Pertandingan kembali dimulai, skor dimenangkan oleh tim lawan. Semua siswa-siswi Bhizar25 menyemangati team basket mereka yang tertinggal beberapa poin. "Ron! Fokus!" seru Kiky sedikit kesal ketika melihat sahabatnya hanya mendrible bola basker dengan sorot mata yang tajam kepada Akbar yang mencoba mencegatnya.
Eron berhasil memasuki bola basket ke dalam ring membuat penonton bersorak gembira begitu juga dengan Alifa yang menarik sudut bibirnya karena sedikit bangga atas penambahan poin tersebut. "Si Eron kenapa si? Kaya enggak suka banget sama gue? Apa ada masalah?" tanya Akbar dengan bingung, ia terus melihat Eron yang berjalan membelakanginya.
"Bar, kenapa?" tanya Tamen membuat Akbar yang terdiam sontak menoleh lalu menggelengkan kepalanya, mereka kembali ke tengah lapangan untuk merebut bola basket dari lawannya.
"Lu ada hubungan apa sama Alifa?" tanya Eron membuat Akbar mengerutkakn keningnya namun beberapa saat kemudian ia tersenyum tipis seraya mengerti kenapa sorot mata lawannya menajam.
Akbar melirik ke arah Alifa yang juga melihat ke arah mereka. "Kenapa? Lu penasaran gue bisa akrab banget sama dia?" tanya Akbar meledek lawan bicaranya, dan Eron jelas menatap tidak suka ia merebut bola yang sedang di drible oleh Akbar.
Dan sekali lagi, Eron mencetak poin yang kini sudah menyamai dengan team lawan. "Duh si Eron," cetus Tian sambil menggelengkan kepalanya pelan.
Akbar tersenyum tipis setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan Eron tersebut. "Jadi lu cemburu," ucap Akbar berbisik.
Waktu cepat berlalu, pertandingan kini telah usai dan dimenangkan oleh team Eron. Akbar yang berada di lapangan tersebut mengelap keringat yang mengucur di wajahnya menatap ke arah sebrang yang ada lawan mainnya tadi. "Men, gue kesana dulu ya," kata Akbar membuat orang yang di panggil dan ditepuk bahunya pelan hanya mengangguk pelan lalu kembali membereskan barang bawaan mereka.
Akbar sedikit berlari menuju Alifa yang kini beranjak berdiri, Wron dkk jelas melihat itu dengan kepala matanya. "Siyalan tuh cowok!" seru Eron membuat ketiga sahabatnya mengerutkan keningnya bingung.
"Lu kenapa Ron?" tanya Aldy.
Eron jelas menoleh dengan raut wajah salah tingkahnya. "Ah enggak, enggak kenapa-napa kok," kata Eron mengelak.
"Alifa!" teriak Akbar memanggil gadis tersebut membuat Alifa yang baru saja membalikkan badannya sontak melihat ke arah laki-laki yang sedang berlari ke arahnya.
Alifa berkata, "Eits, jauh-jauh dari gue. Lu banyak keringat!" Akbar jelas yang ingin merangkul gadis tersebut mengerem mendadak, ia mencium ke arah badannya yang penuh keringat. "Apaan si, gue enggak mau juga," balas Akbar membuat Alifa tertawa lepas.
Sedangkan ketiga sahabat Eron menatap bingung melihat Alifa tertawa dengan santai kepada kapten basket lawannya. "Ini gue enggak salah lihatkan? Alifa ketawa lepas coy," kata Tian sambil sesekali mengucek kedua matanya seraya memastikan.
Aldy menimbrung, "Tenang aja, lu enggak salah lihat kok. Masalahnya gue juga lihat."
"Gilaaa, Alifa kalau ketawa cantik banget ya," ujar Aldy yang membuat Eron langsung menatapnya setajam mungkin, Aldy yang mendapat tatapan tersebut jelas hanya menyengir kuda.
"Yailah lu gitu aja kaya udah mau makan gue," kata Aldy.
Kiky menyela, "Tapi kalau lagi mode macan betina, ampun dah gue."
"Setuju banget," balas Tian.
Perasaan sesak menyelimuti hati Eron ketika melihat Alifa tertawa bersama laki-laki lain, pasalnya ia saja belum berhasil membuat senyum di wajah cantik gadis tersebut. Ketiga sahabatnya menatap Eron dengan lekat, pandangan sahabatnya tersebut tidak luput dari kedua insan yang sedang berbincang di pinggir lapangan basket. "Samperin Ron, daripada pans sendirian," kata Kiky.
"Jangan jadi cemen, katanya incaran lu kok enggak diperjuangin," ujar Tian sambil menyindir.
Eron menatap jengah ke para sahabatnya, ia mengambil handuk kecilnya lalu beranjak berdiri dan melangkahkan kakinya meninggalkan lapangan basket tersebut dengan raut wajah datar dan dingin. Alifa melihatnya, namun tidak terlalu menggubrisnya.
"Lif, lu dekat sama Eron?" tanya Akbar membuat Alifa dan Hani yang mendengar sontak terkejut.
Hani menyela, "Lu enggak cerita apa-apa dah Lif sama gue."
"Apaan si, gue enggak ada apa-apa kenapa harus cerita Han," balas Alifa, Akbar yang mendengar jawaban gadis tersebut jelas mengerutkan keningnya bingung, "lagi lu Bar, aneh-aneh aja. Gue enggak dekat sama dia," lanjut Alifa.
Akbar menyela, "Lah tadi dia nanya hubungan kita apa, kalau enggak ada apa-apa ngapain dia nanya gitu. Mana mukanya kaya cemburu gitu."
"Benarkan gue bilang Lif, Eron cemburu," kata Hani membuat Alifa jelas menghela nafasnya gusar lalu memutar bola matanya jengah.
"Lu langsung balik?" tanya Alifa untuk mengelak dari pembahasan tentamg Eron, Akbar jelas mengerti karena itu ia terkekeh kecil.
Akbar menjawab, "Mau disini dulu deh, kapan lagi gue di sekolah lu." Alifa hanya manggut-manggut sambil ber Oh ria saja.
"Lu ganti baju sana, gue tunggu di kantin, tahukan kantinnya dimana?"
"Tahu bawel," kata Akbar sambil mengacak-ngacak rambut gadis tersebut, ia lalu berlari sebelum.mendapat cubitan mau dan aungan dari Alifa. "Ish! AKBAR!" seru Alifa dengan kesal, sedangkan Akbar hanya tertawa pelan saja mendengarnya.
"Siapa Bar?" tanya Tamen, Akbar hanya terdiam saja tidak menggubris. "Ayuk ganti baju," balas Akbar lalu melangkah meninggalkan lapangan basket bersama team basketnya tersebut.
Gadis tersebut jelas melangkahkan kakinya menuju kantin bersama Hani. Bisikan-bisikan atas Alifa dekat dengan kapten basket sekolah lawan membuat gadis tersebut hanya tersenyum miring. "Kayanya apa yang gue lakuin pasti dijadiin bahan gosip," kata Alifa.
"Sahabat gue mah populer, cantik, apa aja yang ada di diri lu pasti jadi pusat perhatian," ujar Hani sambil merangkul tangan sahabatnya, Alifa yang melihat hanya tersenyum tipis ia sangat tahu bahwa Hani sedang menghiburnya.
Mereka berdua melangkah memasuki area kantin yang cukup ramai tersebut. "Lu mau makan apa Lif?" tanya Hani.
Alifa terdiam sejenak mendngar pertanyaan tersebur, sorot mata melihat ke arah kedai-kedai yang berjajar rapih. "Apa ya? Gue lagi males makan berat," balas Alifa membuat Hani juga ikut berpikir.
"Gimana kalau cemilan aja? Sosis goreng, kentang goreng, spagethi," ucap Hani.
"Boleh tuh," balas Alifa membuat Hani jelas tersenyum tipis karena tidak ada bantahan dari sahabatnya.
Seperti biasa Hani akan memesannya sedangkan Alifa mencari bangku untuk di duduki mereka. Alifa duduk di bangku dan meja yang kosong sambil memainkan game cacing dalam handphonenya.
Suara gebrakan meja jelas terdengar membuat para penghuni kantin menoleh ke arah sumber suara yang ternyata dari meja Alifa. Gadis tersebut mendongak dengan sorot mata datarnya ke orang yang menggebrak meja, yaps itu Jeselyn dkk.
"Heh! Cewek gatell!" seru Jeselyn lalu menangkup wajah gadis tersebut untuk melihatnya.
Alifa masih dengan sorot mata yang datar yang membuat Jeselyn jelas terheran, tidak ada getaran ketakutan dari sorot mata gadis yang ada dihadapannya. Gadis tersebut melepaskan tangan Jeselyn dari wajahnya. "Ada masalah apa lagi sama gue?" tanya Alifa dengan santai.
Jeselyn yang melihat perlakuan lawan bicaranya sontak tersenyum miring bahkan meremehkan. "Lu kalau sudah sama Eron ya sama Eron saja, enggak usah gatel kapten sekolah lain lu embat juga!" seru Jeselyn dengan lantang, membuat mereka kini menjadi pusat perhatian penghuni kantin.
Alifa tertawa pelan membaut Jeselyn dkk sontak mengerutkan keningnya begitu juga dengan yang lainnya. "Lu kenapa? Iri sama gue? Gue sama Eron? Sejak kapan gue sama Eron? Urusan gue dekat sama anak sekolah lain ya terserah gue lah, lu siapa ngatur-ngatur gue?" tanya Alifa dengan sarkasnya.
"Songong banget nih bocah satu!"
"Udah Jes kasih pelajaran aja!"
"Biar tahu rasa, dia salah cari masalah."
Alifa tersenyum meremehkan, ia menggebrak meja membaut siapapun yang mendengarnya terkejut. Gadis tersebut beranjak berdiri dengan sorot mata yang tajam ke arah Jeselyn dan segengnya. "Cari masalah? Heh! Sadar diri, lu semua yang nyari masalah sama gue," kata Alifa dengan lantang.
Jeselyn mengepalkan tangannya terlebih ia tidak boleh kelihatan bahwa sebenarnya ia sedikit down mendengar kata perkata lawan bicaranya, ia melayangkan tangannya berniat ingin menampar Alifa walau gadis tersebut tidak bergeming bahkan tidak berkedip sedetikpun. Tangan Jeselyn di tahan oleh tangan kekar yang membuat semua terkejut melihatnya, itu Akbar kapten lawan sekolahnya. "Berani lu sentuh dia, lu berhadapan dengan gue," kata Akbar lalu menghempaskan tangan Jeselyn dengan kasar.
"Urusan sama lu apa?! Lu anak sekolah lain, jangan ikut campur," ketus Jeselyn.
Akbar menatap dari atas hingga bawah Jeselyn, ia menyeringai sebelum berkata, "Terus urusannya apa kalau anak sekolah lain? Siapapun yang nyentuh Alifa berurusan sama gue!" Dengan sorot mata yang tajam, jelas Jeselyn merasa terpojok ia menghentakkan kakinya dengan kesal.
"Bar, udah."
Jeselyn dkk berlalu dari hadapan mereka berdua membuat para penghuni kantin kembali berbisik, terlebih siswa-siswi Bhizar25 mengetahui bahwa Alifa kini dikeliling oleh cowok tampan.
Kejadian tersebut dilihat oleh Eron, sorot matanya tidak terima terlebig ia kalah cepat dengan laki-laki yang kini sudah duduk satu disamping gadis tersebut. "Ron, lu enggak papa?" tanya Tian.
Eron hanya berdehem saja membuat ketiga sahabatnya saling menatap terlebih laki-laki tersebut sudah melangkah terlebih dahulu daripada mereka. "Cemburu tapi gengsi," kata Kiky membuat kedua sahabatnya mengangguk lalu tertawa pelan.
Sedangkan Alifa dan Akbar kini duduk di meja yang sama membuat mereka yang melihat asik bergosip dan berbisik, terlebih mereka iri karena Alifa akrab dengan laki-laki tampan yang menjadi kapten basket sekolahan lain. "Kayanya lu terkenal ya disini," kata Akbar sambil menaikkan kedua alisnya.
Alifa yang mendengar sontak mengerutkan keningnya bingung. "Terkenal?" tanya Alifa heran.
"Banyak digosipin," balas Akbar berbisik membuat Alifa jelas melotot dan memukul pelan laki-laki disampingnya. "Kurang ajar ya lu!" seru Alifa.
"Iya iya ampun, sakit anju," kata Akbar sambil bertahan agar tidak dipukul kembali oleh Alifa.
Alifa bertanya, "Lu kapan baliknya dari Jogja?"
"Seminggu yang lalu lah," jawab Akbar membuat Alifa hanya ber Oh ria saja.
Beberapa saat kemudian Hani datang dengan membawa pesanan mereka dengan raut wajah khawatir. "Lif lu enggak papakan?" tanya Hani sambil menaruk nampannya di atas meja.
"Gue enggak papa Han, buktinya masih lengkap gue," balas Alifa, Hani terduduk lemas dengan helaan nafas yang lega. "Serius lu enggak di apa-apain kan sama Kak Jes?" tanya Hani dengan sorot mata yang khawatit membuat Akbar yang melihat tersenyum gemas dengan sahabat Alifa.
Alifa terkekeh mendengarnya. "Gue enggak di apa-apain kok," kata Alifa.
"Tenang aja, noh bocil satu aman kok," cetus Akbar sambil mengacak-ngacak pelan rambut gadis yang di sampingnya membuat Hani baru tersadar ada Akbar.
"Eh maaf, gue enggak sadar ada lu," kata Hani.
Akbar membalas, "Iya enggak papa, santuy." Hani hanya tersenyum kikuk saja.
"Lu berdua kenapa si? Saling suka mah gas aja," ujar Alifa membuat Hani sontak langsung melambaikan tangan seraya berkata tidak. "Enggak Lif, gue enggak suka ngerebut yang udah jadi milik orang lain apalagi sahabat sendiri," balas Hani membuat Alifa dan Akbar jelas saling mengerutkan keningnya.
"Maksutnya gue?" tanya Alifa membuat Hani tersenyum tipis sambil mengangguk.
Akbar jelas tertawa pelan membuat Hani mengerutkan keningnya. "Lu berpikir kalau gue sama dia pacaran?" tanya Akbar memelankan suaranya.
Hani mengangguk sambil berkata, "Lah emang iyakan." Kini Alifa ikut tertawa membuat Hani semakin mengerutkan keningnya dalam-dalam.
"Pikiran lu jauh banget asli Han," balas Alifa.
"Kalau bukan pacaran apaan? Soalnya gue baru lihat lu ketawa lepas sama cowok ya sama dia," jelas Hani sambil melihat ke arah Akbar.
Alifa menggelengkan kepalanya pelan, ia benar-benar geli atas pernyataan sahabatnya tersebut.
Sedangkan di sisi lain Eron duduk di tempat biasa ia duduki, dengan sorot mata yang beberapa kali mencuri pandang ke arah meja yang sepertinya sedang tertawa bercanda ria. "Mereka pacaran enggak si? Akrab banget," balas Tian memulai percakapan.
"Kalau di lihat-lihat si kayanya iya," nimbrumg Aldy.
Kiky menyela, "Yang gue tahu Akbar termasuk cowok yang susah dideketin juga."
"Wah pantesan, klop banget itu udah," kata Tian.
Aldy mencetus, "Bisa jadi enggak si, selama ini Alifa bersikap ketus, jutek, dingin, datar karena ngejaga perasaan tuh cowok." Eron yang sedanga menyeruput minumannya sempat berpikir apa yang di ucapkan Aldy ada benarnya juga.
"Masuk akal si," balas Tian.
"Soalnya Ron, lu udah berusaha deketin dia sudah hampir sebulan anjirt, tapi dia tetap aja berlalu dingin, galak sama lu," jelas Aldy.
Kiky menimbrung, "Gimana? Masih mau jadiin tuh cewek inceran?" Sambil menatap lurus ke arah Eron yang kini terdiam membisu.
"Gue yakin Alifa bakal takluk sama gue," kata Eron dengan yakin membuat ketiga sahabatnya manggut-manggut.
"Jadi belum ada yang nyerah nih," kata Tian dengan senyuman meledeknya.
Aldy menyela, "Pantang mundur sebelum di tolak lagi." Sambil tertawa membuat Tian yang mendengarnya sontak tertawa.
"Kayanya lu yang udah masuk perangkap sendiri Ron," cetus Kiky membuat mereka bertiga sontak menoleh ke arah Kiky.
"Perangkap sendiri?" tanya Tian dengan bingung.
Kiky menarik nafasnya dalam-dalam sebelum berkata, "Lu udah jatuh hati sama Alifa, dengan niat awal lu mau jadiin dia hanya sebagai batas inceran dan taruhan. Tapi yang gue lihat, makin kesini lu makin enggak bisa ngendaliin perasaan lu." Dengan jelas membuat Eron terdiam membisu, kedua temannya saling menatap sebelum akhirnya mereka menyetujui apa yang dikatakan Kiky.
"Apaan si lu, ngaco," balas Eron.
Laki-laki tersebut jelas mengelak atas perkataan yang dilontarkan sahabatnta tersebut, ia jelas tidak mengakui hal tersebut, walau dalam hati dan sorot matanya berkata lain. Ketiga sahabatnya hanya menggelengkan kepalanya pelan, Eron bukan hal yang pandai untuk berbohong. "Lu harus takluk sama gue!" batin Erin berseru.
***
Hani terkejut ketika mengetahui bahwa mereka sepupuan. "Seriusan?" tanya Hani.
"Masa iya gue bohong si, cowok gantengkan enggak boleh bohong, iya gak Lif?" tanya Akbar sambil menaikkan kedus alisnya lalu merangkul Alifa dengan santainya.
Alifa tersenyum tipis lalu berkata, "Iya Han, gue sama Akbar itu sepupuan. Jadi kalau lu suka sama nih curut, tenang aja. Lu enggak ngerebut dari siapapun kok, karena dia juga jomlo akut." Sambil tertawa pelan membuat Akbar yang mendengar kalimat terakhir dari sepupunya tersebut melotot tidak percaya.
"Siyalan lu, gue enggak jomlo akut ya, cuman belum ada yang pas aja," balas Akbar membela dirinya.
"Pantesan lu akrab banget, gue kira lu berdua pacaran anjirt," kata Hani.
Akbar menyela, "Gue juga ogah kalau punya pacar kaya nih bocil, galak banget soalnya." Membuat Alifa yang mendengar sontak menatap sengit lalu membalas, "Yeuh apalagi gue."
Mereka mengobrol bersama sambil memakan cemilan yang telah dipesan tadi. "Han, tapi jangan bilang siapa-siapa, cukup lu aja yang tahu, biar aja mereka nyangkanya gimana kek, gue males konfirmasi," ujar Alifa.
Hani hanya manggut-manggut lalu menjawab, "Iya santai."
Waktu sangat cepat berlalu, hingga guru-guru memutuskan untuk memperbolehkan para siswan-siswi untuk pulang setelah absen, Alifa melangkahkan kakinya memuju parkiran tentunya bersama dengan Hani. "Lif, salamin ya sama Akbar," kata Hani.
Alifa jelas mengerutkan keningnya lalu berkata, "Lah. Perasaan baru ketemu tadi, udah minta di salamin aja." Hani hanya tertawa kikuk saja mendengarnya.
"Sepupu lu ganteng banget si abisnya, jadi gemes mau jadiin pacar," ujar Hani dengan entengnya yang membuat Alifa sontak terkejut atas perkataan sahabatnya tersebut lalu menggelengkan kepalanya pelan lalu berkata, "Dasar lu kalau lihat yang ganteng-ganteng aja seger benar tuh mata."
"Lu setuju enggak kalau gue sama Akbar?" tanya Hani sambil menaikkan kedua alisnya.
Alifa yang mendengar pertanyaan tersebut sontak terkekeh pelan. "Tergantung, lu nyogok gue pakai apaan," kata Alifa sambil tertawa pelan.
Mereka telah sampai kini di area parkiran. "Gue duluan ya Lif, jangan lupa salamin," kata Hani sambil melambaikam tangannya lalu melajukan motornya dengan kecepatan standar keluar dari area sekolah tersebut.
Alifa menggelengkan kepalanya pelan. "Hani, Hani," kata Alifa. Ia melanjutkan langkah kakinta menuju motornya yang terparkir sedikit jauh dari sang sahabat.
Gadis tersebut kini memasang airpods di satu telinga saja, lalu ia memakai helm agar aman. "Lif," panggil seseorang, membuat Alifa yang baru ingin menaiki motornta menoleh ke arah sumber suara.
Alifa memutar bola matanya dengan jengah melihat laki-laki yang sedamg berjalan ke arahnya dengan lunglai. "To the point," kata Alifa membuat Eron terdiam sejenak menatap lekat gadis tersebut.
Gadis tersebut mengerutkan keningnya ketika laki-laki dihadapannya tidak satu katapun terucap darinya, ia memutar bola matanya dengan jengah lalu menaiki motornya. "Lif."
Alifa terdiam sejenak, ia menghembuskan nafasnya perlahan. "Apaan si Ron! Gue mau balik, Laf Lif Laf Lif doang tapi enggak ngomong, gue mau balik!" seru Alifa dengan kesabaran yang menipis karena laki-laki di hadapannya.
"Lu ada hubungan apa sama Akbar?" tanya Eron membuat Alifa mengerutkan keningya.
"Gue sama dia?" tanya Alifa, Eron yang mendengar hanya mengangguk pelan.
Alifa berkata, "Bukan urusan lu kan." Dengan ketus.
Gadis tersebut kini menaiki motornya lalu memundurkan motornya dengan perlahan, ia menyalakan mesin motor membuat Eron memegang tangan Alifa ketika melihat gadis tersebut ingin melajukan motornya. "Lepasin enggak tangan lu!" kata Alifa dengan sorot mata yang sengit.
"Kasih tahu gue Lif, biar gue tahu harus maju atau mundur," balas Eron membuat Alifa tersenyum miring.
Alifa berkata, "Enggak ada yang nyuruh lu buat ngejar-ngejar gue kan? Kejar dong cewek lain yang bisa lu bodohin, jangan gue."
"Kenapa? Karena lu udah punya Akbar," balas Eron dengan sorot mata tidak terima.
"Maybe." Alifa menghempaskan tangan Eron lalu melajukan motornya perlahan. "LU BAKAL JATUH HATI SAMA GUE ALIFA!" seru Eron dengan sedikit berteriak, Alifa yang masih mendengarnya hanya tersenyum miring.
25 menit berlalu, jalanan cukup ramai dan sedikit macet dipersimpangan jalan membuat Alifa sedikit lama sampai kerumah. Gadis tersebut memarkirkan motornya di garasi rumahnya, ia lalu melangkah masuk ke rumahnya. "Asalamuallaikum," ucap Alifa ketika memasuki rumahnya.
"Wa'alaikumsalam Kak," balas Aning yang sedang berada di ruang keluarga.
Alifa lantas langsung menghampiri sang Ibu yang sedang menonton televisi. "Agung sudah pulang Bu?" tanya Alifa.
"Sudah Kak, di kamar."
"Kean mana?" tanya Alifa.
Aning menjawab, "Tidur Ka, dia tadi habis jatuh."
"Lah kok bisa Bu? Tapi enggak papakan?" tanya Alifa dengan raut wajah terkejutnya.
"Enggak papa, cuman benjol doang kok," balas Aning yang membuat Alifa hanya manggut-manggut sambil ber Oh ria.
"Yasudah, Kakak ke kamar ya Bu," kata Alifa membuat Aning hanya mengangguk pelan dengan senyuman, gadis tersebut kini melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju kamarnya.
***
Eron memasuki rumahnya dengan raut wajah yang tidak bersemangat sama sekali setelah memarkirkan motornya tepat di depan pintu masuk rumahnya. "Kenapa Bang? Lesu amat, di tolak cewek lu?" tanya Akila yang melihat wajah murung sang Abang.
Eron tidak menggubris sama sekali, ia melangkap melwati Akila begitu saja membuat gadis tersebut jelas mengerutkan keningnya. "Kenapa lagi si dia," kata Akila sambil menggelengkan kepalanya pelan.
Laki-laki tersebut melangkahkan kakinya perlahan menuju kamarnya, entah kenapa moodnya kini tidak baik-baik saja, ia memasuki kamar tidurnya, melempar tas ke sofa, lalu merebahkan tubuhnya ke kasur king size yang empuk. Helaan nafas gusar jelas terdengar ia hembuskan. "Kenapa lu susah banget si taklukin si?! Ada hubungan apa si lu sama tuh cowok!" gumam Eron dengan nada kesal.
Eron kini memposisikan dirinya duduk sambil mengacak-ngacak pelan rambutnya dengan frustasi. "Bukan ini yang gue harapain, kenapa juga gue harus uring-uringan nglihat tuh cewek dengan sama cowon lain," kata Eron.
Laki-laki tersebut menggelengkan kepalanya pelan lalu mencetus, "Enggak, enggak mungkin gue jatuh hati sama macan betina kaya dia!"
"ARGGHHH!!!!" teriak Eron dengan sedikit lantang.
Akila yang berada di luar kamar sang Abang jelas terkejut mendengar teriakan dari kamar abangnya, lantas ia memasuki dengan raut wajah khawatir membuat Eron yang kini masih terduduk menoleh ke arah sang adik. "Bang, are you okay?" tanya Akila dengan lembut.
Eron mengangguk membuat Akila kini mendekat ke arah sang abang dan duduk di samping Eron. "Kenapa Bang teriak? Ada masalah apa?" tanya Akila membuat Eron yang mendengar tersenyum tipis lalu mengelus pelan pucuk rambut sang adik satu-satunya tersebut.
"Gue enggak papa kok," balas Eron.
Akila tersenyum tipis lalu berkata, "Kalau ada apa-apa cerita ya Bang, jangan dipendam sendiri, Abangkan punya Akila sama Mamih, jadi jangan takut untuk berbagi." Eron tertegun sebentar atas perkataan sang adik.
"Akila takut mendengsr teriakan Abang," ucap Akila sambil menunduk, Eron benar-benar merasa bersalah, ia langsung merangkul sang adik untuk memeluknya, "Akila sama Mamih sekarang cuman punya Abang," lanjit Akiila membuat Eron mengecup pucuk kepala sang adik.
Eron berkata, "Maaf atas teriakan abang ya."
Eron adalah laki-laki sendiri di dalam rumah megah tersebut, Papahnya pergi bersama selingkuhannya meninggalkan mereka, untung saja rumah beserta lainnya adalah hak milik Mamihnya. Akila merasakan sakit bahkan mungkin trauma dengan teriakan kencang, karena dahulu ia pernah ia teriaki dengan kencang oleh Papihnya. "Maafin Bang ya de, sekarang rapih-rapih sana, kita belanja cemilan," kata Eron.
Akila yang mendengar jelas menyeka air mata yang turun ke pipinya, ia tersenyum lalu beranjak berdiri. "Oke Bang," ujar Akila lalu melangkah keluar kamar sang abang.
Eron menghela nafasnya untuk mengatur emosinya. "Gue enggak boleh keceplosan kaya tadi," ucap Eron, laki-laki tersebut kini beranjak berdiri dari duduknya lalu melangkah untuk mengganti bajunya.
Sedangkan di sisi lain, Alifa sudah berganti mengenakan baju santai dengan celana pendek dan kaos polos berwarna navy. "Eron lagi kenapa si, segala nanya hubungan gue sama Akbar pula," gumam Alifa dengan bingung, ia beranjak menaiki kasur lalu membuka laci meja nakas yang memyimpan harta karunnya.
"Kok tinggal dikit si, siapa yang ngabisin coba," cetus Alifa ketika melihat stok cemilannya tidak sedikit, padahal dirinya sendiri yang menghabisi cemilan tersebut.
Alifa mengurungkan niatnya mengambil cemilan yang tersisa dikit, ia menuruni kasur king sizenya, ia mengambil sweater over sizenya lalu. "Beli dulu deh, mumpung enggak mager," kata Alifa keluar dari kamar tidurnya lalu melangkah menuruni anak tangga.
"Mau kemana Kak?" tanya Aning ketika melirik melalui ekor matanya sang anak dilangkah terakhir anak tangga.
Alifa menjawab, "Supermarket Bu, stok cemilan menipis."
"Bawa motor?" tanya Aning.
"Kayanya mobil Bu," balas Alifa.
"Ya haruslah, kamu kalau belanja buat stok cemilan kan suka kalap," kata Aning membuat Alifa jelas tertawa pelan mendengarnya.
Alifa berkata, " Yasudah Bu, aku berangkat dulu ya."
"Hati-hati kamu," balas Aning yang kini kembali fokus menonton sinetron.
Gadis tersebut melangkahkan kakinya keluar dari rumahnya, ia menghela nafasnya setelah sampai di garasi rumahnya, ia menatap mobil berwarna biru dope. Alifa melajukan mobilnya dsngan kecepatan standar menjauh dari perkarangan rumahnya.
Alifa menyetel lagu untuk menemani perjalanan menuju supermarket, jari jemarinya seolah menarik mengikuti alunan musik yang terdengar dengan asik di telinga.
"Abang! Ayuk," kata Akila sambil mengetuk berulang kali pimtu kamar Eron.
Laki-laki tersebut memakai hoodie hitam membuka pintu kamar. "Kenapa si De?" tanya Eron.
"Lu kelamaan! Cepatan," balas Akila lalu menarik tangan sang Abang yang membuat Eron sontak terkejut sambil menutup pintu kamarnya.
Mereka bersua menuruni anak tangga. "Loh Mamih mana ya?" tanya Akila ketika sudah berada di anak tangga terakhir, ia melihat sekeliling mencari keberadaan sang Mamih.
"Mamih," panggil Akila.
Jiya yang berada di dapur sontak mengerutkan keningnya ketika mendengar teriakan sang anak gadsinya memanggilnya. "Iya De, kenapa?" tanya Jiya sambil melangkah ke arah sang anak.
"Kalian mau kemana?" tanya Jiya kembali ketika melihat kedua anaknya seraya ingin keluar.
Akila berkata, "Kila sama abang mau pergi beli cemilan dulu Mih."
"Mamih kirain kenapa, yasudah kalian hati-hati," balas Jiya membuat kedua anaknya mengangguk pelan, Eron dan Akila lalu melanjutkan langkahnya keluar dari rumah dan menuju garasi milik mereka.