13. Kemunculan Menyangga

1668 Kata
Dua minggu beristirahat, Ahmad akhirnya pulih. Kesehatannya kembali seperti sedia kala. Ahmad juga sudah siap untuk kembali beraktivitas di sungai. Kembali mencari kerang untuk menafkahi keluarga kecilnya. Sebelum memulai aktivitasnya esok pagi, Ahmad sudah menyiapkan peralatan yang akan dibawa. Selama dua minggu ini, peralatan Ahmad tergeletak begitu saja di belakang rumah. Sari yang memang tidak setuju dari awal Ahmad ke sungai, membiarkan peralatan Ahmad begitu saja. Sampai sekarang pun Sari masih menentang keras keinginan suaminya untuk kembali ke sungai. Dari peraturan yang sudah ada di kampungnya, membuat Sari tak setuju dengan pilihan suaminya. Ditambah beberapa kejadian buruk yang sudah dialami Ahmad selama dua hari dia bekerja di sungai. Bahkan Ahmad hingga jatuh sakit selama berminggu-minggu. Dari kejadian ini semakin membuat Sari yakin akan kebenaran larangan pendatang baru ke sungai. Sari pun semakin menentang Ahmad untuk kembali lagi ke sungai. Sari tak ingin Ahmad kembali mengalami hal buruk lagi, bahkan mungkin kematian. Karena selama ini, sebagian pendatang yang nekat selalu kematian yang mereka alami. “Mau diapain Pak? Sudah dibuang saja itu tancapan, kalau gak dikasih siapa!” Ucap Sari yang tak suka melihat Ahmad membereskan peralatannya mencari kerang. “Dibereskan Bu. Kok dibuang, Ibu ini gimana to? Ini kan satu-satunya alat Bapak membantu mencari kerang. Alat ini sudah banyak berguna bagi Bapak. Tanpa alat ini Bapak ndak bisa mencari uang Bu!” Jawab Ahmad merasa tidak setuju dengan ucapan Sari. “Iya gak papa dibereskan, terus ditaruh gudang saja! Gak usah dipakai lagi Pak!” Sari kembali berucap. “Mau Bapak pakai Bu! Bukan ditaruh gudang! Ibu ini kenapa to kok kaya ndak suka Bapak beres-beresin alat?” Ahmad merasa istrinya memang tak suka Ahmad membereskan alatnya. “Bapak mau cari kerang lagi? Bapak ndak kapok kemarin sudah hampir dimangsa buaya? Bapak ndak kapok sudah sakit beberapa minggu? Atau Bapak mau hal lebih buruk terjadi sama Bapak? Wis Pak, ndak usah ke sungai-sungai lagi!” Sari mengungkapkan kekesalannya. “Maafkan Bapak Bu? Saat ini, mencari kerang satu-satunya jalan rezeki Bapak. Sebagai kepala rumah tangga, Bapak punya kewajiban untuk menafkahi keluarga. Jadi Bapak gak pernah kapok demi Ibu sama Ifah.” Ahmad tetap pada pilihannya. “Kenapa sih Bapak gak pernah mau dengarin ucapan Ibu? Ucapan Ibu ndak pernah Bapak anggap, memangnya Ibu ini gak ada artinya buat Bapak?” Sari dengan intonasi meninggi. “Bukannya gak dengar Bu. Semua ini Bapak lakukan juga demi Ibu sama Ifah. Ibu ini, kok jadi berucap seperti itu! Kalau Ibu gak ada artinya buat Bapak, ngapain Bapak jauh-jauh ikut tinggal di kampung Ibu! Gak usah ngomong itu lagi Bu, kita ini bukan anak muda lagi!” Ahmad menjelaskan sembari membereskan peralatannya mencari kerang. Sari hanya bisa diam mendengar ucapan Ahmad. Memang benar, Ahmad lakukan semua ini buat dirinya dan Ifah. Tapi yang Sari gak suka kenapa mesti harus bekerja di sungai. Kalau boleh memilih, Sari lebih suka kalau Ahmad bekerja di kota. Yang pasti keselamatannya lebih terjamin daripada di sungai. “Pokoknya, Ibu gak mau Bapak ke sungai lagi!” Sari berkata sembari berlalu meninggalkan Ahmad. Ahmad pun geleng-geleng kepala mendengar ucapan istrinya. Ahmad paham dengan kekhawatiran istrinya. Namun saat ini Ahmad tak punya pilihan lain. Kebutuhan keluarga terus bertambah. Sementara di kampung, lapangan pekerjaan sangatlah sempit. Mau usaha, Ahmad masih bingung dengan usaha apa yang cocok di kampungnya. Di era modern saat ini, segala sesuatu bisa didapatkan dengan mudah asal kita punya uang. Seperti di kampungnya. Meski pikiran warga masih terikat tradisi, untuk keseharian mereka tergolong modern. Warga sudah mengenal dunia online. Mereka bisa mendapatkan sesuatu dari online. Tanpa harus capek-capek mencari dulu. *** Sore itu, Ahmad ingin ke sungai sebentar untuk melihat kondisinya. Dua minggu tak melihat sungai, banyak perubahan yang dia lihat. Dari tanjakan turunan ke sungai yang sudah diperbaiki. Sepertinya para warga, khususnya warga yang mencari penghidupan di sungai sudah bergotong royong. Tidak seperti sore-sore biasanya, sore ini sungai terlihat sepi. Biasa di jam seperti ini, para pencari kerang ataupun penambang pasir banyak yang menyandarkan perahunya. Kali ini perahu mereka sudah berjejer rapi di tepian sungai. Hanya beberapa perahu yang belum tampak. Perahu Tarno sendiri, sudah ada dan berjejer rapi dengan perahu-perahu lainnya. Apa mungkin rombongan Tarno sudah pulang? Ucap Ahmad dalam hati. Anak-anak yang biasa mandi di sungai saat sore hari juga tak tampak. Padahal biasanya, anak-anak ramai bermain air. Suasana sungai sangat sepi sore itu. Hanya desiran angin yang membelai lembut kulit luar Ahmad. Air sungai juga terlihat tenang dari biasanya. Mungkin karena tak ada perahu lewat ataupun anak-anak mandi di pinggiran sungai. Sungai pun terlihat begitu jernih. Dengan hiasan ombak-ombak kecil karena terkena desiran angin yang berhembus sore ini. Sementara di tepian sungai, membentang berbagai tanaman hijau. Membuat mata yang memandang takjub akan ciptaan Tuhan yang begitu indah. Rasa damai begitu terasa di tepian sungai sore itu. Semua masalah seolah musnah seiring mengalirnya arus sungai yang begitu tenang menuju ke tempat terakhir mereka. Ahmad memilih duduk di rerumputan hijau tepi sungai. Kedua bola mata memandang ke depan. Menuju satu titik yakni tengah sungai. Pandangan Ahmad tiba-tiba dikagetkan dengan sesosok makhluk asing. Makhluk yang belum pernah dia temui sebelumnya. Seekor ikan duyung muncul di permukaan sungai. Duyung dewasa yang memanjang dari seberang ke tepi sungai. Sayang, Ahmad tak bisa melihat dengan jelas seperti apa wajah duyung tersebut. Karena posisi duyung yang membelakangi pandangan Ahmad. Dengan kedua tangannya, Ahmad mengucek kedua bola matanya. Ahmad ingin memastikan pandangannya. Kenapa bisa ada makhluk asing seperti ini di sungai? Sungguh suatu keanehan yang baru dialami Ahmad selama hidupnya. Dengan perasaan gemetar Ahmad terus memandang makhluk asing itu. Dari pandangan Ahmad terlihat seekor ikan seukuran orang dewasa dengan kepala manusia. Ahmad seakan tak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. Ahmad pun berusaha mengalihkan pandangannya. Berharap ada orang yang bisa menyaksikan pemandangan ini selain dia sendiri. Namun, di tepi sungai saat ini tak ada seorang pun bersamanya. Ahmad ingin kembali melihat pemandangan yang baru pertama dia jumpai. Sayang, makhluk asing itu sudah tak ada kemunculannya lagi. Kedua tangan Ahmad kembali mengucek kedua bola matanya untuk memastikan pandangannya. Ternyata benar, makhluk asing itu sudah tak terlihat lagi keberadaannya. Entah ke mana, makhluk asing itu? Kenapa tiba-tiba muncul? Dan kini tiba-tiba hilang kembali? Sebenarnya apa makhluk asing itu? Ahmad berucap dalam hatinya. Perasaan Ahmad masih bergetar melihat kejadian tadi. Kejadian yang sangat aneh. Dan juga makhluk aneh. Ahmad semakin penasaran dengan kampung istrinya, terutama kejadian di sungai. Begitu banyak kejadian aneh yang Ahmad alami di kampung sini. Ahmad berharap semoga semua kejadian yang dia alami, hanyalah sebuah pengalaman hidup. Pengalaman yang akan membuat hidupnya lebih bernilai lagi. Pengalaman yang akan membuat hidup Ahmad lebih menghargai hidup. *** Ahmad pun bangkit dari rerumputan tepi sungai. Waktu sudah cukup sore. Ahmad tak ingin membuat Sari semakin khawatir. Apalagi Sari tak tahu, kalau saat ini Ahmad ke sungai. Kejadian tadi terus terlintas di pandangan Ahmad. Beberapa pertanyaan muncul di benaknya. Sayang, kejadian tadi hanya Ahmad yang menyaksikan. Apa mungkin orang-orang akan percaya saat dia bercerita. Namun, Ahmad bukanlah orang yang suka menyimpan rahasia sendiri. Apalagi kejadian itu berada di sungai. Secepatnya Ahmad ingin menanyakan kebenaran ini pada rekan-rekannya yang lebih tahu. Usai shalat Isya di musala, Ahmad berpamitan pada Sari. Ahmad ingin ke tempat Tarno. Rasa ingin tahu Ahmad sudah memuncak. Saat ini orang terdekat Ahmad adalah Tarno. Tarno juga yang sudah lama menggantungkan hidup di sungai. Pastinya dia tahu tentang kejadian yang barusan Ahmad temui. “Bu, Bapak ke tempat Kang Tarno sebentar ya?” Ucap Ahmad berpamitan pada Sari. “Iya Pak, jangan pulang malam-malam! Bapak kan baru sembuh!” Sari berpesan pada suaminya. “Iya Bu!” Ahmad berlalu menuju rumah Tarno. Rumah Ahmad dan Tarno tak berjarak jauh, hanya beberapa meter saja. Ahmad pun sudah sampai di rumah Tarno. *** Tarno tengah duduk di teras sembari ditemani segelas kopi hitam. Tidak hanya Tarno sendiri, Mijo juga sedang berada di rumah Tarno. “Eh Mas Ahmad ada apa Mas? Tumben malam-malam ke sini?” Tanya Tarno yang melihat kedatangan Ahmad. “Gak ada, pengin main saja!” Ahmad masuk ke teras lalu duduk di sebelah Mijo. “Kamu sudah sehat?” Tanya Mijo pada Ahmad. “Alhamdulillah sudah Kang.” Niatnya besok mau ikut cari kerang lagi.” Jawab Ahmad jelas. “Kamu mau ikut lagi? Kamu ndak takut atas apa yang kamu alami kemarin-kemarin?” Tanya Mijo lagi. “Gak Kang, saya hanya takut sama Gusti Allah!” Jawab Ahmad pasti. “Oh ya sudah terserah kamu saja!” Ucap Tarno dan Mijo. Melihat kehadiran Ahmad, istri Tarno pun membuat segelas kopi hitam lagi. Perbincangan ketiganya terlihat serius, kala Ahmad mulai bercerita apa yang barusan dia temui di sungai. “Kang, sebenarnya aku ke sini ada hal yang ingin saya tanyakan! Pastinya kalian tahu tentang kejadian tadi sore yang baru saya lihat.” Ahmad memulai ucapannya. “Memangnya kamu lihat apa lagi di sungai?” Mijo penasaran. “Saya tadi lihat seekor ikan besar seukuran orang dewasa dengan kepala manusia.” Jawab Ahmad. “Apa?” Teriak Tarno dan Mijo berbarengan. “Kamu lihat di mana, terus menghadap ke mana itu Menyangga?” Tanya Tarno sedikit bergetar. Mendengar saja sudah membuatnya ngeri. Apalagi sampai melihat. “Apa Menyangga? Liat di tepi sungai dekat pintu masuk yang mau ke sungai. Hadapnya kalau gak salah ke seberang. Soalnya saya gak bisa lihat jelas wajahnya. Saya hanya lihat ekornya.” Ahmad menjelaskan. “Iya itu namanya menyangga. Wah bahaya ini! Kemunculan menyangga biasanya akan ada bahaya Mas. Akan ada korban jatuh di sungai, entah tenggelam ataupun apa. Yang pasti akan terjadi korban. Terus kalau menghadap ke seberang, berarti orang sini yang akan menjadi korban selanjutnya!” Tarno menjelaskan. Tarno dan Mijo sudah cemas. Mereka sudah berpuluh-puluh tahun mencari penghidupan di sungai. Paham dengan segala sesuatu yang muncul. Seperti saat ini yang barusan diceritakan Ahmad. Tarno dan Mijo khawatir, khususnya sama Ahmad. Ahmad salah satu pendatang yang agak susah dibilangi. Ahmad tetap nekat melewati larangan. Padahal dari beberapa kejadian yang sudah Ahmad lewati bisa menjadi hal buruk baginya. Dan kali ini kemunculan menyangga yang pasti sudah menjadi bukti kuat akan adanya korban lagi di sungai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN