Aku nggak peduli dengan ibu tim konsumsi dan Ustazah Nina yang bahunya mengedik karena terperanjat. “Rip! Baik-baik sikit, dong!” seruku sambil menahan tangan ini agar nggak melayang ke lengannya yang dengan sedikit melompat bisa terjangkau. Arip menoleh ke arahku dengan ekspresi semangat lomba balap karung tuju belasan. “Ra! Daripada kita dituduh, mending kita iyain aja sekalian,” tekadnya membabi buta. “Ye! Enak aja! Kemarin aja pas ngebongkar kisahku, ngomong fakta, giliran sekarang pas dituduh, nge-iya-in yang nggak fakta, gimana sih? Jangan standar ganda dong, Rip!” protesku keras. “Emang kalau bilang enggak, mereka bakal percaya, Ra? Enggak ‘kan? Mereka tu, cuma seneng denger apa yang mereka pengen denger aja, Ra!” balas Arip mulai ngotot. Sepertinya, kami berdua lupa sedang