10. Mimpi Menjadi Nyata

1758 Kata
Suara kokok ayam sudah beberapa kali terdengar. Langit gelap juga sudah mulai mengubah warnanya menjadi lebih cerah. Pertanda malam telah usai dan akan digantikan pagi. Meski perasaan Sari masih kesal, sebagai istri dia tetap melaksanakan tanggung jawabnya pada suami. Setiap pagi, Sari selalu menyiapkan masakan untuk Ahmad dan Ifah. Meski dengan membisu, Sari tetap melayani suaminya dengan baik. Meski tak mengizinkan, Sari tetap menyiapkan bekal untuk suaminya. “Ibu ini kenapa to, dari tadi diam saja? Ibu masih marah sama Bapak?” Tanya Ahmad yang merasa terus didiamkan oleh Sari. Lima menit sudah berlalu. Ahmad masih belum mendapat jawaban dari Sari. “Bu... Bapak kan sudah minta maaf to? Maafkan Bapak ya, kalau Bapak ndak bisa nurut sama Ibu? Masalahnya, ini kewajiban Bapak untuk menafkahi keluarga. Saat ini belum ada pilihan lain, selain mencari rezeki di sungai. Jadi Bapak mohon sama Ibu, tolong izinkan Bapak! Bapak janji, Bapak akan baik-baik saja, Bapak akan jaga diri!” Ahmad berusaha menjelaskan. “Bu..., jawab dong Bu! Ojo meneng wae, Bapak kan bingung!” Ahmad terus berusaha mengajak Sari bicara. “Iya terserah Bapak saja! Kalau Bapak mau ke sungai lagi, monggo!” Sari akhirnya mengeluarkan kata-katanya. ( Monggo : silakan ) Bekal sudah disiapkan Sari. Sari bergegas ke kamar mandi untuk mencuci pakaian kotor yang sudah menumpuk. “Bapak pamit ya Bu, Assalamuallaikum!” Ahmad menghampiri Sari. Ahmad mengulurkan punggung tangan kanannya pada Sari. “Walaikumsalam!” Jawab Sari dengan satu kata. Tidak seperti biasa, Sari yang selalu cerewet dan banyak yang dipesan pada Ahmad. Kali ini Sari lebih banyak membisu. Kejadian tadi malam yang di dengar Ahmad membuat Sari bertambah cemas. Sari pun melarang Ahmad untuk kembali ke sungai. Namun Ahmad tetap saja pada pilihannya. Apa pun alasan Sari tak mampu mengubah pilihan Ahmad. Sari pun sedikit emosi. *** Tidak seperti hari pertama, di hari kedua ke sungai Ahmad memilih menunggu rekannya di pinggir sungai. Sampai di tepi sungai dua rekannya sudah menunggu. Tinggal Tarno yang belum menampakkan batang hidungnya. “Mas Ahmad sudah siap tempur lagi?” Tanya Mijo pada Ahmad yang baru saja tiba di pinggir sungai. “Bismillah, siap Kang.” Jawab Ahmad sembari melepas senyum. “Ini tumben Tarno belum kelihatan sendiri? Ke mana dia?” Mijo kembali berucap. “Biasa Kang. Paling tunggu bekal dulu belum siap.” Jawab salah satu rekannya. Baru saja dibahas, Tarno muncul di pinggiran sungai. Keempatnya langsung menaiki perahu ke tempat biasa. Seperti hari pertama, Tarno pun masih berpesan pada Ahmad. Ahmad tak boleh jauh-jauh dari perahu mereka. Saat mencari kerang, Tarno tak bisa terus memperhatikan Ahmad. Ahmad berkeliling mengitari perahu. Mencari tempat yang pas untuk dia selami. Beberapa kali Ahmad berputar tak sekalipun Ahmad menemukan tempat yang pas. Hanya ada satu, dua kerang yang berhasil dia temukan. Itupun dalam ukuran kecil. Ketiga rekannya sudah beberapa kali balik ke perahu mengantar hasil pencarian kerang. Sedangkan Ahmad setengah waring saja belum dia dapatkan. Padahal hari sudah mulai siang. Matahari sudah mulai naik tepat di atas kepala. Ahmad terus berusaha sabar. Karena rezeki sudah ditakar. Yang pasti tidak akan tertukar. Ahmad pun tak mau putus asa. Ahmad terus mengelilingi sekitar perahu. Berharap bisa mendapatkan apa yang Ahmad cari tanpa harus jauh dari posisi perahunya saat ini. Tak terasa azan Dzuhur telah menggema. Ahmad memilih naik ke perahu untuk istirahat. Membuat kopi hitam sebagai penghangat tubuhnya setelah setengah hari berendam dalam air sungai. Satu teguk kopi hitam sudah bisa menghangatkan tenggorokannya. Rasa dingin di tubuh Ahmad pun kembali sirna. Usai menikmati kopi kegemarannya, seperti biasa Ahmad melaksanakan kewajibannya. Kali ini Ahmad memilih tetap di perahu. Karena atas perahu masih dalam keadaan kering. Saat jam siang tiba, Ahmad memang paling lama waktu istirahatnya dibanding ketiga rekannya. Ketiga rekannya hanya istirahat untuk makan saja. Untuk ngopi ketiga rekannya memilih menyesap kopi mereka saat naik ke perahu meletakkan hasil pencarian. “Loh Mas Ahmad belum selesai juga ngopinya?” Tanya Mijo pada Ahmad. “Belum Kang, saya kalau ngopi ya gini, dinikmati.” Jawab Ahmad sembari melepas senyum dari kedua sudut bibirnya. “Itu kan di rumah Mas, santai. Kalau di sini rugi kita, waktunya habis buat santai-santai!” Ucap Mijo tidak setuju dengan pendapat Ahmad. “Iya sih Kang. Tapi tubuh kita kan juga butuh istirahat! Kalau dipaksakan nanti malah sakit! Kita juga kan harus beribadah, ndak cuma kejar urusan dunia!” Ahmad menjelaskan. “Kan sudah istirahat, tadi sih buat makan! Kalau urusan ibadah, itu terserah aku, ndak usah ikut campur! Yo wis, aku mau turun lagi!” Mijo kembali mencari kerang. Ahmad kembali turun ke sungai. Ahmad ingin menambah hasil pencariannya. Sesuai pesan Tarno, Ahmad masih berjalan di sekitar perahu mereka. Ahmad tak ingin, ketiga rekannya cemas. Ahmad sudah diizinkan ikut rombongan mereka saja sudah bersyukur. Dan Ahmad tak ingin merepotkan ketiga rekannya lagi dengan tidak menuruti ucapan serta pesannya. Satu per satu kerang dalam ukuran kecil, Ahmad kumpulkan. Matahari sudah mulai condong ke barat. Hasil pencarian kerang Ahmad baru cukup untuk dimasak sendiri saja. Kalau untuk dijual hasil pencarian hari ini belum bisa. *** Ahmad tak mudah putus asa. Langkahnya untuk mencari seberkah rezeki tak pernah putus. Ahmad tak berhenti melangkahkan kedua kakinya untuk mencari tempat yang pas. Tempat yang banyak terdapat kerangnya. Ahmad terus berjalan ke depan. Ahmad tak terasa kalau dirinya sudah berjalan cukup jauh. Jauh dari perahu serta ketiga rekannya. Dengan sadar Ahmad terus berjalan. Dan akhirnya, Ahmad berhasil menemukan tempat yang pas. Tidak hanya pas bahkan cukup banyak terdapat kerang. Cepat-cepat Ahmad menyelami sebelum tempat yang dia temukan hilang. Benar saja dalam sekali selaman, Ahmad bisa memenuhi satu waringnya. Ahmad berucap syukur karena usahanya dari pagi tidak sia-sia. Tuhan akhirnya menunjukkan jalannya bagi mereka yang sabar dan mau berusaha. Ahmad sudah tak sanggup lagi menyelam karena beban kerang yang dia dapat sudah lumayan banyak. Ahmad berniat ke perahu dulu untuk meletakkan hasil kerangnya. Untuk memberi tanda agar tempat tak hilang, Ahmad meninggalkan sebilah bambu panjang sebagai tancapan di tempat. Ahmad kembali ke perahu. Ahmad meletakkan hasil pencariannya. Lalu Ahmad berniat ke tempat yang baru saja dia temukan. Tempat yang sudah dia beri tanda dengan sebilah bambu panjangnya. Sebelum Ahmad meninggalkan perahu, salah satu rekannya meletakkan hasil kerang juga. “Wah, Mas Ahmad tahu-tahu sudah sama kaya hasil kita-kita. Mas Ahmad memang bakat lah.” Ucap salah satu rekan sambil mengacungkan ibu jari tangan kanannya. “Alhamdulillah Kang, tadi nemu tempat. Ini saya mau kembali ke sana! Apa mau ikut saya Kang, lumayan loh kerangnya gede-gede.” Ahmad mengajak rekannya ikut gabung dengannya. Meski itu rezeki Ahmad, Ahmad tak ingin serakah. Karena bagi Ahmad segala sesuatu yang ada di dunia ini hanya milik Tuhan semata. Kita manusia hanya dititipi saja. Ahmad pun mau berbagi tempat yang sudah dia beri tanda tadi. “Ya syukur, sudah sana kamu saja Mas! Aku tak nyari sendiri saja! Tetap hati-hati ya Mas!” Ucap rekannya pada Ahmad. Ahmad beruntung, rekannya begitu perhatian dengan keselamatannya. Ahmad pun akan terus mengingat pesan ketiga rekannya. Ahmad berjalan ke tempat yang baru saja dia temukan. Ahmad baru sadar, kalau tempat yang dia temukan cukup jauh dari perahu. Ahmad berjalan cukup lama untuk bisa sampai ke tempat semula yang sudah dia beri tanda. “Kok jadi jauh gini ya tempatnya? Perasaan tadi aku berjalan gak lama? Apa aku gak usah kembali ke sana, nanti rekan-rekanku mencari-cari? Tapi, tancapanku masih di sana! Aku harus kembali sekali lagi sekalian mengambil tancapannya. Memang banyak, tapi kalau jauh begini mending cari tempat lain.” Ucap Ahmad sendiri. Setelah berjalan cukup jauh, Ahmad sampai di tempat yang sudah dia beri tanda tadi. Ahmad berusaha menyelam. Dalam waktu sebentar, Ahmad berhasil menemukan kerang banyak lagi. Sama seperti saat pertama menyelam tadi. Ahmad berniat kembali ke perahu. Sebelum dia berjalan, suara sesuatu terdengar mendekatinya. Ahmad memasang kedua matanya ke depan. Betapa terkejutnya dia, saat kedua bola matanya melihat seekor buaya putih dengan ukuran cukup besar. Dengan kedua tangannya, Ahmad mengucek kedua bola matanya. Berharap itu hanya ilusinya saja. Namun Ahmad semakin dikejutkan, saat buaya putih berukuran besar itu justru mendekatinya. Ahmad panik. Kedua tangannya langsung mengambil tancapan bambu panjang miliknya. Ahmad berusaha berenang sekuat tenaga menjauhi buaya putih itu. Buaya putih itu terus mengejarnya. Bahkan kini, buaya putih itu membuka kedua mulutnya lebar. Buaya putih itu seolah ingin memangsa tubuh Ahmad. Bisa dibayangkan mulut buaya dengan ukuran besar pasti sangat mudah memangsa tubuh Ahmad. Sekali caplok tubuh Ahmad bisa langsung habis seketika. Ahmad tak berhenti berenang cepat melawan arus sungai. Bagaimanapun caranya dia harus menjauh dari buaya itu. Beban berat di tubuhnya karena kerang yang dia dapat membuat Ahmad kesulitan berenang. Ahmad pun merelakan kerang-kerang hasil selamannya. Dia lepaskan kembali sembari berenang cepat. Ahmad tak peduli dengan hasil yang dia dapatkan. Yang penting keselamatannya. Ahmad tak ingin mengecewakan istri serta rekan-rekannya. Tak ada beban lagi di tubuh Ahmad, Ahmad bisa berenang dengan leluasa. Dia bisa bebas berenang. Ahmad penasaran dengan buaya putih yang mengejarnya tadi. Ahmad kembali dikejutkan dengan hal yang menurutnya kurang masuk di akal pikirannya. Kenapa tiba-tiba buaya putih berukuran besar itu hilang seketika bertepatan dengan kerang-kerang yang dia buang kembali tadi. Padahal Ahmad sangat ingat dengan jelas, buaya putih itu masih mengejarnya. Tapi kini buaya putih itu sudah tak ada lagi. Namun, Ahmad lega karena bahaya yang mengintainya tadi sudah tak ada lagi. Ahmad merasa bersyukur karena Tuhan masih sayang dengan hidupnya. Ahmad kembali berenang cepat meninggalkan tempat itu. Ahmad ingin segera tiba di perahu dengan rekan-rekannya. Setelah melewati perjalanan cukup melelahkan dan penuh ketegangan, Ahmad pun tiba di perahu. Nafasnya terengah-engah, tenaganya terkuras habis. Ahmad langsung meraih tempat minumnya. Ahmad langsung meneguk air putih dalam jumlah banyak. Kebetulan ketiga temannya sedang menyelam. Hanya dia sendiri di atas perahu. Apa mungkin buaya putih itu akan mengejar hingga perahu? Pikiran Ahmad tiba-tiba saja kembali panik. Untung saja, Mijo dan Tarno datang. “Kamu kenapa Mas Ahmad? Kok kaya kecapean begitu?” Tarno yang melihat Ahmad masih terengah-engah. “Ndak papa Kang, mungkin karena belum biasa.” Ahmad berusaha menutupi. Untuk saat ini, Ahmad tak ingin membahas dulu perihal buaya putih yang barusan akan merenggut nyawanya. Ahmad tak ingin mengganggu ketiga rekannya yang masih mencari kerang. Ahmad susah untuk berkata-kata lagi, karena membayangkan kejadian tadi sudah cukup menakutkan dirinya. “Yo wis nek capek, kamu istirahat dulu saja! Kita sebentar lagi pulang.” Ucap Tarno pada Ahmad. Tubuh Ahmad masih terasa menggigil. Ahmad pun mengganti pakaiannya dengan pakaian yang kering. Ahmad selalu sedia pakaian kering untuk menunaikan kewajibannya. Setelah kejadian tadi, Ahmad merasakan tubuhnya tidak enak. Kepalanya terasa berat. Suhu tubuh Ahmad juga terasa panas, namun Ahmad merasakan dingin yang luar biasa. Apa yang sebenarnya terjadi dengan tubuh Ahmad. .
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN