Mungkin tanpa sadar Sayuri telah menggunakan seluruh keberuntungan dalam hidupnya. Karena, ia berhasil lari dari Owl setelah tiga hari lamanya mereka bermain kejar – kejaran dan petak umpet.
Sesuai perjanjiannya, setelah tiga hari berlalu, Owl menghilang begitu saja, meninggalkan Sayuri sendirian di tengah – tengah hutan yang ada di kaki gunung.
Biasanya, Sayuri dapat bertahan tanpa makan, minum dan juga tidur lebih dari lima hari. Namun, karena tiga hari ini dia lari dari kejaran Owl, rasanya seluruh kekuatannya terkuras habis. Ia benar – benar kelelahan.
Dengan cepat Sayuri keluar dari hutan itu, dan memilih untuk pergi menuju tengah kota. Secepatnya ia harus pergi dari tempat itu.
Namun, perkataan Owl sebelumnya benar – benar terjadi. Belum ada satu jam setelah Owl tidak lagi mengejarnya, sebuah peluru hampir saja bersarang di kepalanya.
Lagi – lagi, tanpa bisa beristirahat sedetik pun, ia harus lari dari kejaran puluhan orang yang dengan senang hati ingin memenggal kepalanya.
.
.
Sayuri hanya bisa menyeret kakinya dengan paksa untuk menjauh dari orang-orang yang mengejarnya. Sayangnya, ia salah memilih jalan, hanya ada gang buntu di depannya.
Napasnya tidak karuan, matanya mulai rabun, bahkan pakaian yang ia kenakan terasa berat karena dibasahi oleh darah. Dengan susah payah, Sayuri menyandarkan punggungnya pada bak sampah yang ada di ujung gang.
Pahanya terasa terbakar dan terus berdenyut menyakitkan mengiringi detak jantungnya yang semakin melemah. Padahal, peluru yang sempat tertanam di sana sudah ia keluarkan beberapa jam lalu. Bahunya juga ikut mengiringi denyutan pada pahanya, karena luka sayatan yang ia dapatkan belum lama ini.
Ia bahkan tidak memiliki kekuatan untuk menahan darah yang keluar dari luka itu. Jika saja ia memiliki waktu beberapa menit untuk istirahat, mungkin kedua luka itu tidak terlalu menyusahkan dirinya.
Sudah lima hari ini ia lari dari kejaran orang – orang yang masih setia ingin memenggal kepalanya. Ia tidak memiliki waktu untuk makan, apa lagi sebuah kemewahan yang dinamakan tidur. Ditambah staminanya belum pulih setelah ia bermain kejar – kejaran dengan Owl. Karena hal itulah ia sedikit kehilangan fokus dan terkena tembakan di pahanya, yang membuat keadaan lebih parah dibandingkan dengan sebbelumnya.
Tawa dari seseorang memantul pada dinding tempatnya berada, memaksanya untuk membuka kedua matanya yang sudah kelelahan. Sayuri hanya bisa tersenyum miris ketika melihat seorang wanita dengan dandanan tebal dan mengenakan baju yang hanya sedikit menutupi kulit tubuhnya.
"Sayuri! Bahkan kau memilih tempat yang tepat untuk mengakhiri hidupmu, ya?" katanya dengan suara yang melengking.
"Menjadikan tempat sampah itu sebagai kuburanmu, cocok sekali!" tambah lelaki yang ada di sampingnya. Tubuhnya yang gagah terlihat cocok menggunakan jas, ditambah dengan wajahnya yang sangat tampan, namun terlihat bagaikan iblis bagi Sayuri. Sama seperti orang tuanya.
Di belakang mereka berdua, ada lima sampai enam orang lainnya yang membawa berbagai macam senjata. Ujung bibir mereka semua terangkat, tertawa meledek pada Sayuri yang akhirnya berhasil mereka pojokkan.
Dari pada membalas perkataan kedua orang yang Sayuri harap bisa ia anggap sebagai ‘kakak dan adik’, ia lebih memilih untuk diam dan menyimpan tenaganya.
Bukan berarti dirinya sudah menyerah. Bahkan, saat ini ia berharap bisa menembakkan sinar laser dari matanya untuk melubangi turunan dari Keluarga Boyd di depannya ini.
Wanita yang berada di depannya mendecakkan lidah. "Tatapan itu ... Kau belum menyerah juga, ya!?"
"Dia tidak bisa melakukan apa-apa lagi, Leena. Mungkin saat ini malaikat maut sudah berada di sampingnya."
Leena menyeringai pada Sayuri. "Kau benar, John. Jadi, Sayuri ... bagaimana jika kita membuat kesepakatan?"
Mendengar pernyataan Leena, sebelah alis Sayuri terangkat.
"Sepertinya kau tertarik?" tanya Leena sambil mengeluarkan selembar kertas dari tasnya yang bermerek mahal. "Beri tahu aku di mana kau menyembunyikan kalungmu itu, dan kontrak ini akan menjadi milikmu."
Kalung? Apa mereka melakukan semua ini hanya untuk mengambil kalung miliknya? Kenapa? Untuk apa? Apa kalung miliknya itu sangat berharga? Apa ada sebuah rahasia pada kalung peninggalan ibunya itu?
Sayuri tidak tahu apa rahasia dibalik kalungnya itu. Tapi, menurutnya kalung itu lebih berharga dari pada nyawanya sendiri. Satu-satunya benda yang memberikan dirinya makna dari sebuah keluarga. Satu-satunya benda yang memberi tahu kalau sebelumnya ia tidak sendirian.
Mungkin karena Sayuri yang terus mengabaikannya, Leena semakin kesal dan kembali mendecakkan lidahnya. Kertas yang ia pegang mulai rusak karena ia mengepalkan tangan yang memegangnya. "Meski keadaanmu sudah seperti ini, kau lebih memilih untuk menyimpannya!?"
“Bukankah lebih baik kau menyayangi nyawamu sendiri dari pada tetap menyembunyikan kalung itu?” tambah John. "Berikan kalung itu, Sayuri. Aku dan adikku berjanji untuk menggunakannya lebih baik dari pada dirimu.”
"Menggunakannya lebih baik dariku?" tanya Sayuri. Meski ia ingin terdengar kuat, tetapi tenggorokkannya mengkhianati dirinya.
"Oh! Ternyata kau masih bisa mengeluarkan suara?" kata Leena sambil mendekati Sayuri. Ia menginjak paha Sayuri yang sebelumnya terkena tembakan dengan sepatu hak miliknya.
Sayuri menggigit bagian bawah bibirnya untuk menahan teriakkan, mulutnya langsung dipenuhi oleh rasa logam. Ia mengangkat wajahnya untuk melihat wanita yang menjadi bagian dari keluarga penghancur hidupnya ini.
Leena membalas tatapannya dengan pandangan meledek. "Berikan kalung yang seharusnya menjadi milikku!"
Tawa kecil keluar dari mulut Sayuri. "Milikmu?"
"Jika bukan karena keluargaku, mungkin saat kau masih kecil, kau sudah mati!"
Sayuri kembali tertawa. Mereka memang tidak tahu malu, berkata seperti itu bagaikan mereka menyelamatkan dirinya dari dunia yang busuk ini.
Justru sebaliknya, setelah ia diadopsi oleh keluarga Boyd, ia harus merasakan neraka dunia dengan berlatih menjadi mesin pembunuh! Lalu, apa yang Sayuri dapatkan dari semua itu? Tidak ada.
Sayuri tidak pernah tahu kenapa kalung miliknya itu bisa membuatnya berada di keadaan yang membahayakan nyawanya sendiri. Bahkan lebih membahayakan dari pada ketika ia menjalankan misi untuk menghabisi orang - orang yang menjadi saingan keluarga Boyd.
“Bagaimana jika aku memberitahumu sebuah rahasia?” bisik Leena pelan, senyuman di wajahnya seketika merekah. “Aku tahu kenapa kau masih menyimpan kalung itu, karena kau percaya kalau kalung itu bisa membuatmu kembali bertemu dengan ibumu, ‘kan?”
Sayuri langsung membalas tatapan Leena dengan mata yang disipitkan menahan amarah. “Jangan pernah berpikir untuk menyakiti ibuku, Leena.”
Kedua alis Leena terangkat, kemudian ia tertawa terbahak – bahak sambil menepuk pipi Sayuri beberapa kali. “Sayuri … aku tidak tahu apakah kau ini terlalu polos atau bodoh. Ibumu sudah lama mati, ayahku hanya menggunakan nama ibumu untuk tetap mengikatmu dan menjadikanmu anjing yang penurut.”
Kedua mata Sayuri bergetar ketika mendengar hal itu. Kedua tangannya yang sebelumnya tidak memiliki kekuatan terkepal keras menahan amarah yang sebelumnya sudah memuncak.
Melihat reaksi Sayuri, Leena semakin tertawa dengan puas. Ia kembali menginjak bekas tembakan pada paha Sayuri dengan hak sepatunya. “Lalu, aku juga yakin kau khawatir pada panti asuhan kotor di mana sebelumnya kau berasal, ‘kan? Apa kau tahu? Setelah kau meninggalkan panti asuhan dan ikut bersama ayahku … ayahku meledakkan panti asuhan itu, tanpa bekas sekali pun. Tanpa ada seorang pun yang selamat.”
“Leena!” sahut Sayuri tidak bisa lagi menahan amarahnya. “Semua karena kalian! Aku berjanji akan menghabisi kalian semua! Keluarga Boyd, aku akan menghancurkannya dengan tanganku sendiri!”
“Ah? Akhirnya kau kembali mendapatkan suaramu dengan baik! Katakan, katakan di mana kalung itu!” sahut Leena sambil mengangkat kakinya untuk menendang wajah Sayuri.
Namun, dengan mudah Sayuri menangkap kaki Leena dan mendorongnya sampai ia tersungkur. Teriakkan yang menyakitkan telinga terdengar oleh telinga Sayuri. Dengan cepat, ia menarik pisau kecil yang ada di balik punggungnya, berusaha untuk melemparnya ke wajah orang yang berhati busuk ini.
Suara tembakan terdengar dari suatu tempat. Mata Sayuri melihat sebuah peluru yang terarah pada kepalanya dengan gerakan yang lambat. Meski ia bisa melihatnya dengan jelas, tubuhnya tidak bisa mengikuti keinginannya untuk menghindari tembakan itu.
Dalam waktu yang bersamaan, Sayuri melempar pisau itu ke arah Leena. Sayangnya, ia tidak sempat melihat serangannya berhasil atau tidak.
Sayuri tidak tahu apakah ia merasakan rasa sakit ketika peluru yang ia lihat sebelumnya akhirnya terbenam di kepalanya. Yang jelas, saat ini ia hanya melihat langit yang mulai menjadi gelap oleh awan hujan yang sangat tebal.
Pandangannya berubah menjadi gelap seketika. Tubuhnya terasa sangat berat, napasnya tidak beraturan, mulai pendek dan melemah.
…
Tidak, Sayuri tidak boleh mati di tempat seperti ini. Ia tidak boleh mati sebelum ia menghancurkan keluarga Boyd dengan kedua tangannya sendiri! Sebelum ia membuat seluruh anggota keluarga Boyd merasakan apa yang dirasakannya selama ini!
Namun sayangnya, sampai jantungnya berhenti berdetak, Sayuri tidak bisa melakukannya. Semua sudah terlambat. Pilihannya sejak awal, yang setuju untuk menjadi anak angkat Keluarga Boyd dan ikut bersama Jerome sudah salah.
Semua sudah terlambat.
Pilihannya sejak awal sudah salah.
Jika …
Jika saja Sayuri bisa kembali pada waktu itu.
Hari di mana semua yang harus Sayuri lalui belum dimulai.
Hari di mana Sayuri memilih pilihan yang salah untuk hidupnya …
Ia tidak akan membiarkan dirinya mendapatkan perlakuan seperti ini lagi.
Ia tidak akan membiarkan saudara – saudaranya yang lain, bahkan Nyonya Agnes yang tidak melakukan kesalahan apa pun menjadi korban dari Keluarga Boyd.
Jika saja ia bisa kembali ke hari itu. Sayuri akan mengembalikan apa yang dilakukan oleh Keluarga Boyd pada dirinya dan orang – orang yang ia sayangi puluhan atau mungkin ribuan kali lipat!
Hanya itu.
Permohonannya … seseorang … sesuatu … tolong kabulkan permohonan kedua yang ia panjatkan selama hidupnya.
Permohonan pertama, untuk merasakan kehangatan sebuah keluarga … tidak ada yang mengabulkannya.
Kali ini setidaknya.
Setidaknya.
Tolong berikan Sayuri kesempatan untuk membalaskan dendamnya.
Hanya itu permohonan terakhirnya …
.
.
Sayuri tidak pernah percaya adanya surga mau pun neraka. Tapi jika ia menilai semua keburukan yang pernah ia lakukan semasa hidupnya, jiwanya pasti akan berakhir di neraka.
Namun, gambaran neraka yang selama ini didengarnya berbeda dari apa yang ia bayangkan.
Hal pertama yang dilihat ketika ia membuka kedua matanya adalah sebuah langit – langit kamar yang terasa asing, namun Sayuri kenali.
Langit – langit yang sama seperti kamarnya yang ada di panti asuhan. Ia menyebar seluruh pandangannya ke sekitar, tidak hanya langit – langit kamar itu saja yang sama. Tetapi semua yang ada di dalam kamar itu juga ia kenali.
Barisan kasur yang berjajar dengan jarak sempit agar kamar itu dapat ditiduri oleh delapan orang, meja kecil yang terbuat dari kayu tua di setiap sisi kasur, jendela besar dengan kain lusuh untuk menutupinya yang menghadap ke bagian belakang gedung di mana tempat jemuran pakaian berada, serta lemari tua dengan kaca yang sedikit retak karena seseorang tidak sengaja menendang sebuah bola ke arahnya …
Semua terlihat sama.
Semua terlihat nyata.
Mengingat luka yang ada di bahunya, Sayuri bangun dengan hati – hati. Namun, rasa sakit yang ditunggunya tidak pernah terasa. Ia menarik baju yang berbeda dengan apa yang ia kenakan terakhir kali untuk melihat luka itu.
Namun, tidak ada luka di bahunya. Dengan cepat, ia mengibaskan selimut yang menutupi tubuhnya untuk melihat pahanya yang terkena tembakan.
Luka yang ia cari pun tidak ada di sana. Meski pun jika bekas tembakan itu sudah sembuh dan mengering, seharusnya dengan luka yang seperti itu, pasti ada bekas yang tertinggal di sana.
Tapi bekas luka itu pun tidak ada. Tidak hanya pada bahu dan pahanya, tidak ada satu pun bekas luka pada tubuh Sayuri. Seakan ia tidak pernah terluka sejak awal.
Dengan cepat ia bangun dari tidurnya dan berlari menuju lemari dengan kaca retak yang terpasang di sana. Entah kenapa, rasanya langkah yang ia ambil lebih pendek, kecepatan larinya pun lebih lambat dari seharusnya, tubuhnya juga seakan lebih kaku dari biasanya.
Semua pertanyaan itu terjawab ketika pandangannya bertemu dengan sepasang mata yang memiliki warna seindah batu rubi pada sebuah kaca retak yang terpasang di lemari tua yang ada di ujung ruangan itu.
Pantulan yang diperlihatkan oleh kaca itu terlihat sangat asing. Apa sebenarnya kaca yang saat ini berada di depannya adalah sebuah jendela? Apakah secara kebetulan, seorang gadis pemilik mata seindah rubi dan rambut sehitam langit malam melakukan gerakan yang sama seperti dirinya?
Dengan tangan yang sedikit bergetar karena banyak sekali pertanyaan yang memenuhi kepalanya, Sayuri menyentuh kaca itu dengan sebelah tangannya. Gadis pemilik mata seindah batu rubi itu pun ikut melakukan hal yang sama.
Sayuri kembali menarik tangannya untuk mengusap pipinya. Gadis yang ada di depannya memiliki pipi yang terlihat empuk dan mulus, yang langsung Sayuri rasakan ketika tangannya mengenai pipinya. Tidak sampai di sana, Sayuri harus mencubit pipinya untuk mengetahui apakah yang terjadi pada sekelilingnya ini hanyalah mimpi.
Rasa sakit dari cubitannya terasa sangat nyata. Sambil meringis pelan, Sayuri melihat pantulan pada cermin yang ada di depannya. Memperlihatkan seorang gadis sedang mengusap pipinya yang memerah karena baru saja dicubit.
Semua yang ia lihat benar – benar nyata.
Bukan sebuah mimpi.
Apakah ia benar – benar kembali ke masa lalu?
Reinkarnasi? Terlahir kembali?
Entah itu Tuhan …
Entah itu Dewa …
Atau mungkin iblis …
Permohonan yang Sayuri panjatkan ketika jantungnya berhenti berdetak terkabul. []