Sayuri dan Fein harus menaiki sebuah mobil yang telah disediakan oleh Soha dan petugas turnamen yang lain. Soha yang tidak bisa ikut mengantar mereka hanya bisa menangis ketika Sayuri meninggalkannya.
Mungkin karena saat ini mereka harus bertemu dengan seseorang yang menjadi sponsor—dengan kata lain orang yang menggunakan turnamen ini untuk menutupi pekerjaan ilegalnya yang melakukan perdagangan manusia—turnamen tersebut, orang – orang yang mengendarai mobil yang dinaiki oleh Sayuri dan Fein bukan ‘petugas’ biasa.
Mereka tidak menggunakan seragam yang digunakan oleh para petugas turnamen sebelumnya. Layaknya seorang agen yang ada di dalam film Men In Black, mereka menggunakan setelan jas berwarna hitam ditambah dengan kacamata yang berwarna hitam pula. Potongan rambut mereka yang hanya sepanjang beberapa senti dan tidak pernah mengatakan apa pun dari mulutnya menambah keyakinan Sayuri kalau orang – orang ini berusaha untuk mengikuti agen yang ada di dalam film tersebut.
Semua barang yang dibawa oleh Sayuri dan Fein dibawa—atau disita(?)—oleh mereka dan dimasukkan ke dalam bagasi mobil yang berbeda dengan mobil yang mereka kendarai saat ini. Tentu saja, sebelum menaiki mobil ini mereka harus melewati pemeriksaan seluruh tubuh, dengan alat detektor logam.
Sayuri tidak tahu dari bahan apa alat pelacak yang sebelumnya diberikan oleh Emil padanya, tapi karena Sayuri dapat dengan mudah melewati pemeriksaan itu, sepertinya alat itu dibuat dengan sangat praktis.
Mengandalkan alat detektor logam saja tidak akan cukup untuk seseorang yang sangat berhati – hati, Sayuri juga harus melewati pemeriksaan secara manual, dengan kata lain tubuhnya yang diperiksa luar dalam. Untung saja yang memeriksanya seorang petugas wanita.
Sayuri sering melewati pemeriksaan seperti ini di kehidupan sebelumnya, dan ada beberapa ‘tempat’ yang cocok untuk menyembunyikan alat sekecil ini, dan tentu saja kali ini Sayuri menggunakan cara yang sama.
Percaya tidak percaya, menyelipkan alat pelacak sebesar kancing pada rambutnya yang dikepang kemudian disanggul selalu berhasil. Mungkin semua petugas terlalu fokus pada kantong mau pun selipan pada jahitan baju yang dikenakan oleh seseorang, sehingga mereka tidak pernah berpikir bahwa ada bagian dari tubuh seseorang yang dapat dimanfaatkan dengan cara yang sama jika orang itu dapat melakukannya dengan sangat baik.
Untuk Fein … Sayuri tidak tahu ia menyembunyikan alat semacam itu di mana. Mungkin ia akan menanyakan hal itu setelah semua ini selesai.
Mobil yang Sayuri dan Fein naiki merupakan mobil tipe SUV, yang dapat dinaiki oleh enam sampai delapan orang. Tapi saat ini hanya ada empat orang yang menaikinya.
Dua orang petugas dengan seragam Men In Black duduk di bagian depan, sedangkan Sayuri dan Fein duduk di bagian tengah. Untuk kursi belakang, Sayuri sempat melihatnya ketika ia masuk ke dalam mobil dan tidak ada seorang pun yang duduk di sana.
Keadaan di dalam mobil itu tentu saja sepi, radio tidak pernah dinyalakan, dan petugas yang mengantar mereka pun tidak pernah mengatakan apa – apa.
Sampai akhirnya kesunyian itu dipecahkan oleh Fein yang bertanya, “Peserta RL, apa kau datang ke tempat ini sendiri?”
Sayuri yang mendengar pertanyaan itu memiliki dua kemungkinan kenapa Fein melakukannya. Pertama, entah karena Fein yang memiliki kepribadian extrovert kemungkinan besar tidak tahan dengan keadaan sekitarnya yang sangat sepi, atau karena ia ingin … memancing sebuah reaksi dari orang – orang yang mengantar mereka.
“Itu benar. Awalnya aku hanya ingin mengunjungi pusat kota J untuk … belajar. Kebetulan aku melihat ada turnamen dengan hadiah Kredit yang cukup besar, sekalian saja aku mencoba untuk mendaftar,” balas Sayuri. “Aku tidak menyangka kalau pelatihan yang sering kulakukan di panti asuhan bisa membantuku untuk memenangkan turnamen ini.”
“Panti asuhan? Kau … berasal dari panti asuhan?” tanya Fein dengan kedua alis yang terangkat.
Sayuri terkekeh pelan, kemudian membalas, “Itu benar. Aku tidak memiliki keluarga, hanya seorang anak yang tidak diinginkan yang dibuang di depan panti asuhan kecil jauh dari pusat kota. Jujur saja, aku pergi ke pusat kota pun secara diam – diam.”
Fein mendesah panjang, kemudian berkata, “Rasanya mendengar perkataanmu itu aku ingin tertawa … tapi kasihan juga. Kau pergi ke tempat ini secara diam – diam … berarti kau melarikan diri?”
Sayuri mengangkat kedua bahunya terlihat tidak peduli. “Hmm, aku sudah meninggalkan surat berisi kalau aku tidak akan kembali ke panti asuhan dan memilih untuk tinggal sendiri dengan mencari pekerjaan di pusat kota. Apa itu bisa dibilang melarikan diri?”
Fein terkekeh pelan, kemudian membalas, “Ha, jika seperti itu sepertinya orang – orang yang berada di panti asuhan akan merelakanmu meski pun kau pergi begitu saja.”
“Lalu, bagaimana denganmu, Peserta Fain? Bukankah tidak adil hanya aku yang bercerita tentang latar belakangku?”
Fein mengusap dagunya dengan wajah yang pura – pura berpikir dengan keras, kemudian berkata, “Tidak ada yang spesial dariku. Sama sepertimu, aku tidak memiliki keluarga. Sejak kecil aku sudah tinggal di jalanan, karena itu aku memiliki kemampuan untuk menghajar orang lain dengan mudah untuk bertahan hidup.”
“Hoo, lalu? Kau ikut turnamen ini juga karena tertarik dengan hadiahnya?” tanya Sayuri.
“Itu benar. Asalkan aku mendapatkan uang yang banyak, aku akan melakukan apa pun,” balas Fein. “Bukankah itu yang membuatmu merasa kalau dirimu … ‘hidup’?”
Sayuri tidak tahu apa hal yang dikatakan Fein benar – benar kehidupannya yang sesungguhnya. Meski begitu, setidaknya ‘latar belakang’ mereka berdua seharusnya sudah cocok untuk masuk ke dalam perangkap sponsor turnamen yang mereka ikuti ini dengan mudah.
Melihat ke luar jendela mobil yang membawa mereka, sepertinya tujuan mereka masih berada di tengah – tengah pusat kota J. Sebelum sampai di tujuan mereka, Sayuri dan Fein terus berbicara mengenai hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan tugas mereka, seperti cara berlatih seni bela diri, latihan rutin yang mereka lakukan untuk membentuk tubuh, dan lain sebagainya. Semoga saja dengan melakukan hal itu, orang – orang yang membawa mereka tidak akan terlalu curiga.
Sesekali Sayuri melihat ke arah kaca spion yang ada di dalam mobil itu. Meski orang – orang yang mengantar mereka menggunakan kacamata hitam, dari tubuhnya yang sedikit terpekik ketika Sayuri melihat ke arahnya, sepertinya mereka juga memerhatikan Sayuri dan Fein setiap saat.
Melihat jam yang ada di dalam mobil itu menunjukkan pukul enam, sepertinya hari ini ia tidak akan bisa main Lord’s Regime … atau mungkin beberapa hari ke depan. Setidaknya Sayuri berharap kalau semua ini selesai sebelum tes masuk sekolah yang ada di kota C itu dimulai.
Sadar kalau mobil yang mereka naiki mulai melambat, Sayuri melihat ke luar jendela sekali lagi. Bangunan mewah berwarna putih dengan banyak kaca berada tepat di depannya. Jika saja Sayuri tidak membaca sebuah papan yang bertuliskan restoran, mungkin ia akan mengira kalau bangunan yang ada di depannya ini sebuah musium antik.
Pintu di depannya kemudian terbuka, memaksanya untuk segera keluar dari dalam mobil itu. Tentu saja, jika Sayuri tidak tahu apa yang harus ia lalui selanjutnya, mungkin seseorang yang membukakan pintunya itu bermaksud untuk sopan.
“Nona RL, Tuan Fian. Selamat atas kemenangan anda dalam turnamen yang disponsori langsung oleh Tuan Nelson,” kata seorang Pria yang terlihat berumur tiga puluh tahun ke atas mengenakan seragam pelayan. “Sebelumnya saya ingin memohon maaf karena saat ini Tuan Nelson sedang berada di perjalanan menuju tempat ini …”
“Tidak masalah, kami mengerti! Seseorang yang mengadakan turnamen besar seperti itu pasti sangat sibuk!” potong Fein cepat dengan wajah yang entah kenapa terlihat sangat ceria.
“… Terima kasih atas pengertian anda, Nona RL, Tuan Fian. Kami sudah menyiapkan hidangan makan malam untuk anda …”
“Oh, ide bagus! Kami sangat lapar, tunjukkan jalannya, pelayan!” potong Fein sekali lagi, yang membuat Sayuri mendesah panjang. Hm, setidaknya dengan ini mereka bisa menyingkat waktu untuk melewati formalitasnya.
.
.
Di atas meja makan yang ada di depan Sayuri sudah tersedia banyak pilihan menu yang dapat membuat perutnya meledak karena terlalu kenyang. Aroma dari makanan yang ada di depannya sangat menggoda selera, bahkan mulutnya terasa basah ketika menciumnya.
Namun, baik Sayuri mau pun Fein tidak ada yang bergerak untuk mulai makan. Karena mereka tahu, sesuatu yang tidak diinginkan pasti ditambahkan ke dalamnya.
Pelayan yang menyambut mereka pertama kali pun berada di ruangan yang sama. Dengan tangan yang diletakkan di sebelah dadanya, ia berkata, “Nona RL, Tuan Fian. Meski pun hidangan ini sangat sederhana, tapi kami berharap hidangan ini dapat memuaskan anda sebelum Tuan Nelson datang.”
Sayuri mengetukkan jarinya ke meja, menarik perhatian Fein dengan mudah. Sebuah percakapan tak terucap langsung terjadi ketika pandangan mereka saling bertemu.
Dengan cepat, Fein berkata, “Hm, benar … aku sangat lapar! Mungkin makanan di atas meja ini tidak akan cukup karena kecepatan makanku yang sangat luar biasa …”
“… Benar. Meski tubuhku seperti ini, nafsu makanku cukup besar, tapi …” lanjut Sayuri. “Pelayan, aku ingin kau ikut makan bersama kami. Bagaimana?”
Kedutan singkat di ujung bibir pelayan itu terlihat jelas oleh Sayuri dan Fein. Meski begitu, wajahnya kembali datar secepat kilat. Ia membungkukkan tubuhnya dengan tangan yang masih berada di sebelah dadanya, kemudian ia berkata, “Bagaimana saya bisa makan di meja yang sama dengan Nona dan Tuan—”
“Ayolah, tidak perlu formal begitu. Kami tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti ini karena kami hanya orang rendahan tanpa latar belakang yang jelas, bukan begitu peserta RL?” tanya Fein.
Sayuri tertawa satu kali, kemudian membalas. “Itu benar, peserta Fian. Untuk seseorang yang barbar seperti kita, yang bisa mengalahkan … hm, mungkin sepuluh orang sekaligus dengan mudah tidak perlu mendapat perlakuan seperti ini, ‘kan?”
“Benar, peserta RL! Kau dengar itu … ‘kan? Hm, jika tidak ada yang ingin menemani kami … kami menolak untuk makan makanan ini,” tambah Fein. Sayuri menganggukkan kepalanya menyetujui perkataan Fein.
Untuk sesaat, pelayan itu hanya terdiam dengan kedua mata yang tertutup, sampai akhirnya ia melirik ke arah jam tangannya dan berkata. “Kalau begitu saya akan menemani anda selama setengah jam. Sebelumnya, izinkan saya untuk pergi mengambil makanan—”
“Mengambil makanan? Untuk apa? Di atas meja ini sudah tersedia banyak makanan,” potong Sayuri dengan kedua matanya yang disipitkan dengan curiga. “Apa … kau tidak ingin memakan makanan yang sama dengan kami karena ada SESUATU yang tidak kami inginkan ditambahkan ke dalam makanan ini?”
“…”
“…”
“…”
Tidak ada seorang pun dari mereka yang kembali berbicara, sampai akhirnya Fein menaikkan kedua kakinya ke atas meja dan berkata, “Hm, bagaimana ini? Mungkin kau bisa bilang kalau apa yang kurasakan saat ini adalah insting untuk bertahan hidup … rasanya aku juga merasakan ada yang aneh dengan makanan yang ada di atas meja ini …”
Pelayan itu tiba – tiba berdeham kencang seakan berusaha untuk mengganti topik yang sedang mereka bicarakan, kemudian ia berkata, “Tidak ada yang seperti itu, Nona RL, Tuan Fian …”
“Kalau begitu, makan,” kata Sayuri singkat. Bukan meminta, tapi sebuah perintah.
Pelayan itu akhirnya duduk di salah satu kursi di depan meja makan bersama dengan mereka. Tapi tidak ada seorang pun yang mulai makan.
Dengan sigap Fein mengambil beberapa makanan yang ada di dekatnya untuk pelayan tersebut. “Aku yakin kau selalu melayani tamu. Sesekali, aku ingin kau merasakan KAU yang dilayani oleh tamu.”
“Te—Terima kasih … Nona RL, Tuan Fian …” gumam pelayan itu.
Lagi – lagi, ruangan itu kembali sepi. Melihat gerak – gerik canggung yang mulai diperlihatkan oleh pelayan itu, sepertinya tidak akan lama lagi ia akan menyerah …
“Kalau begitu izinkan saya makan terlebih dahulu …”
Melihat pelayan itu akhirnya menyuapkan potongan steak ke dalam mulutnya membuat Sayuri dan Fein sama – sama tersenyum dengan bangga. Tapi mereka memilih untuk menunggu pelayan itu menelan lima suap lagi.
“Akhirnya! Ayo kita makan, peserta RL!” sahut Fein semangat sambil mulai melahap … atau menghirup semua makanan yang dari tadi sudah berada di atas piring tepat di depannya.
Dilihat dari gerak – geriknya, sebentar lagi Fein pasti akan pura – pura sakit perut dan pergi ke toilet untuk mengeluarkan semua makanan yang baru saja ia telan …
“Ah! Ternyata benar, perutku yang biasa makan roti berjamur serta makanan kedaluwarsa lainnya tidak bisa menerima makanan semewah ini dengan baik! Di mana toilet!?”
“Ke—keluar ruangan ini belok kanan dan ambil lurus mengikuti koridor. Di ujung koridor akan ada pertigaan pilih koridor kiri, toilet ada di ujung koridor itu,” balas pelayan seakan sedang memberi tahu sebuah alamat yang sulit untuk ditemukan.
“Terima kasih! Kalian berdua lanjutkan makan kalian!” kata Fein sambil cepat – cepat keluar dari ruang makan tempat mereka berada.
Sayuri mendapati pelayan itu menghembuskan napasnya dengan lega, lalu terpekik ketika sadar kalau Sayuri memerhatikannya dari tadi.
“No—Nona RL … kau tidak … makan?” tanya pelayan itu sedikit grogi.
“Oh, aku mengikuti sebuah ajaran untuk tidak memakan apa pun seumur hidupku, dengan meminum air ini saja sudah cukup,” balas Sayuri sambil mengambil gelas yang berisi air mineral di dalamnya.
Melihat pelayan itu tidak berkata apa pun pada Sayuri yang hanya minum, sepertinya sesuatu juga ditambahkan ke minuman ini.
Tanpa ragu, Sayuri memenuhi mulutnya dengan air yang ada di dalam gelas itu, tapi tidak menelannya. Dengan santai ia mengambil serbet, pura – pura menyeka bibirnya yang basah dengan serbet itu, dan membuang isi mulutnya dengan menggunakan serbet itu.
Sayuri melakukannya beberapa kali sampai minuman yang ada di gelasnya habis, saat itu Fein sudah kembali dan duduk di kursinya lagi.
“Ah … sepertinya aku tidak akan bisa makan lagi!” kata Fein sambil mengusap perutnya beberapa kali dengan wajah yang puas.
“Haha …”
Tawa pelan keluar dari mulut pelayan yang ikut duduk bersama mereka. “Hahaha! Kalian berani – beraninya mempermainkanku! Untung saja kalian sudah makan dan minum …”
Belum sempat pelayan itu menyelesaika kata – kata yang sering dilontarkan oleh seorang penjahat ketika berhasil menjalankan rencananya, pelayan itu seketika kehilangan kesadarannya dengan kening yang membentur meja makan dengan kencang.
“… Sepertinya obat tidur yang ada di makanan ini cukup kuat?” gumam Sayuri pelan.
“Jika aku terlambat beberapa detik untuk mengeluarkan semua yang ada di dalam perutku … mungkin aku akan bernasib sepertinya …” balas Fein. “Bagaimana denganmu? Apa kau baik – baik saja.”
Senyuman tipis langsung terbentuk di wajah Sayuri. “Tidak perlu khawatir, aku memerankan peranku dengan sangat baik. Sepertinya kita hanya tinggal pura – pura tidur?”
Sayuri dan Fein kembali menoleh ke arah pelayan yang saat ini sudah mendengkur pelan. “Sepertinya begitu?” balas Fein. “Dia yang selalu melihat jam tangan yang ia gunakan pasti tahu kapan waktu mereka membawa kita, ‘kan?”
“… Hm, kalau begitu ayo kita tidur siang … maksudku sore terlebih dahulu,” tambah Sayuri.
“Jujur saja membodohi seseorang yang memiliki rencana jahat seperti ini rasanya sangat … tidak masuk akal,” gumam Fein pelan sambil menempelkan wajahnya ke atas meja makan.
“Setidaknya kita berhasil, ‘kan?” balas Sayuri.
“… Setidaknya kita berhasil …” []