"Hallo Assalamualaikum Om, tumben nih inget telpon keponakannya? Mau bagi-bagi duit abis menang Lotre ya?" tanyaku ketika menerima panggilan telpon dari Om Dharma adik papa yang paling kecil.
Om Dharma dulu pernah tinggal di rumah kami waktu masih kuliah di kedokteran. Pada saat itu aku masih SMP. Aku sebagai anak perempuan satu-satunya dengan dua kakak laki-laki, tumbuh menjadi anak tomboy yang manja. Om Dharma ini salah satunya yang sangat memanjakan ku. Aku ingat dulu kalo pulang kencan dengan tante Diana, pasti aku dibawakan oleh-oleh, ntah itu martabak, coklat, atau apa saja makanan yang sempat di belinya. Di lain waktu kalo om Dharma ada janjian nongkrong di Cafe bersama teman-teman kuliahnya, aku pasti diajak, katanya siapa tau aku berjodoh dengan salah satu teman nya yang mahasiswa kedokteran. Aya-aya wae si Om, ya kali bocah SMP mau pacaran sama anak kuliahan, terus aku manggilnya om dokter gituuu?
"Waalaikumsalam, itu mulut masih aja on ya, batrenya nggak pernah soak kayaknya. Emang Om gak boleh telepon keponakan bawel yang udah beranak dua ini ya?" tanya Om Dharma dan membuatku terkekeh.
"Kalo mau perhatian tuh jangan nanggung om, teleponnya sekali seminggu kek, kirim martabak kek, atau kirim voucher departemen store gitu, kan enak. Ini Nelpon nya sebulan sekali aja nggak, sekalinya nelpon pasti nyuruh-nyuruh doang, nggak asyik punya om kayak gini," rajukku.
"Dimana -mana keponakan yang harus rajin telpon om nya yang udah tua ini. Tanyain kesehatannya, tanyain sekarang kerjanya dimana, trus bilangin supaya jaga kesehatan. Lha ini keponakan ngarep di telpon doang," balas om Dharma tidak mau kalah.
"iish om ... aku ini janda lho, perlu perhatian dan kasih sayang. Mas Yanda sama Mas Garin aja sering telpon dan nanyain keadaanku sama anak-anak, malah om yang jarang telpon, kasih tiket liburan kek om. Sedih ku pasti langsung sirna," ucapku agak di bikin melow.
"Makanya cari suami dong. Kamu kan masih muda, cantik lagi.. Pasti banyak penggemarnya. Apa perlu om carikan nih, dokter mau nggak?" Om Dharma mulai meledekku lagi.
"Ya ampun Om, aku udah tiga puluh lima tahun tahun, beberapa bulan lagi udah tiga enam malah, masa dibilang masih muda? Lagian om penasaran amat kayaknya dari dulu pengen banget aku punya jodoh dokter. Aku tuh bukan tulang rusuknya dokter, tapi suratannya aku keponakan dokter Dharmawan Spesialis Anak," aku tertawa senang mengganggu om favoritku ini.
"Nanti kalo ternyata kamu tulang rusuknya dokter, Om ketawain sampe puasss," balas om ku.
"Nggak mungkin Om, Aku sudah happy bertiga sama krucil.kemana mana bertiga, susah senang bertiga," ucapku.
"Kamu tunggu lima tahun lagi, mereka akan sibuk dengan urusan mereka sendiri, kamu pun akan banyak sendiri. Kamu lihat Om dan tante Diana, sekarang kami hanya tinggal berdua. Kalo om praktek, tante Diana lebih kesepian lagi. Tapi paling nggak kami bisa saling berbagi cerita berdua setiap hari, pikirkan itu Rani," Om Dharma mulai dengan mode om-om nya, tentu saja menasehatiku.
"Ih mikirnya ntar aja deh om. Umur segini paling dapetnya aki-aki mau pensiun. Mana mau laki-laki umur empat puluh tahun memperisitri wanita umur menjelang tiga enam, sudah lah janda,eh ada buntut pula, akan berbiaya tinggi om. Mendingan mereka cari yang umur tiga puluh ke bawah, selain fresh, paling biayanya skin care doang, sekali-sekali barang branded," jawabku sarkas.
"Ya om cuma mengingatkan, jangan terlena dengan hidup bertiga aja, buka lah hati kamu supaya kamu juga bahagia sampai tua nanti, o ya Ran, om mau mengundang kamu, mau acara selamatan rumah. Om baru pindah ke rumah baru minggu ini."
"Pindah kemana Om?" tanyaku.
"Masih di Bintaro, cuma beda komplek aja. Kan masih dekat sama kamu juga. Acaranya sabtu minggu depan ya. Mulai jam sebelas sampai selesai"," ucap om Dharma
"Owh bagus deh minggu depan, soalnya minggu ini aku penuh juga. Selain mengantar klien aku juga ada reuni kecil sama sahabatku waktu kuliah. Kalo minggu depan bisa aku atur waktunya," sahutku.
"Owie sama Nino di ajak ya Ran. Om kangen sama cucu-cucu. Nanti Yanda sama Garin juga mau datang katanya. Tapi papa dan mama kamu kayaknya nggak bisa datang. Ada acara reuni grup hajinya yang sudah terjadwal," jelas om Dharma.
"InsyaAllah ya om, nanti anak-anak diajak. Om ngundang saudara-saudara aja?" tanyaku
"Ya saudara , ada juga teman-teman om dan tante Diana, tapi yang dekat-dekat aja, biar berasa akrab acaranya. " jawab Om Dharma.
"Ok sip Om, salam buat tante Diana ya. InsyaAllah aku datang."
"Nanti om kirim alamat sama shareloc ya."
"Ya om."
"Terimakasih Ran, jaga kesehatan ya. Salam sayang buat cucu -cucu Om, Assalamualaikum" Om Dharma mengakhiri pembicaraan telpon kami.
"Waalaikumsalam"
¤ ¤ ¤
Sabtu pagi yang santai. Setelah menghabiskan sarapan bersama Owie dan Nino, kami ngobrol bertiga di halaman belakang sambil berjemur matahari pagi. Hari ini kami mempunyai kegiatan masing-masing. Rencana awalnya kami akan menghadiri acara selamatan rumah om Dharma, tetapi ternyata ada latihan tambahan dari club basket anak-anak, jadi mereka tidak bisa ikut aku ke rumah om Dharma. Aku juga yang tadinya berniat datang jam dua belas saja, akhirnya meleset juga soalnya klienku mendadak merubah jadwal survey sore menjadi siang jam dua belas! Aiissh! Berantakan semua rencana. Klien adalah raja, jadwal mereka lebih penting dari pada jadwal ku sendiri.
"Jadi mama mau anter klien jam dua belas,, hari ini akan survey tiga rumah. Mama pulang jam dua, terus mengantar aa' sama Nino ke tempat latihan. Mama nggak nungguin ya a', mama mau ke rumah Eyang om. Nanti kalian selesai jam enam, mama langsung jemput terus kita makan malam di luar aja ya, mama nggak sempat masak dan jauh lagi kalo pake pulang,"ucapku membuka pembicaraan.
"Iya ma, hari ini ada briefing khusus dari coach soal pertandingan minggu depan. Jadi mungkin lewat dari jam enam. Padahal aa' pengen ikut ke rumah Eyang om. Sudah lama nggak ketemu Aya sama Rolland," ucap Owie menyebut nama sepupu nya anak Mas Yanda dan Mas Garin.
Mas Yanda dan Mas Garin tinggal di Bandung dekat dengan orangtuaku. Mereka datang khusus bersama keluarga masing-masing dari Bandung untuk acara Eyang Om, panggilan anak-anak ku untuk Om Dharma. Wajar saja mereka kangen ketemu sepupu-sepupunya yang beda kota. Biasanya kami akan ke Bandung bertemu keluargaku dan juga neneknya dari pihak Devan. Tapi sudah tiga bulan ini kami tidak ke Bandung karena kesibukan weekend kami yang padat.
***
Hari ini cuaca lumayan panas. Aku akan mengantarkan klien untuk survey tiga rumah, ternyata cukup menguras tenaga. Jam tiga aku baru selesai dengan tiga rumah tersebut. Klien yang janjinya datang jam dua belas, ternyata baru hadir hampir setengah dua dengan alasan macet, Hellooo .. kalo tidak mau pakai alasan macet, harus lebih pagi dong jalannya!
Ada rasa kesal tapi ya mau bagaimana lagi, sekali lagi klien ada lah Raja. Ini perut juga udah mulai lapar. Mau makan dulu tadi tapi takut klien ku datang, alhasil ngunyah sukro dan air putih aja deh.
Sekarang aku menuju ke rumah om Dharma. Sudah telat sih, tapi tidak apa-apalah, yang penting datang. Kakak-kakak ku Mas Yanda dan Mas Garin tadi udah telpon dan bilang mau jalan balik lagi ke Bandung dan nggak cukup waktu buat nungguin aku datang.
Jarak dari tempat ku sekarang menuju rumah om Dharma sebenarnya cuma 15 Km, harusnya sebentar juga sampai. Tapi kalo sabtu gini, orang-orang pada keluar rumah, semua membawa keluarganya ntah ke tempat wisata atau sekedar ke Mal. Ya pasti macet. Aku nikmati saja perjalanan ini. Bagaimana nanti saja tiba nya jam berapa. Target ku jam lima sore aku sudah harus jalan dari sana untuk jemput Owie dan Nino.
"Assalamualaikuuumm ... Rani keponakan kesayangan dataaang, yuhuuuuu," teriakku sambil masuk ke dalam rumah om Dharma. Aku berani teriak begitu karena aku lihat keadaan rumah mulai sepi. Hanya terlihat mobil Mercy hitam yang terparkir di luar halaman selain mobil om Dharma .Terlihat juga beberapa orang yang sedang melipat kursi -kursi dan memunguti sampah minuman bekas acara, sepertinya cukup ramai acara tadi siang.
Aku sangat kaget dan langsung menutup mulut ku dengan telapak tangan, ternyata Om Dharma sedang berbicara dengan seseorang, berwujud laki-laki ganteng, sepertinya dia tinggi terlihat kakinya yang panjang waktu duduk, berkulit putih dengan pakaian kemeja tangan pendek dan celana kanvas warna dark brown. Kelihatan elegant dan berkelas.
"Eh maaf .. kirain gak ada tamu, Hehe.. Permisi, aku ke belakang dulu om nyari tante," ku bergegas mau meninggalkan ruang tengah itu. Gila, malu banget!
"Kamu tuh datang-datang udah kayak Tarzan aja. Sini kenalin dulu, ini dokter Aris Pratomo. Papanya Aris ini teman om dan juga yang punya rumah sakit tempat om praktek sekarang. Bapaknya nggak bisa datang karena ada pekerjaan, jadi di wakilikan oleh anaknya," ucap Om Dharma.
Aku menjulurkan tangan, "Halo mas dokter, aku Rani keponakan favorit om Dharma."
"Ris, kamu nggak bakal menyangka kalo keponakan saya ini ibu dengan dua anak, hobby nya ya begini, selain gangguin om nya, ya teriak-teriak."
Mereka berdua tertawa, aku hanya memberi cengiran saja.
"Pak, ada pak RT datang menunggu di depan," tiba-tiba satpam Om Dharma masuk memutus obrolan kami.
"Eh sebentar ya Ris, om mau menemui pak RT sebentar, Ran. .. temenin Aris sebentar," perintah si om sambil berlalu ke depan rumah.
"Mas nya sudah makan? Aku belum nih, laper banget. Aku lihat kedalam sebentar ya." Tanpa mendengar jawabannya aku langsung berjalan ke dalam. Ternyata meja saji masih full makanan. Dan tante Diana sedang merapihkan meja.
"Ran, baru datang? Makan yuk, ini bakso nya enak lho, tante pesan di bakso kranji, tau kan? "
"Wah enak banget itu baksonya, mau ah.. Aku langsung mengambil mangkok dan mulai meracik bakso. Dan aku langsung meracik dua mangkok bakso.
"Kamu datang sama siapa Ran, kok meracik buat dua mangkok, anak yang satu lagi makan apa?" tanya tante Diana heran
"Itu ada tamu om Dharma, sepertinya cuma disuguhi kue sama si om, sekalian ajalah aku buatin tan, mungkin dia juga malu kalo disuruh kesini, aku sendiri nggak bawa anak - anak," jawabku.
Lalu aku langsung membawa dua mangkok bakso ke depan.
"Mas dokter, ini aku racikin bakso sekalian, makan ya. Enak lho racikan kuuu pasti bikin pengen nambah hehe " cengirku sambil menyerahkan semangkok bakso ke pada pria ganteng ini.
"Makasih ya, sebenarnya nggak usah repot-repot."
"Nggak repot kok, aku juga sekalian buat. Nggak enak juga kalo aku makan sendiri, masnya cuma ngeliatin aja"
Dia tersenyum dan mulai menikmati bakso yang aku racik tadi.
"Aku suka.. "
"eh, suka apaan?"
"Bakso nya."
"Owh kirain suka sama aku," cengirku yang langsung membuat lawan bicara ku tertawa.
"Tenang aja, aku inget kok kata dokter Dharma, kamu ibu dengan dua anak, kalo aku suka nanti dimarahin sama bapaknya anak-anak."
Aku hanya tertawa kecil. Lalu mengalihkan pembicaraan.
"Mas dokter sama kayak om Dharma, spesialis anak? "
"Aku dokter bedah syaraf."
"Owh." aku hanya menaggapi singkat sambil tetap menikmati bakso kesukaanku.
"kamu kerja?"
"Iya, aku agent property. Ini tadi aku telat gara-gara mengantar klien ku yang ngaret, malah aku nggak sempat ketemu dengan kakak-kakak ku tadi, mereka keburu balik ke Bandung. Tapi nggak apa-apa deh, paling nggak masih ketemu mas dokter yang telat juga.. Hehe."
"Aku terlambat karena tadi baru selesai praktek jam 4, di rumah sakit Jatra. Untung cuma sepuluh menit ke sini."
"Jadi kita ini manusia telat karena pekerjaan ya," jawabku dan membuat kami tertawa bersama.
"Bagaimana bisnis Property, masih bagus kah sekarang?" tanya Mas dokter eh mas Aris
"Masih, pasar masih bagus, permintaan juga banyak."
"Aku minta nomor telpon kamu dong, siapa tau nanti ada rejeki bisa investasi," ucapnya.
Untuk seorang Agent property, dimintai nomer telpon itu nggak bikin ge er, justru bikin senang, karena berarti ada peluang. Tapi untuk saat ini kenapa aku yang deg-deg an ya. Rasanya seneng gitu diminta nomer telpon. Semoga dia Nelpon , eh.
Dengan entengnya aku kasih dia nomer telpon ku, mau minta nomer telp balik? Gengsiiii dong.
Aku melihat jam dan terkejut. Astaga sudah jam lima sore.
" Maaf ya mas, aku harus pamit dulu. Mau jemput anak-anak di tempat basket soalnya."
"Jemput nya dimana? "
"Di area kebayoran, lumayan jauh dari sini. Perlu spare waktu supaya nggak terlambat"
"Mau aku antar?"
Wuiiiihhhh, deg-degan nih.
"Eh nggak usah, aku bawa mobil kok. Setelah itu juga mau bawa anak-anak jalan. Mumpung malam minggu."
"Owh iya, maaf aku lupa, acara keluarga ya?"
Aku beri dia senyuman aja deh. Mau di jawab juga berat rasanya. Pada saat bersamaan Om Dharma masuk.
"Mau kemana Ran, datang belakangan kok pulang duluan?"
"Udah jam lima om, mau jemput anak-anak basket dulu. Mereka selesai jam enam, jadi aku mau jalan sekarang."
"Wah kok sore banget, bisa malam kalian sampe rumah nanti. Kamu bertiga aja sama anak-anak tuh bikin khawatir tau nggak," omel om Dharma.
Aku memainkan bola mata naik ke atas
"Udah setahun selalu bertiga kaliii, santai aja om," jawabku cuek
"Keponakan saya ini suaminya meninggal setahun yang lalu, anaknya masih kecil, makanya saya suka khawatir, tapi yang di khawatirkan malah cuek aja," jelas om Dharma, tentu nya kalimat itu tertuju untuk lelaki ganteng di depan ku ini. Waaah terbongkar rahasiaku.
"Ehm tante mana ya.. aku mau pamit," hindarku dan langsung masuk ke dalam mencari tante Diana.
Setelah pamit dengan tante Diana, aku menuju ruang tengah kembali menemui om Dharma dan si mas dokter.
"Aku pamit om.. belum sempat tour rumah baru nya nih.. Tapi kelihatannya aja udah keren banget, Rani pengen juga rumah luas dan punya kolam renang kayak gini. Doa in ada rejeki ya om."
"InsyaAllah," jawab om Dharma
"Yuk mari aku duluan ya mas," aku mengucap salam perpisahan buat mas ganteng itu.
"Assalamualaikum."
Mata itu dari tadi hanya memandang tanpa bicara. Kok mendadak gagu ya dia. Hahaha