Mobil yang membawa Frey memasuki sebuah perumahan elit di ibukota yang menjadi lokasi syuting Jevais.
"Apa ini kantor Papa?" tanya Basil ingin tahu. Dia melongokkan kepala lewat jendela mobil yang dia buka dan mengamati situasi. Ada beberapa kru sinetron melintas dan membawa beberapa perlengkapan syuting.
"Papa tidak memiliki kantor. Dia itu aktor. Iya kan Ma?" Bianca mengkoreksi saudara kembarnya.
"Iya, Papa aktor."
"Dan Mama, aktris kan?" Basil menambahkan.
"Dari mana kamu tahu?"
"Tante Lea yang bilang." Basil menunjuk Lea yang duduk di sebelah Pak Rahadi—supir pribadi Frey yang sudah menemaninya sejak masa awalnya menjadi artis.
"Kalau begitu, kenapa Mama selalu di rumah? Kenapa Mama tidak sesibuk Papa?"
"Karena Mama memang tidak lagi aktif di layar kaca setelah kalian lahir. Mama ingin terus bersama kalian."
"Oh begitu." Bianca mengangguk-angguk.
"Tapi, aku pernah melihat Papa bersama cewek lain," celetuk Basil tiba-tiba, dan hal itu membuat Frey tersedak ludahnya sendiri, Lea juga mendadak membalikkan tubuhnya dari kursi penumpang depan.
"Apa kamu bisa menjelaskannya pada Mama?" tanya Frey pelan-pelan setelah Lea memberinya minum.
"Ya...aku tidak sengaja melihat hp Sus Risa, aku lihat video Papa dan cewek, bukan Mama."
"Oh...." Ingatan Frey melayang pada beberapa waktu yang lampau saat Basil mengatakan melihat Jevais bersama wanita lain.
"Itu hanya akting, Basil," ucap Lea menanggapi.
"Akting? Apa itu?"
"Itu pekerjaan Papa. Seorang aktor pekerjaannya berakting dalam sebuah drama atau film yang disaksikan banyak orang. Mereka memerankan sebuah tokoh yang ada dalam cerita. Jadi itu bukan hal yang sesungguhnya."
"Aku nggak mengerti."
"Tidak apa-apa. Nanti, kalau kamu sudah dewasa, kamu akan mengerti." Frey mengusap kepala Basil dengan perasaan bergemuruh. Sebenarnya, apa yang Basil lihat di ponsel baby sitternya? Video apa yang Basil lihat? Apakah cuplikan sinetron yang tengah dilakoni Jevais? Atau lainnya? Frey benar-benar penasaran. Frey percaya pada Jevais, tapi ucapan Basil membuatnya ragu.
"Mama, jadi ini tempat Papa bekerja?" Sekarang, Bianca yang bertanya.
"Iya."
"Kenapa Papa bekerja di rumah? Kenapa Papa tidak bekerja di rumah kita saja?"
"Sayang, perumahan ini lokasi syuting sinetron. Papa berakting di sinetron itu."
"Oh begitu." Bianca mengangguk-angguk, tapi dia tidak sepenuhnya mengerti.
Kepala Frey mendadak pening, mengajak anak-anak ke lokasi syuting tidak semudah bayangannya karena mereka menemukan banyak hal untuk ditanyakan dan hal itu membuat Frey cukup repot.
"Nah kita sampai!" Lea bicara dari kursi depan. "Ayo kita turun!"
"Yeay! Apa kita akan bertemu Papa?"
"Tentu saja."
Bianca dan Basil melompat turun saat Lea membuka pintu untuk mereka. Keduanya nampak sangat bersemangat, karena ini kali pertama mereka datang ke lokasi syuting. Kesenangan Basil dan Bianca berbanding terbalik dengan Frey. Menginjakkan kaki di lokasi syuting membuatnya merasakan suatu hal yang mengusik dirinya.
Jujur saja, dia merindukan suasana syuting seperti dulu kala. Hari-hari sibuk menghabiskan waktu untuk membaca script, juga bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang. Dibandingkan kehidupannya sekarang, jelas kehidupannya monoton dan membosankan. Ya...dia bahagia melihat perkembangan Basil dan Bianca dari hari ke hari, tapi hal itu berbeda dengan kehidupannya saat masih berkarir di layar kaca. Dahulu, dia berpikir apakah mengejar karir akan memberikan kepuasan padanya, dan apakah itu semua cukup berharga jika ditukar dengan anak-anak yang mungkin akan lebih mengenal baby sitter dibandingkan dirinya. Tapi sekarang, Frey merasa merindukan gemerlap panggung layar kaca. Lea mungkin benar, dia harus segera kembali sebelum kesempatannya di layar kaca hilang selamanya.
"Hai Chen!" Lea menyapa manajer Jevais yang menyambut mereka.
"Oh hai Basil, Bianca!" Chen memberikan tos pada kedua anak itu.
"Halo Om Chen, mana Papa?"
"Papa di dalam. Sedang take, tapi sebentar lagi selesai."
"Apa itu take?" tanya Bianca ingin tahu.
"Mengambil gambar."
"Maksudnya?"
"Jadi, Papa berakting dan seseorang akan merekamnya."
"Oh begitu. Basil, nanti aku akan merekam kamu, jadi nanti kamu harus berakting ya!" Bianca memerintah saudara kembarnya.
"Aku tidak ingin berakting. Aku tidak ingin seperti Papa. Aku ingin menjadi dokter." Basil menolak.
"Ini hanya bermain syuting, bukan sebenarnya."
"Aku tidak mau. Aku tidak suka bermain syuting."
"Mama, Basil tidak mau bermain bersama aku!" Bianca mengadu.
"Kalau begitu, kamu tidak bisa memaksa Basil bermain syuting, kalian bisa bermain bersama permainan yang lain."
"Tapi aku ingin bermain pekerjaan Papa."
"Kamu bisa bermain bersama aku, Bianca!" Lea menengahi sebelum Bianca lebih ribut.
"Tapi aku ingin bermain bersama Basil!"
"Kamu juga bisa bermain bersama Om Chen!" Lea menunjuk Chen, dan lelaki itu terpaksa mengiyakan. Dia tidak terlalu menyukai anak-anak dan tidak tahu bagaimana bermain bersama mereka.
"Iya, nanti kita main ya? Sekarang, kita lihat Papa dulu. Bianca pengen ketemu Papa kan?" Chen mengulurkan tangan pada Bianca dan gadis kecil itu mengangguk.
"Gendong!" ucap Bianca pada Chen sambil mengangkat kedua tangannya.
"Bianca, kamu tidak boleh seperti itu. Om Chen capek, dan kamu sudah besar." Frey menegur.
"Biarkan saja, Frey." Chen menggendong Bianca sebelum Frey mengatakan apa-apa.
"Dia akan jadi manja."
"Hanya sekali aku menggendongnya tidak akan membuatnya manja, Frey." Chen tertawa kecil dan membawa Bianca masuk ke dalam rumah yang cukup luas itu.
"Aku juga mau digendong." Basil mengangkat tangannya pada Lea.
"No...Basil." Frey berkata pada putranya.
"Tapi Bianca digendong Om Chen!" protesnya.
"Biarkan saja." Lea langsung menggendong Basil.
"Ck! Kalian terlalu memanjakan!" Frey berkata kesal, tapi tentu saja tidak ada yang memperdulikan ucapannya.
Mereka masuk ke dalam rumah mewah yang dijadikan properti syuting sinetron. Saat mereka masuk, Jevais sedang mengambil gambar bersama Kiyoko. Sepertinya, adegan ini termasuk dalam adegan romantis—yang tentu saja sangat dinanti oleh fans mereka, karena Jevais nampak bertengkar dengan Kiyoko tapi tidak lama kemudian, dia memeluk Kiyoko dengan hangat sampai sutradara mengatakan "cut".
Hati Frey sedikit bergetar saat melihat secara langsung bagaimana interaksi antara Jevais dan Kiyoko. Dia tahu itu hanya akting, tapi saat dia melihat bagaimana Jevais menatap Kiyoko, Frey merasa cemburu. Tatapan Jevais seperti seseorang yang sedang mencurahkan segala perasaannya dan juga jatuh cinta. Begitu juga Kiyoko, dia menatap Jevais seperti seseorang yang mendambakan cinta dan perhatian Jevais. Mungkinkah semua pemikirannya ini salah? Apakah Jevais dan Kiyoko, hanya sedang mendalami peran?
"Mama!" Suara tangisan pecah membuat Frey mengalihkan tatapannya dari Jevais dan Kiyoko yang baru saja mengambil adegan, lalu bicara sesuatu dengan sutradara—kemungkinan terkait hasil gambar mereka, sekaligus membuyarkan segala pikiran Frey.
"Ada apa Bianca?" Tergopoh, Frey mendekati Bianca yang masih berada dalam gendongan Chen.
"Mama! Papa jahat!"
"Jahat?" Frey menatap putrinya tidak mengerti, lalu mengambil Bianca dari gendongan Chen.
"Papa...kenapa Papa sayang sama Tante itu?" Bianca menunjuk Kiyoko, dan membuat Frey merasa hatinya terluka. Entahlah bagaimana bisa ketidakpahaman Bianca atas akting Jevais dan Kiyoko membuatnya terluka.
"Itu akting, Sayang. Akting." Frey menekankan kata-katanya, entah untuk meyakinkan Bianca atau kah sekaligus untuk meyakinkan dirinya sendiri. "Papa hanya berpura-pura, bersandiwara, bukankah kamu sudah membahas ini tadi? Papa itu aktor, pekerjaannya adalah berakting dalam sebuah cerita."
Frey berusaha memberikan pengertian pada Bianca tapi anak itu terus menangis dan sulit ditenangkan sampai Jevais akhirnya menghampiri mereka karena Chen memberitahunya bahwa Frey dan anak-anak berkunjung ke lokasi syuting.
"Kenapa, Sayang?" tanya Jevais. "Apa yang membuat putri cantik Papa menangis?" Jevais berusaha menggendong Bianca tapi anak itu menolak mentah-mentah.
"Papa jahat!" Tuding Bianca sengit.
"Jahat?" Jevais menatap tidak mengerti.
"Dia melihatmu memeluk Kyo, Jev." Chen memberitahu.
"Papa tidak sayang Mama!"
"Tentu saja Papa sayang Mama."
"Tapi Papa memeluk Tante itu!" Bianca berkata emosional.
"Sayang, itu hanya akting!" Frey mencoba mengulangi kata-katanya. "Papa dan Tante Kiyoko hanya berakting. Berpura-pura."
Tapi apa pun yang Frey dan Jevais katakan Bianca tetap menangis dan marah. Sementara, Basil hanya diam, anak itu tampak lebih tenang dan mengamati situasi, setidaknya, hal itu membuat Frey agak lega karena Basil tidak ikut tantrum seperti apa yang Bianca lakukan.
"Halo!" Mendengar tangisan Bianca, Kiyoko menyambangi. "Halo siapa ini? Bianca ya?" Kiyoko mencoba bersikap manis dan menyapa Bianca tapi anak itu menangis semakin keras. Dia tidak menyukai Kiyoko.
"Hei, Tante punya coklat, kamu mau?" Kiyoko berusaha membujuk, tapi tetap saja Bianca menolak.
"Maafkan Bianca, dia tidak mengerti bahwa tadi akting, dia menyangka papanya bersama perempuan lain. Aku rasa, Bianca merasa cemburu." Frey menjelaskan.
"Ah...ya...anak-anak memang kadang seperti itu, aku mengerti. Tidak ada yang harus dimaafkan, Frey."
"Apa ini Basil?" Kiyoko mengalihkan tatapannya pada Basil yang terdiam dalam gendongan Lea.
Anak lelaki itu mengangguk, tapi tatapan matanya nampak tidak berminat.
"Halo Basil!" Suara ramah Kiyoko menyapa dan dia mengeluarkan coklat. "Kamu suka coklat?"
"Ya."
"Kalau begitu ini untukmu, dan ini untuk Bianca, berikan padanya saat nanti dia sudah tidak kesal."
"Oke."
"Good boy." Kiyoko mengusak puncak kepala Basil.
"Katakan terima kasih pada Tante Kyo," bisik Lea pada Basil dan anak itu menurut.
"Mereka anak yang manis," puji Kiyoko. "Maaf aku harus kembali ke tempatku, manajerku menunggu untuk memberikan briefing kegiatanku," pamit Kiyoko.
"Oke, terima kasih, Kyo," ucap Frey.
"Aku akan menyusulmu nanti," ucap Jev.
"Tidak masalah, santai saja dulu bersama keluarga kamu. Tidak perlu terburu-buru, aku akan mengatakan pada sutradara agar mengambil scene lain dahulu."
"Terima kasih banyak, Kyo!"
"Bukan apa-apa, Jev." Lalu Kiyoko meninggalkan Jevais bersama keluarganya.