Setelah keputusan semalam, kini kedua keluarga sibuk mempersiapkan segalanya untuk acara tersebut. Meskipun acaranya masih 3 minggu kedepan, namun semua harus dipersiapkan jauh-jauh hari.
Hari ini, Nyonya Azzela datang menemui Maggy di rumahnya. Wanita itu ingin mengajak Maggy ke toko perhiasan untuk memilih cincin.
"Bagaimana, Maggy, apa kita bisa berangkat sekarang?" tanya Nyonya Azzela.
"Tapi Tante, aku maunya ditemani Aland," sahut Maggy.
"Semalam Tante sudah mengatakan itu pada Aland, namun katanya hari ini dia sangat sibuk, jadi tidak bisa mengantarkanmu."
"Yah, padahal aku mau pergi sama Aland," kata Maggy berwajah kecewa.
"Coba kamu tanyakan lagi pada Aland, Sayang, siapa tahu pekerjaannya sudah selesai," kata Nyonya Vanesha memberi saran, tidak sanggup melihat wajah kecewa putrinya.
"Nah benar juga, coba kamu telepon Aland dulu," tambah Nyonya Azzela.
"Iya, aku coba dulu." Maggy langsung menghubungi Aland, tanpa basa-basi dia berkata, "Sayang, bisakah kau menemaniku ke toko perhiasan?" tanya Maggy setelah panggilan terhubung.
[Maaf, Nona Maggy, Bos sedang ada rapat] sahut Zaya di seberang sana.
Wajah Maggy langsung berubah saat mendengar suara Zaya. "Kenapa ponsel Aland ada sama kamu!" bentak Maggy begitu tahu Zaya yang mengangkat panggilannya. Membuat Nyonya Azzela dan Nyonya Vanesha saling memandang.
[Seperti yang saya katakan tadi, Nona Maggy, Bos sedang ada rapat penting] ulang Zaya dengan suara yang tenang.
"Ada apa, Sayang?" tanya Nyonya Vanesha khawatir.
"Gadis itu yang angkat ponselnya Aland, Mama," jawab Maggy kesal.
"Maksud kamu, Zaya?" tanya Nyonya Azzela. "Sini, biar Tante yang bicara," pinta Nyonya Azzela.
Dengan kesal, Maggy memberikan ponselnya pada Nyonya Azzela. Sedangkan Nyonya Vanesha hanya mengelus lengan Maggy dengan lembut, berusaha untuk menenangkan emosi anak gadisnya.
"Zaya, apa itu kamu?" tanya Nyonya Azzela memastikan.
[Iya, Nyonya. Maaf, Bos sedang ada rapat penting dan tidak bisa diganggu] kata Zaya sopan.
"Baiklah, tidak apa-apa. Katakan saja pada Aland, jika Maggy menghubunginya."
[Baik, Nyonya]
Nyonya Azzela memberikan ponsel Maggy kembali. "Sabar dulu Maggy, Aland sedang sibuk. Nanti setelah urusannya selesai, maka Aland akan menghubungimu kembali."
"Iya, Tante," sahut Maggy lesu.
***
Aland baru saja keluar dari ruangannya dengan beberapa Klien. Melihat itu, Zaya langsung menghampiri Aland dan menyampaikan pesan Nyonya Azzela tadi.
"Bos, tadi Nona Maggy menelpon. Nyonya bilang, agar setelah rapat selesai, Bos menghubungi Nona Maggy kembali," kata Zaya sambil menyodorkan ponsel Aland.
"Apa ada yang penting?" tanya Aland.
"Saya tidak tahu, Bos," sahut Zaya menggeleng.
"Ya sudah, kamu temani Klien kita hingga aku selesai bicara," kata Aland. "Saya tinggal sebentar," katanya lagi pada Klien.
"Silakan, Pak Aland."
Aland pergi ke tempat lain agar pembicaraannya dengan Maggy tidak terdengar oleh orang lain.
[Hallo, Sayang!] sapa Maggy begitu panggilan terhubung.
"Ada apa, Maggy? Kata Zaya kau menghubungiku tadi," tanya Aland langsung.
[Sayang, kenapa kamu biarkan gadis itu yang memegangi ponselmu? Dulu kamu selalu menerima panggilan dariku, sesibuk apapun itu, dan sekarang kenapa kamu malah mengabaikannya?] tanya Maggy bertubi-tubi dengan nada bicara yang tinggi.
"Maggy, aku mohon mengertilah. Kau sedang tidak berada jauh dariku, aku hanya ingin fokus pada pekerjaan saja," tekan Aland.
[Tapi bisakah lain kali kau tidak memberi ponselmu pada, Zaya. Aku tidak suka, Aland]
"Oke! Katakan ada apa? Aku masih punya urusan yang lain," kata Aland mulai kesal.
[Tadi Mama kamu kemari dan ingin mengajakku ke toko perhiasan, tapi aku maunya ditemani kamu. Bisakah kau menemaniku sekarang?]
"Kenapa tidak pergi dengan mama saja, aku sedang di kantor."
[Aku ingin pergi denganmu, Aland. Tidak bisakah kau luangkan waktu setengah hari saja untukku. Lagian ini juga untuk kepentingan kita berdua] rengek Maggy.
"Ya, sudah. Kita pergi setelah makan siang."
[Oke. Makasih banyak sayang, love you] ucap Maggy senang.
Setelah memutuskan panggilan, Aland kembali menemui Kliennya dan mereka makan siang bersama. Zaya juga ikut serta.
Setelah semua selesai, Aland meminta pada Zaya untuk ikut bersamanya.
"Zaya, ikutlah denganku. Ada hal yang harus aku bahas denganmu, ini sangat penting."
"Apa ini mendesak, Bos? Kenapa kita tidak membicarakannya di ruangan, Anda?" tanya Zaya heran.
"Zaya, aku harus pergi. Maggy ingin ke toko perhiasan, dan aku tidak bisa menolak untuk tidak menemaninya."
"Oh, tapi apakah tidak apa-apa jika saya ikut, Bos? Saya hanya tidak enak pada, Nona Maggy," aku Zaya apa adanya.
"Zaya, aku tidak ingin dibantah!" tegas Aland.
"Baiklah, Bos!" kata Zaya mematuhi.
Kemudian Aland dan Zaya menuju mobil.
"Zaya, duduklah di belakang denganku!" perintah Aland saat Zaya akan membuka pintu depan mobil.
"Ta - tapi, Bos," Zaya ingin protes, karena selama ini dia tidak pernah duduk dengan Aland di belakang. Biasanya Zaya akan duduk di depan, di samping Herry. Namun Aland menatapnya tajam.
"Zaya, apa kau tidak dengar tadi, ada hal penting yang harus kita bahas sekarang juga. Nanti kau bisa pindah ke depan jika sudah ada Maggy!" teriak Aland kesal.
"Baiklah, Bos!" sekali lagi Zaya hanya mampu mematuhi tanpa bisa menolak.
"Pasti Nona Maggy akan marah besar nanti," ucap Zaya dalam hati.
Benar saja, setelah mereka sampai di depan rumah Maggy, gadis itu langsung melempar tatapan tidak suka pada Zaya. Bahkan Maggy mengatai Zaya dengan menghinanya.
"Dasar tidak tahu diri, beraninya kau duduk di sebelah Aland. Apa kau lupa di mana posisimu, hah!" bentak Maggy saat Zaya sudah keluar dari mobil.
Tentu saja Zaya tidak terima dengan perkataan Maggy, apalagi ini murni permintaan Aland, bukan keinginannya untuk duduk bersebelahan dengan Aland. Sebelum Zaya menyahut, Aland terlebih dulu bicara.
"Maggy, aku yang memintanya untuk duduk di belakang. Ini bukan salah, Zaya."
Perkataan Aland barusan membuat kemarahan Maggy makin menjadi. "Kenapa kau selalu saja membela gadis ini?" teriak Maggy kesal. "Kenapa juga dia harus ikut denganmu, yang mau kau temani itu siapa, aku atau dia?" tunjuk Maggy marah dan menatap Zaya dengan tatapan yang tajam.
"Maggy, berhentilah berdebat denganku. Bukankah aku sudah mengatakan jika aku sedang sibuk. Aku meminta Zaya ikut karena ada hal yang harus aku bahas dengannya!" tegas Aland. "Jika kau tidak suka dia ikut, maka kita bisa pergi lain waktu," kata Aland kesal.
"Apa!" Maggy terkejut tidak percaya. Sejak kapan Aland lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan dirinya. Mengapa Aland berubah secepat itu.
"Zaya, masuklah!" perintah Aland.
"Tidak apa-apa, Bos. Saya tidak ingin mengganggu kenyamanan, Nona Maggy, saya akan pulang dengan taksi saja," kata Zaya menolak. Jujur saja, dia ingin segera pergi dari sana.
"Zaya, hanya aku yang bisa memerintah, bukan kamu!" tegas Aland merasa tidak suka jika ada yang membantahnya, apalagi Zaya yang jelas-jelas harus mematuhi segala perintahnya.
Zaya melihat sejenak ke arah Maggy yang sedang murka, dalam hati Zaya bersorak senang karena sudah berhasil membungkam mulut Maggy. "Baik, Bos!" jawab Zaya patuh.
"Apa ini!" teriak Maggy kesal. Lagi-lagi Maggy tidak mengerti dengan perubahan sikap Aland, apalagi dengan Zaya yang terus saja tunduk padanya. Bahkan Zaya sama sekali tidak peduli dengan wajah kesal Maggy.
"Apa kau tidak akan ikut?" tanya Aland pada Maggy yang masih berdiri di luar.
Maggy menghentakkan kakinya beberapa kali. "Dasar sialan!" umpatnya kesal. Lantas dia segera masuk ke dalam mobil dengan mulut yang terus memaki.
"Sial! Dia selalu saja jadi pertengahan antara aku dan Aland," ucap Maggy dalam hati.
Selama perjalanan, Aland tidak bicara pada Maggy. Dia hanya membahas seputar pekerjaan dengan Zaya yang belum selesai sejak tadi, tidak peduli pada wajah jenuh Maggy di sampingnya. Apa peduli Aland, karena Maggy terus memaksa dan tidak mengerti dengan kesibukannya.
Akhirnya karena merasa terabaikan, Maggy memilih memainkan ponselnya. Dia sedikit terhibur dengan akun sosial media, tidak peduli lagi pada Aland dan Zaya.