" kamu itu sering kali memakiku, ucap Naura pelan.
Alex gelagapan melihat sikap Naura seperti itu. Biasanya Naura merajuk bila melihat Alex marah,, ini ia hanya membuang muka, dan menahan air matanya yang mau jatuh
"Bu... bukan seperti itu maksudku," ucap Alex berusaha mendekat, tapi sepertinya tak mampu berbuat banyak ketika mendapati Naura hanya menunduk menahan air mata.
"Sudahlah, mas! susah juga bersama orang yang tidak mencintai kita. Apa pun yang kita lakukan terlihat salah" Naura menyeka air matanya, kemudian merapikan rambut, pipinya memerah dan berlalu mengambil tas untuk pulang.
" jangan begitu, Naura seperti anak kecil" ucap Alex mencoba menahan tangannya.
" Memang, mas! Aku ini anak kecil, Dimata mu, aku tidak pernah dewasa, aku tak pernah baik, aku tak bisa sederhana seperti yang kamu idam-idamkan, tak ada kebaikanku di mata kamu, aku capek!aku lelah!aku semakin yakin untuk berpisah denganmu mas," ucap Naura tegas.
Alex hanya mematung mendengar Naura berbicara, bibirnya kelu, tak bisa berkata apa-apa, penyesalan menyeruak.Ia merutuki dirinya sendiri, mengapa sulit menahan rasa marah.
Alex masih gelagapan ketika Naura meninggalkannya dengan air mata yang masih turun, dengan segenap perasaan yang tak menentu, Alex mengejar Naura , memegang tangannya dan menahan sang istri.
" lepasin !" ucap Naura pelan tapi menekan kata-katanya "
" kamu kenapa cepat marah seperti ini?" tanya Alex, ia sendiri tau bila udah salah, tapi sekedar mengatakan maaf pun seperti tertahan di tenggorokan.
Naura melepas tangan Alex dengan kasar, saat ini ia merasakan sangat marah
" jangan seperti ini di rumah ibu, kasihan mereka kalau melihat kita bertengkar "
" Mereka pun tahu, kalau kita bertengkar, itu pasti sumbernya dari kamu!" ucap Naura kembali
Alex menghela nafas, kemudian kembali memegang tangan Naura untuk membawa istrinya itu duduk dan menenangkan keadaan. Tapi Naura kembali melepaskan tangannya.
"mas! kamu ini sebenarnya sadar gak sih, aku ini cantik, aku mandiri,aku bisa belanja dengan uangku sendiri, aku bisa menemanimu dalam keadaan apa pun, aku bisa mencintaimu apa adanya"
" lalu?"
" lalu.. bila sampai saat ini kamu tidak mencintaiku, bukan aku yang salah! bukan aku yang jelek, tapi kamu yang tidak tahu bersyukur!"
Naura menyeka air matanya, lalu menegakkan wajahnya, tak ingin terlihat lemah. lalu pergi meninggalkan ruangan ini dan juga Alex.
Gilang memperhatikan dari jauh, sikap kakaknya memang tak pernah berubah, selalu terjebak dalam egoismenya sendiri. Mungkin nanti akan terasa sakit ketika yang ada pada genggamannya lepas.
" Naura menghampiri ibu mertuanya dengan senyum mengembang. Cintanya pada orang tua Alex sama seperti orang tuanya sendiri. Apalagi Naura bisa merasakan bagaimana ibu dan bapaknya menyayanginya tulus tanpa embel-embel kekayaan.
" sedang apa, Bu?" Naura duduk disampingnya.
" Biasalah kalau ngak ada kerjaan ibu suka bikin-bikin beginian."
"Ini lucu loh. Ibu berbakat, ya."
Senyum di wajah tuanya mengembang." Ibu waktu muda dulu memang suka menggambar, menyulam, dan hal lainnya yang berhubungan dengan desain."
" kelihatan, sulaman ibu cantik sekali, estetik sekali."
" kamu bisa saja!" jawab ibu tersipu.
" Aku serius, Bu"
" nanti kalau sudah jadi, syalnya ibu kasih ke kamu, ya"
Naura mengangguk senang. Tak berapa lama Gilang ikut bergabung dengan mereka.
" jangan kasih ke Naura, Bu! kasih ke calon Gilang aja Bu. ucap Gilang berkelakar.
" Ibu..., masa Gilang sampai sekarang masih panggil aku Naura, sih ! " ucap Naura dengan nada manjanya dan mengerucutkan bibir seraya memegang tangan ibu mertuanya.
"Iya, nih. Dia kan kakak iparmu, panggil kakak jangan nama," ucap ibu membela menantu kesayangannya.
"Enggak, ah ! kita kan seumuran"
jawab Gilang menggoda kakak iparnya."Ibu..." Naura semakin bergelayut manja pada ibu mertuanya.
" Kamu tenang saja, sekali lagi ibu dengar dia manggil nama, ibu pites kepalanya.
Naura merasa menang dan menjulurkan lidah ke arah Gilang.
Kini Alex yang memperhatikan dari kejauhan, tanpa disadari ada sejumput rindu atas sikap manja istrinya.
" kami harus pulang, Bu. Besok harus masuk kantor" ucap Alex mendekat.
" Tak bisakah nginap satu hari satu hari saja?" ucap ibu.
"Kami akan datang lagi lain kali " jawab Alex.
"Bohong ! " Ibu membuang mukanya.
" bagaimana mau menginap menelpon ibu saja jarang!"
Alex kembali diam, terkadang ibunya sendiri pun sangat sulit menelusuri sikap anaknya yang sangat pendiam dan dingin sejak dulu. Tapi meski begitu, Alex adalah anak yang sangat peduli, sejak kecil ia sangat pintar dan penurut, tak pernah membuat gaduh. Berbeda dengan Gilang yang terkenal selengean dan banyak teman.
"Alex pasti datang dan menemui ibu kalau tidak sibuk kerja, akhir-akhir ini kantor lebih banyak menyita waktu "
Ibu masih mengerucutkan bibir tak terima penjelasan sang anak. Kemudian Alex mendekat, lalu duduk disamping kanan sang ibu dan memeluknya, " jangan cemberut, Bu. lewat mulut itu doa-doa ibu sampai ke Arsy , kalau cemberut gimana? nanti ditolak malaikat."
" kamu itu suka bisa merayu, ibu !"
Naura melihat Alex bersandar pada ibunya selalu membuat jantungnya berdegup kencang, Ia sadar, Alex pria yang baik, hanya saja ia gak mencintaiku.
***
.
.
.
"Kamu tak serius dengan ucapanmu tadi kan?"
"Aku serius, bersamamu itu hanya akan berakhir sakit. Karena kamu hanya bisa menilai keburukan diriku, pernah kamu memujiku?"
" Pernah ! kamu nya saja yang tidak sadar, bahkan aku pernah menciumi mu diam-diam saat tidur, memperhatikan wajah mu yang cantik."
Naura menatap ke arah suaminya, tapi Alex masih fokus pada kemudinya, wajah Naura pun bersemu merah, ia buru-buru melihat kearah jendela, melihat pohon-pohon yang seolah bergulir melewatinya.Jingga mulai terlukis pada langit senja, seharusnya ini menjadi sore yang indah, namun Naura menatap nya dengan sebilah hati yang patah.
"Aku tidak akan menceraikan mu, Naura "
" lalu mau apa? membuatku semakin sakit?"
" Tidak... silahkan kamu memberi jarak pada kita. Tapi tidak akan ada perceraian !"
" Kamu egois, mas !"
" Aku tidak egois, aku cuma melaksanakan janji pernikahan kita tiga tahun yang lalu"
" janji apa? selama pelaksanaannya kamu tidak pernah memberi cinta untukku itu sakit rasanya."
Alex menghela nafas panjang, ia selalu tak mampu menjawab ketika pembahasannya selalu begini. Ia bingung pada hatinya. Membayangkan perpisahan dengan Naura kenapa tiba-tiba menakutkan.
Mereka tiba di rumah setelah malam menjelang, masih tanpa suara, keduanya pun masuk ke kamar masing-masing.
" Sekali lagi, kita tidak akan berpisah, tapi aku akan memberi ruang padamu, padaku, sehingga kita bisa menetralkan segala perasaan, " ucap Alex.
Naura tak menjawab dan langsung langsung masuk ke kamar, sementara Alex pun masuk ke kamar yang lain.