"Kamu ini kenapa?"tanya Gasendra yang menatap Minur dengan tatapan aneh. Ia sudah yakin calon istrinya 100% orang aneh.
"Ah tidak apa-apa. Aku kan jadi malu,"kata Minur dengan menundukkan kepalanya.
Minur langsung masuk ke dalam rumah dan membuat Gasendra kebingungan sendiri. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Jadi karena anak-anak kita sudah saling menerima perjodohan ini, kita sekalian mengadakan acara pertunangan. Bagaimana?"saran Matthew, ayah Gasendra.
"Setuju," seru Ekawira.
"Tunggu dulu, Ayah! Apa ini tidak terlalu cepat? Aku dan Minur belum lama saling kenal. Sebaiknya kami berdua saling kenal dulu. Iya kan, Minur?"
Gasendra menatap galak Minur untuk menyetujuinya. "I-iya."
"Kalian tunangan saja dulu dan kalian masih punya waktu untuk saling mengenal sebelum hari pernikahan," kata Matthew.
"Betul,"seru Ekawira.
"Yang penting kalian mengesahkan dulu hubungan kalian, supaya tidak ada orang lain yang bisa merebut kalian,"kata Matthew.
"Kalian tidak perlu mencemaskan itu, karena tidak ada seorang pria pun yang akan merebut Minur dari Gasendra yang sangat imut, lucu, lezat, dan menggemaskan." Minur memeluk lengan Gasendra, lalu menyandarkan kepalanya tanpa malu-malu lagi.
Gasendra berusaha memisahkan diri dari Minur, tapi sia-sia, karena Minur mencengkeram kuat lengannya. Raut wajahnya nampak kesal. Gasendra tidak akan pernah menyangka sama sekali, kalau ia tidak bisa berkutik saat bersama Minur, gadis kampung aneh.
"Ya Tuhan, dosa apa yang sudah kuperbuat sehingga aku mendapatkan calon istri seperti Minur,"bisik hati Gasendra.
"Sepertinya Minur sudah mulai lengket pada Gasendra. Iya kan, Ma," kata Matthew kepada istrinya.
"Benar. Sepertinya diantara mereka ada lem super yang sudah merekatkan mereka."
"Betul."
Matthew mengeluarkan kotak cincin dari saku celananya, lalu membukanya. "Ini cincin pertunangan yang sudah turun temurun di keluarga kami."
Mata Minur langsung bersinar berkilauan melihat cincin yang sangat indah itu. Cincin dengan batu safir biru berbentuk hati dan di sekelilingnya ada ukiran logam yang mencengkeram batu safir itu.
"Gasendra, pasangkan dijari calon istrimu!"perintah ayahnya.
Gasendra memasangkan cincin itu di jari manis Minur dengan enggan, sebaliknya Minur terlihat sangat senang. "Terima kasih, my honey bunch sugar plum."
Mata Gasendra langsung melotot pada Minur memanggilnya dengan sebutan itu. Ia tersenyum dikulum dan senyuman jahil tersungging di wajahnya yang tampan. "Sama-sama, my sweetie pie."
Minur menatap Gasendra dengan wajah bahagia. Ia melihat kelopak-kelopak bunga mawar merah berjatuhan di sekeliling Gasendra.
"Ya ampun. Gasendra, kamu unyu sekali dan juga tampan seperti dewa yang turun dari langit. Aku sudah tidak sabar ingin segera menyantapmu di atas ranjang. Rasanya akan seperti apa ya. Apa rasa spaghetii bolognese, pancake, kue madu?" pikir Minur.
Minur berusaha menahan air liurnya supaya tidak menetes.
Gasendra merasa takut melihat Minur yang sedang menatapnya seperti itu. Tatapan seseorang yang sedang lapar dan ingin segera menyantap makanan di depannya. Bulu roma Gasendra langsung berdiri semua dan tubuhnya menjadi merinding.
"Ehm. Kalian berdua terlihat sangat mesra. Sit suit," kata Ekawira.
Minur tersipu malu dan mulai terlihat gurat-gurat merah di wajahnya.
"Makan siang telah siap. Sebaiknya kita makan siang dulu," kata ibu Minur.
Mereka kemudian menuju ruang makan yang menghadap langsung ke kolam ikan. Berbagai macam makanan telah tersedia di meja makan. Sayur asem, goreng ikan asin jambal, tempe, ayam goreng, bebek goreng, tumis daun pepaya, sambal, dan lalapan.
"Kami sudah lama tidak memakan makanan seperti ini, iya kan, Ma," kata Matthew.
"Betul, Pa."
"Ayo silahkan dimakan!"kata Ekawira.
Ayah Minur sudah memberi tanda kepada Minur supaya makan secara normal. Ia mengambil nasi dengan porsi sedikit yang membuat hatinya sedih bagai teriris pisau melihat nasinya yang begitu sedikit.
"Mama, tolooooong aku!" Jerit hati Minur.
***
Setelah selesai makan siang, keluarga Balker kembali ke ruang tamu. Minur membantu ibunya untuk membereskan meja makan. Ia masih menatap nanar ke arah makanan yang masih berjejer di meja, lalu mengelus perutnya minta diisi lagi, tapi ia menahannya, meskipun hatinya sangat sedih dan terluka. "Selamat tinggal makanan!"bisik hatinya. Minur menahan air matanya agar tidak menetes.
"Oh kenapa rasanya begitu sangat sedih berpisah dengan makanan yang lezat ini dan rasa sedih ini sama seperti ketika berpisah dengan orang yang kita cinta. Duh Minur, jangan lebay ah. Ini kan hanya makanan," pikir Minur.
Minur membereskan semua piring dan gelas kotor dan menyimpan semuanya di wastafel. Mbok Jumi yang akan mencuci semuanya nanti. Minur kembali ke ruang tamu dan ayahnya sedang asik berbicara dengan calon besannya, sedangkan Gasendra terlihat asik melihat sesuatu yang berada di pangkuannya.
Minur terpekik kaget saat tahu Gasendra sedang melihat album fotonya ketika masih kecil. Gadis itu langsung merebutnya dan ia sangat malu calon suaminya telah melihat semua foto-foto masa kecilnya.
"Berikan!"perintah Gasendra.
"Tidak mau."
Gasendra tersenyum jahil. "Apa kamu malu?"
Wajah Minur langsung berubah merah seperti kepiting rebus masih mendekap erat album fotonya.
Gasendra berdiri dan berbisik di telinga Minur yang membuat gadis itu terasa geli, karena hembusan napas Gasendra menggelitik telinga dan lehernya.
"Aku perlu tahu siapa calon istriku. Jadi berikan album itu kepadaku,"perintahnya dengan sedikit memaksa.
Gasendra berusaha merebutnya dari Minur dan gadis itu tetap mempertahankannya. Akhirnya terjadi saling rebut. Tenaga Gasendra yang kuat berhasil mengambil album foto dari tangan Minur.
Tentu saja aksi mereka dilihat oleh kedua orangtua mereka. "Kalian ini kenapa saling rebut seperti anak kecil saja," seru Ekawira merasa malu melihat tingkah putrinya, begitu pun juga dengan Matthew melihat tingkah putranya yang tidak mau mengalah.
"Maafkan aku," kata Minur.
Minur dan Gasendra kembali duduk. Ia memutar matanya kepada calon suaminya dengan kesal dan cemberut, tapi Gasendra memberikan senyuman jahil kepadanya. Pria itu merasa senang sudah membuat Minur kesal.
Aroma sosis bakar menguar dari tubuh Gasendra. Cuping hidung Minur mulai bergerak-gerak. Tanpa sadar ia mendekati Gasendra dan mengendus-endus tubuhnya. Minur terkejut saat ia menyadari wajahnya sudah terlalu dekat dengan wajah Gasendra, bahkan Minur hampir mencium bibirnya. Selama sesaat Minur nampak terpesona oleh tatapan Gasendra. Matanya telah terkunci pada mata hazelnya yang indah yang sedang menatapnya tajam.
Ini pertama kalinya Minur terpukau ketika melihat tatapan seorang pria kepadanya, sehingga Minur tidak bisa mengalihkan pandangan ke arah lain. Pikiran Minur menjadi buntu dan napas Gasendra begitu nyata membelai wajahnya. Tatapan Gasendra masih menguncinya, seolah-olah bisa menembus jantungnya, sehingga Minur semakin tidak mampu berpaling dan merasakan sesuatu yang tidak pernah rasakan sebelumnya.
" Mau sampai kapan kamu akan terus memandangiku seperti itu?"
Suara Gasendra menginterupsinya dan Minur dengan wajah malu langsung menjauh dan kembali duduk. Minur menunduk malu. Ia berusaha setenang mungkin, meskipun jantungnya berdetak sangat kencang tidak terkendali.
Gasendra juga mengalami yang sama. Ia juga berusaha menenangkan dirinya. "Apa-apaan itu tadi, kenapa jantungku seakan berhenti ketika gadis kampung itu menatapku," bisik hati Gasendra.
"Sit suit," seru Matthew dan Ekawira.
Minur dan Gasendra akhirnya menyadari kedua orangtua mereka dari tadi memperhatikannya, membuat mereka berdua semakin malu. Kedua ibu mereka langsung menebarkan confetii.
"Sepertinya mereka sudah tidak sabar ingin segera menikah,"sindir Ekawira.
"Benar," kata Matthew menyetujuinya. "Sebaiknya kita tentukan hari pernikahan anak-anak kita."
"Bagaimana kalau 4 bulan lagi dari sekarang?"saran Ekawira.