sosok wanita memakai selendang seperti penari jaipong sedang berdiri di atas batu di tepi sungai.
Nirmala pura-pura tidak melihat, memalingkan wajahnya. Ia dekap toples kecil itu dengan erat dan mempercepat langkahnya. Semburat sinar jingga menghiasi langit, pertanda senja sudah datang. Ini waktu yang tidak tepat bagi seorang indigo berada di luar rumah karena pintu alam lain terbuka tepat sang senja itu datang.
Kalau masyarakat kampung janda selalu bilang pamali jangan di luar kalau mau azan Magrib.
"Semoga dia tidak tahu kalau aku bisa melihat makhluk astral," gumam Nirmala. Debaran suara jantungnya sudah tidak menentu, ingin segera sampai di istananya itu.
Suara panggilan pun masuk, ternyata ada kabar dari rumah sakit yang membuat wanita bule itu membulatkan matanya dengan sempurna.
"Tidaaakkk, nggak mungkin!" teriak Nirmala sambil berlari kencang.