Film diputar membuat penonton tegang karena suara yang kencang dan menakutkan jelas memekik ditelinga mereka semua, Alifa yang sebenarnya tidak suka akan film horor karena terlalu banyak jumpscare didalam film tersebut. Alifa mengalihkan pandangannya ketika ia melihat adegan yang menakutkan, hingga ia merangkul tangan Eron dengan cengkraman yang sedikit kencang, dan wajah yang ia umpatkan di lengan laki-laki tersebut.
Eron jelas tersenyum tipis terlebih ia terus melihat ke arah tangannya yang tiba-tiba digenggam oleh gadis di sebelahnya. Hingga film selesai diputar membuat Alifa tersadar lalu melepas genggaman tangannya dari Eron. "Sorry," kata Alifa sambil menyeka rambut kebelakang telinganya, yaps gadis tersebut salah tingkah.
"Enggak papa," balas Eron lembut, gadis tersebut beranjak berdiri membuat Eron sempat terdiam namun beberapa detik kemudian ia juga beranjak berdiri.
Mereka berdua melangkah perlahan keluar dari bioskop dengan keadaan yang canggung, terlebih atas kejadian genggaman tangan yang tidak disangka-sangka. "Kita makan dulu ya," kata Eron membuat Alifa sontak menoleh ke arah laki-laki tersebut.
Gadis tersebut terdiam sejenak lalu melihat ke arah perutnya yang ia rasa sudah mulai berbunyi. "Boleh," kata Alifa, Eron kembali terkejut atas jawaban gadis tersebut, pasalnya itu bulan jawaban yang ia pikirkan.
Laki-laki tersebut jelas tersenyum tipis. "Kapan lagi macan betina lagi anteng," gumam Eron, sedangkan Alifa mengerutkan keningnya ketika melihat Eron sedang bergumam yang tidak ia dengar. "Lu stres? Ngomong sendiri?" tanya Alifa dengan raut wajah datar.
"Ah, enggak," kata Eron sambil menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
Mereka berdua kini melangkah menuju restauran makanan fast food yang terkenal dan banyak penggemarnya, mereka saling memesan satu sama lain. "Bayar sendiri-sendiri saja Mbak," kata Alifa yang lalu memberikan uang cash sesua totalan pesanannya, Eron yang berada di sampingnya sontak menatap heran. "Kan gue yang ngajak Lif," kata Eron dengan raut wajah kecewa.
"Kan gue yang mau makan juga," balas Alifa lalu berlalu dari hadapan laki-laki tersebut sambil membawa nampan berisi makanannya, Eron terdiam lalu menggelengkan kepalanya pelan.
"Sudah Kak ini saja yang dipesan?" tanya pelayan yang membuat sadar Eron.
Eron menjawab, "Iya Mbak." Setelah memberitahu totalnya, Eron membayar.
Alifa duduk setelah mendapatkan tempat duduk, Eron melangkah menghampiri gadis tersebut lalu duduk tepat di hadapan gadis tersebut. "Selagi gue bisa bayar sendiri, jangan bayar-bayarin gue," kata Alifa membuat Eron yang baru mendaratkan tubuhnya untuk duduk di bangku.
"Tapi dimana-mana kalau yang ngajak, berarti yang bayarin juga," jelas Eron membuat Alifa yang sedang mengunyah humberger menatap lekat ke laki-laki dihadapannya.
Alifa menyela, "Prinsip siapa itu kaya gitu?"
"Ya prinsip gue lah," balas Eron membuat Alifa memutar bola matanya jengah. "Terus gunanya gue ada duit apa? Gue juga enggak mau bal–"
Eron menyela, "Bales budi sama gue kan intinya mah." Alifa yang mendengar sontak terdiam sejenak sebelum manggut-manggut untuk membalas selaan laki-laki tersebut.
Eron tersenyum tipis melihat anggukan gadis tersebut. "Gue enggak akan minta balas budi sama lu Lif, tenang saja," kata Eron membuat Alifa hanya menatap dengan sorot mata yang datar sebelum akhirnya ia berdehem dengan dingin.
Mereka berdua menikmati makanan masing-masing dengan lahapnya, hingga 30 menit berselang. Alifa melirik ke arah jam di tangannya sebelum beranjak berdiri. "Lu mau pulang sekarang?" tanya Eron membuat gadis tersebut mengangguk pelan lalu berllu dari hadapan laki-laki yang masih terduduk dengan sorot mata yang bingung.
Eron beranjak berdiri lalu mengejar gadis tersebut yang sudah keluar dari restauran cepat saji tersebut. "Lif, gue anterin aja pulangnya," kata Eron.
Alifa menjawab, "Gue bawa motor."
"Tinggal aja motornya disini," balas Eron membuat Alifa menghentikan langkah kakinya lalu menatap Eron dengan sorot mata yang sengit. "Motor lu aja yang ditinggal, gimana?" tanya Alifa dengan sarkasnya.
Eron terdiam sejenak memikirkan perkataan gadis yang kini sudah kembali melangkahkan kakinya menuju parkiran mall. "Eh, Lif tungguin," kata Eron yang tesadar dirinya kembali di tinggal.
"Yasudah Lif motor gue aja ditinggal, berarti pulang pakai motor lu ya," kata Eron yang membuat Alifa memutar bola matanya jengah ketika mendengarnya.
Alifa menyela, "Gue kira pintar nyatanya 02N."
Mereka melangkah hingga kini berada di parkiran mall tersebut, Eron mengikuti langkah kakinya Alifa hingga ke sepeda motornya, gadis tersebut sontak mengerutkan keningnya dan menoleh ke arah Eron. "Lu ngapain ikutin gue?" tanya Alifa dengan bingung.
"Kan mau pulang bareng, sini gue yang bawa motornya," kata Eron yang kini merebut kunci dari motor gadis tersebut, Alifa sempat terdiam sebelum akhirnya kembali merebut kunci dari tangab Eron yang membuat laki-laki tersebut terdiam sejenak.
Alifa berkata, "Enggak ada yang bilang gue mau pulang bareng sama lu!" Gadis tersebut lantas langsung menaiki motornya dan melajukan perlahan, Eron yang melihat sempat membeku sebentar namun setelahnya ia sedikit berlari menuju motornya dan menyusul Alifa yang sudah lebih dulu keluar parkiran.
Gadis tersebut melajukan motornya keluar area parkir mall tersebut setelah memberikan karcis parkir, ia semoat menatap langit yang sudah hampir menggelap, ia tersenyum tipis karena sedikit senang dirinya ke mall tidak sia-sia. Eron mengikuti Alifa dari belakang, ia mencetak senyum manis dibibirnya. "Han, gue bakal terimakasih banget sama lu, gue menemukan sosok Alifa yang lembut dan tidak garang lagi," gumam Eron dibalik helm fullface-nya.
Tanpa sengaja Alifa melihat di spionnya bahwa laki-laki tersebut mengikutinya. "Tuh orang nekat banget si!" seru Alifa dengan nada sedikit kesal, ia lupa bahwa Eron adalah sosok yang keras kepala dan suka membantah.
25 menit kemudian Alifa telah sampai di rumahnya, tepat sekali adxan magrib berkumandang, ia menghentikan sejenak motornya sebelum masuk ke perkarangan rumahnya membuat Eron yang berjarak mengerutkan keningnya lalu melajukan motor perlahan tepat berada di samping motor gadis tersebut. "Kenapa Lif?" tanya Eron sambil membuka kaca helm fullface-nya.
"Udah gue duga lu bakal nganterin gue," balas Alifa dengan sedikit ketus, Eron yang mendengar sontak menyengir kuda sambil menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
Eron berkata, "Berhubung gue sudah melihat lu sampai dengan aman, gue pamit pulang ya." Alifa hanya berdehem saja membuat Eron mengulumkan senyumnya.
"Kak! Ajak teman kamu masuk, ini masih magrib," kata Aning seidkit berteriak membuat Eron lantas mengurungkan niatnya melajukan motor, Alifa yang melihat jelas menatap melotot terlebih laki-laki tersebut kini sudah lebih dahulu memasuki perkarangan rumahnya.
"Ish! Tuh cowok!" seru Alifa dengan kesal.
Eron memarkirkan motornya tepat di garasi kecil milik Alifa, ia melepas helmnya lalu merapihkan sedikit rambutnya menggunakan ruas jari jemarinya. Aning menyambut dengan senyuman hangat ketika melihat sosok laki-laki tersebut melangkah menghadapnya. "Tan," kata Eron, ia mengelap telapak tangannya terlebih dahulu sebelum bersaliman dengan ibu sang gadis.
"Iya, ini temannya Alifa atau pacarnya Alifa?" tanya Aning to the point, membuat Alifa yang mendengar sontak menyela, "Ish apaan si Bu."
Aning tertawa pelan melihat raut wajah kesal sang anak, ia mengelus pelan punggung anak gadisnya setelah menyambut kecupan punggung dari Alifa. "Saya si maunya lebih dari teman Tan, tapi anak Tante susah banget di dekatin," jelas Eron yang langsung mendapatkan tatapan melotot dari Alifa.
Alifa menyela, "Jangan dengerin Bu, orang stres dia mah."
Aning hanya terkekeh pelan sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Eh enggak boleh gitu Kak, siapa tahu dia benaran tulus sama kamu loh, buktinya sampai nganterin beberapa kali biar kamu aman," jelas Aning, Alifa yang mendengar sontak mendongak ke arah sang Ibu dengan raut wajah merajuk.
"Eh ayuk masuk, ngobrolnya masa di luar, kebetulan Tante bawa kue," kata Aning, Eron hanya mengangguk pelan dengan senyum tipis di bibirnya. Laki-laki tersebut mengikuti langkah kaki kedua wanita tersebut untuk memasuki rumah dengan kehangatan yang benar-benar ia rasakan.
Aning membalikkan badannya membuat Eron yang sedang memperhatikan sudut rumah gadis tersebiut menghentikan aktifitasnya. "Silahkan duduk, Tante buatin minum dulu," kata Aning.
"Engga usah Tan, selesai magrib aku langsung pulang kok," balas Eron mmebuat Aning tidak menggubrisnya, ia melangkah ke arah dapur untuk membuatkan minuman. "Kak, ajak duduk jangan di galakin teman kamunya," kata Aning sedikit lantang.
"Tuh jangan galak kata calon mertua gue," ujar Eron sedikit pelan membuat Alifa yang mendengar menatapnya dengan sengit.
Alifa melangkah untuk duduk di sofa ruang tamu. "Duduk," kata Alifa ketika melihat laki-laki tersebut masih berdiri melihat-lihat isi rumahnya.
"Rumah lu okeh juga Lif, nyaman," kata Eron membuat Alifa sontak melihat keadaan rumahnya
"Rumah emang tempat untuk pulang, jadi harus dibuat senyaman mungkin," kata Alifa membuat Eron yang mendengae menatap lurus ke arah gadis di hadapannya yang tersenyum tipis dengan mata yang melihat kesana kemari.
Eron berkata, "Kalau lu boleh enggak jadi tempat gue untuk pulang, jadi rumah gue."
Alifa yang mendengar perkataan tersebut sontak terdiam sejenak, mata mereka saling bertemu beberapa saat hingga kehadiran Aning menyadarkan mereka berdua. "Ini minum, dan cicipin kuenya," kata Aning.
"Makasih banyak Tante, jadi ngerepotin kan," kata Eron denfan perasaan tidak enaknya.
Alifa menyela, "Sadar diri." Aning yang mendengar perkataan anak gadisnya jelas menyenggol pelan lengan sang anak yang membuat Alifa sontak menatap sang Ibu dengan raut wajah cemberut. "Maafin Alifa ya, dia emang suka gitu," ucap Aning.
"Enggak papa kok Tan, sudah biasa dengan sifat Alifa," balas Eron yang membuat gadis tersebut memutar bola matanya dengan jengah.
"Saya minum ya Tan," kata Eron seraya ijin untuk meminum minuman yang telah disediakan.
Aning tersenyum tipis menatap anak laki-laki tampan tersebut. "Iya dong harus diminum, silahkan," kata Aning mempersilahkan. Laki-laki tersebut mengangguk sopan lalu meminum untuk melepas dahaganya.
Eron melihat jam di tangganya. "Tan, saya pamit pulsng ya, enggak enak soalnya belum ijin sama Mamih juga," kata Eron sambil beranjak berdiri membuat wanita tersebut namun Alifa enggan, ia masih setia duduk dengan tangan bersedikap.
"Kakak." Alifa mendongak ke arah sang Ibu yang seolah memperingati, ia beranjak berdiri dengan helaan nafas malasnya membuat Eron tersenyun tipis melihatnya.
"Terimakasih ya Tan atas minum sama kuenya," ucap Eron.
Aning membalas, "Ini enggak ada apa-apanya, Tante yang terimakasih kamu sudah mau repot-repot ngawal Alifa." Sambil merangkul anak gadisnya yang terkejut atas ucapan sang Ibu.
"Enggak repot kok Tan kalau buat Alifa mah," kata Eron dengan senyum manis di bibirnya.
"Sudah sana lu pulang," ketus Alifa membuat ia mendapatkan cubitab kecil dari sang ibu. "Awkshh Ibu." Aning memperingati melalui sorot matanya membuat Alifa mengerucutan bibirnya sambil menghela nafasnya gusar.
Eron tersenyum tipis sebelum mengecup singkat punggung tangan Aning dengan sopan. "Pamit ya Tan," kata Eron.
"Hati-hati, salam ya buat Mamihnya siapa tahu nanti kita bisa ketemu bareng," kata Aning membuat Eron mengangguk pelan dengan senyum manis yang tercetak dibibirnya.
Laki-laki tersebut menaiki motornya, sebelum ia melajukan motornya ia melihat ke arah kedua wanita yang masih berdiri di depan pintu rumahnya lalu mengangguk pelan. Aning melambaikan tangannya membuat Alifa mengerutkan keningnya. "Ibu kenapa sok akrab banget si sama dia," kata Alifa.
"Kamu ini, bukan sok akrab tapi diakan tamu, teman kamu juga masa iya Ibu harus judesin," balas Aning membuat Alifa yang mendengarnya terdiam sejenak sebelum memutar bola matanya malas lalu melanglksh masuk kembali ke rumahnya.
Alifa berceloteh, "Lagi ngapain di segala nganterin dia, dia bukan teman Kakak bu."
Aning yang mendengar celotehan sang anak hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Terus siapa? Pacar kamu? Dia juga sepertinya baik kok, tampan pula," kata Aning.
"Baru sepertinya kan," cetus Alifa dengan santai membuat Aning kini merangkul sang anak. "Kamu ini jangan terlalu jutek sama cowok apa Kak," ucap Aning.
Alifa menyela, "Kakak ke kamar ya Bu, mau solat magrib abis itu nonton drama." Gadis tersebut langsung melangkahkan kakinya menaiki anak tangga meninggalkan sang Ibu yang menatapnya dengan senyum tipis di bibirnya.
"Anak itu," gumam Aning sambil menggelengkan kepalanya pelan lalu berlalu untuk masuk ke dalam kamar.
Gadis tersebut membuka pintu kamar, ia langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya sebelum mengambil wudhu untuk ia melaksanakan solat magrib yang belum terlambat.
Sedangkan di sisi lain, Eron melajukan motorntmya dengan kecepatan standart sekilas ia menatap langit yang sudah menggelap, ia tersenyum di balik helm fullfacenya. "Kayanya Tuhan baik sama gue dan akan memperlancar urusan gue sama dia," gumam Eron.
20 menit kemudian, laki-laki tersebut memasuki gerbang rumahnya dan lalu menghentikan laju motornya tepat di depan pintu rumahnya. Ia masuk ke rumahnya dengan raut wajah yang bahagia yang membuat kedua orang yang sedang di ruang keluarga saling menatap satu sama lain. "Abang!" seru Jiya.
Eron menghentikan langkah kakinys lalu menoleh ke arah sumber suara, ia lantad menghampiri Mamihnys tersebut dengan senyum manis dibibirnya. "Maaf ya Mih enggak lihat tadi," kata Eron sambil mengecup punggung tangan sang mamih.
"Lu kenapa Bang? Kayanya lagi senang banget," kata Akila membuat Eron yang mendengar kini duduk di samping Jiya sambil bersandar di sofa ruang keluarga tersebut.
Jiya melihat ke arah sang anak dengan tatapan heran, karena tidak biasanya sang anak sebahagia itu. "Kamu kenapa Bang? Ada yang buat bahagia?" tanya Jiya.
Eron menjawab, "Enggak kenapa-napa Mih, lagi mau bahagia saja." Jiya yang mendengar jawaban anak pertamanya sontak terkekeh pelan lalu mengelus pelan pucuk rambut Eron yang membuat laki-laki tersebut kini meyenderkan kepalanya di bahu wanita paruh baya tersebut.
"Yeuh mulai deh manjanya," cetus Akila, Eron yang mendengar perkataan sang adik sontak mengeratkan pelukannya kepada Mamihnya.
"Sana lu mandi, bau," ujar Akila.
Eron menyela, "Yeuh bilang aja lu iri." Akila yang mendengar sontak mengerucutkan bibirnya membust Jiya yang melihat merentangkan satu tangannya kembali membuat Akila kini memeluk Jiya. "Semua kesayangan Mamih," kata Jiya yang mengecup singkat kedua anaknya.
"Abang mau bersih-bersih dulu ya Mih," kata Eron yang kini beranjak berdiri membuat Jiya mengangguk pelan.
"Sana lu, husssh." Eron sontak mengacak-ngacak pelan rambut sang adiknya dengan gemas, setelahnya ia melanjutkan langkah kakinya menaiki tanggan.
Akila yang mendapat perlakuan tersebut sontak merasa kesal. "ISH!!! ABANG!" seru Akila membuat Jiya hanya mengelus pelan pucuk rambut anak gadisnya tersebut untuk menenangkan.
Eron memasuki kamarnya lalu melangkahkan kakinya langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, ia membuka baju yang dikenakan sebelum mengguyurkan tubuhnya di derasnya air shower yang mengalir. Laki-laki tersebut terdiam sejenak laly mengembangkan senyumnya mengingat kejadian beberapa jam di mall XT tersebut, ia bahkan melihat ke arah tangannya yang di genggam tiba-tibs oleh gadis tersebut.
"Apa gue benar-benae jatuh hati sama Alifa?" tanya Eron dengan sendirinya.
Ia menyibakkan rambut ke belakang ketika kena air shorwer yang memgalir. 7 menit berlalu, Eron kini telah mengenakan baju santainya lalu melangkahkan kakinya menuju kasur king sizenya yang seolah memanggil untuk memanjakannya.
Eron merebahkan tubuhnya di atas kasur king sizenya sambil memainkan handphone, ia melihat ke sosial medianya dan mencari username Alifa dan tetap saja gadis tersebut belum menerima pertemanannya. "Kenapa tadi gue enggak nanya ya, aish! Bodohh banget lu Eron!" serunya merutuli kebodohan dirinya, padahal ia setengah harian bareng Alifa.
Waktu semakin larut, gelap semakin tertera di langit, bintang dan bulan juga sudah mulai tertutup awan. Kedua insan tersebut berusaha memejamkan matanya satu sama lain, namun bayangan akan kejadian reflek memegang tangan di dalam studio bioskop teringat kembali. "ARGH! Kenapa gue harus pegang tangan dia coba, kalau dia kegeeran gimana?!" Alifa benar-benar frustasi mengingatnya, ia berulang kali menutup dirinya dengan selimut.
"Kalau dia kepedean gimana? Kalau dia cerita sama yang lain gimana? Kenapa gue juga mau aja coba nonton sama dia," gumam Alifa dengan sorot mata yang benar-benar menyesal.
Alifa menutup kembali wajahnya dengan selimut. "Alifa! Bodohh banget lu!" seru Alifa dengan gusar.
"Ini salah Hani, coba aja dia bilang pas gue dijalan gue bisa putar balik, nah ini gue udah di mall. Ah– sudahlah bodo amat," kata Alifa yang kini mulai mencari posisi nyaman untuk tertidur, ia menyetel lagu untuk mengantarkannya ke alam mimpi.
Perlahan, Alifa mulai terlelap dalam tidurnya. Begitu juga dengan Eron yang juga sudah menemukan posisi nyaman dalam tidurnya. Kedua insan tersebut saling memikirkan walau yang satu karena senang, dan yang satu karena gelisah.
***
Sinar mentari mulai mengambil alih dari gelapnya malam, burung berkicau mulai terdengae ditelinga, Alifa yang terusik kini mengulet dari tidurnya. Ia membuka matanya perlahan lalu memposisikan dirinya untuk duduk di atas kasur, ia mengumpulkan dulu nyawanya sebelum beranjak turun dari kasur. Alifa meraba mencari handphonenya namun ternyata handphonenya mati. "Aih gue lupa ngecas semalam," kata Alifa.
Gadis tersebut beranjak turun dari kasurnya lalu melangkah ke kamar mandi untuk bergegas membersihkan tubuhnya. 15 menit berlalu, Alifa keluar dari kamarnya lalu menuruni anak tangga. "Selamat pagi Bu," kata Alifa ketika melangkah ke ruang makan.
Aning yang melihat sang anak seperti sedang bahagia sontak mengerutkan keningnya. "Pagi Kak, mau sarapan apa kamu?" tanya Aning.
"Aku roti aja deh, nanti makan beratnya di kantin sekolah saja," kata Alifa yang kini duduk lalu mengambil.2 lembar roti tanpa pinggiran.
"Kamu kenapa Kak? Kayanya lagi senang?" tanya Aning.
Gadis tersebut yang sedang mengunyah rotinya jelas menatap sang Ibu lalu mengernyitkan dahinyam "Senang? Biasa aja Bu," balas Alifa membuat Aning yang mendengar menatap sekilas lalu manggut-manggut saja.
"Lu mau bareng gue?" tanya Alifa membuat Agung yang mendengarnya jelas terkejut. "Lu ada angin apa nih nawarin gue bareng? Biasanya juga nolak mulu," kata Agung.
Alifa yang mendemgar sontak memutar bola matanya dengan jengah lalu berkata, "Yeuh gue tawarin malah kaya gitu."
"Ya aneh aja," cetus Agung.
"Terus intinya lu mau bareng enggak? Gue mau berangkat nih?" tanya Alifa.
Agung terdiam sejenak membuat Alifa sontak memutar bola matanya jengah. "Enggak, gue bareng teman gue nanti," kata Agung membuat gadis tersebut mengangguk pelan lalu beranjak berdiri.
"Yaudah, kalau gitu gue duluan." Sambil mengambil tas yang ia taruh di kursi makannya tersebut.
"Bu, Kakak berangkat ya," kata Alifa yang kini mengecup punggung tangan sang Ibu.
Aning membalas, "Hati-hati ya Kak, jangan ngebut." Alifa tersenyum tipis lalu mengangguk pelan, ia mengelus pelan pucuk rambut adik bontotnya sebelum melangkah keluar. "Dadah bocil," kata Alifa.
"Kakak mah!" Kean jelas tidak suka, terlebih ia baru bangun tidur dan Alifa suka sekali mengganggunya.
Gadis tersebut memaki airpods untuk mendengarkan lagu selama perjalanan menuju sekolahnya nanti, setelahnya ia menggunakan helmnya dan melajukan motornya keluar dari perkarangan rumahnya. Langit sedang berwarna biru cerah, gadis tersebut sesekali menatap langit tersebut dengan senyuman tipis dibibirnya, semoga itu hari yang indah untuk dirinya.
Sedangkan di sisi lain Eron melangkah keluar dari rumahnya setelah berpamitan dengan Mamihnya, ia melajukan motornya dengan kecepatan standar menjauh dari perkarangan rumahnya.
15 menit kemudian.
Eron kini memasuki gerbang sekolahnya dan menuju parkiran, tanpa sengaja ia melihat sosok gadis yang membuatnya susah tidur kemarin malam, ia mengulumkan senyumnya lalu memarkirkan dengan rapih motor sportnya tersebut. Laki-laki tersebut melepas helm fullface-nya lalu meletakkan di atas motornya, ia turun dari motor dan langsung menghampiri gadis tersebut yang masih duduk di atas motor.
"Selamat pagi calon pacar," kata Eron dengan senyum manis.
Alifa yang baru saja melepas airpodsnya sontak menoleh ke arah belakang yang sudah ada laki-laki yang serig kali mengganggunya. "Bisa enggak si lu pagi-pagi gini jangan nongol di hadapan gue," kata Alifa dengan sorot mata yang tajam, ia lalu melangkah dengan santai melewati Eron yang masih saja menampilkan senyum dibibirnya.
Laki-laki tersebut menyusul langkah kaki Alifa sambil membenarkan tasnya yang ia cantelkan di bahu kanannya. "Lif, tungguin kek, perasaan kemar–"
Gadis tersebut sontak menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Eron. "Jangan sampai ada yang tahu soal kejadian kemarin!" seru Alifa berbisik dengan nada ancaman membuat Eron tersenyum tipis mendengarnya.
"Kenapa emang? Lu takut digosipin lagi," balas Eron membisik.
Alifa yang mendengar sontak melotot tajam penuh ancaman ke arah Eron. "Kalau lu tahu alasannya jangan berulah." Alifa jelas memperingati, gadis tersebut langsung melanjutkan kembali langkah kakinya membuat Eron yang masih berdiam diri memperhatikan dengan seksama.
"Jadi sekarang gue ada ancamam buat lu nurut sama gue," gumam Eron sambil tersenyum tipis, para siswa-siswi yang melihat kejadian tersebut sontak berbisik dengan apa yang terjadi dan apa yang kedya insan tersebut bicarakan.
Alifa melangkahkan kakinya memasuki ruang kelas yang masih sepi, namun sahabatnya sudah berada si bangkunya. "Alifa!" Hani tersenyum sambil melambaikan tangannya, Alifa memasang raut wajah cemberut melangkah ke bangkunya.
Hani menatap sendu ke sahabatnya. "Lif lu marah ya sama gue? Gue kan sudah minta maaf, bokap gue ngajaknya mendadak," balas Hani dengan rasa bersalah, ia terus memegang tangan sahbaatnya yang bahkan tidak meliriknya sama sekali.
"Lif, maafin ya. Lain kali enggak akan terjadi deh," ujar Hani dengan penuh penyesalan.
Alifa menghela nafasnya pelan lalu menoleh ke arah sahabatnya yang kini memasang raut wajah rasa bersalah. "Iya Han, gue udah maafin kok," balas Alifa dengan senyum tipisnya.
"Benaran Lif?" tanya Hani, jelas Alifa mengangguk pelan membuat Hani sontak langsung memeluk erat sahabatnya tersebut, Alifa membalas pelukan tersebut.
"Makasih ya Lif," kata Hani.
Alifa tersenyum tipis lalu mengangguk pelan sambil berkata, "Iya sama-sama Han. Tapi lain kalo kalau mau batalin jangan mendadak."
Hani menyengir kuda lalu menjawab, "Iya Lif pasti."
"Kok tumben masih sepih ini kelas," kata Alifa ketika melihat ruang kelasnta masih sepi.
"Lu enggak liat handphone lu emang?" tanya Hani, Alifa mengerutkan keningnya lalu menggelengkan kepalanya pelan.
Gadis tersebut lantas langsung mengambil handphonenya lslu menyalakan data dan puluhan chatu muncul satu persatu. "Makanya jangan sering-sering matiin data," ujar Hani.
Alifa kini sedang membuka pesan grup kelasnya. "Freeclass?" tanya Alifa yang kini menoleh ke arah sang sahabat, Hani hanya merespon dengan anggukan pelan.
"Emang ada apa? Rapat lagi guru?" tanya Alifa dengan bingung.
Hani menghela nafas perlahan sebelum menjawab, "Sekolah kita ngadain pertandingan antar semua sekolah." Gadis tersebut sontak megerutkan keningnya, pasalnya ia tidak tahu apa-apa.
"Kok gue–" belum sempat melanjutkan perkataannya sang sahabat menyela, "Kok lu enggak tahu? Ya gimana mau tahu lu kan cuek bebek soal kaya gini."
Alifa menyela, "Ya kadang banyak yang gak pentingnya." Hani yang mendengar sontak memutar bola matanya jengah.
"Lif terus lu kemarin gimana? Langsung pulang?" tanya Hani, membuat Alifa yang sedang menscroll chatan grup sontak menghentikan aktifitasnya.
Hani mengerutkan keningnya ketika sahabatnya tidak merespon pertanyaannya. "Lif!" Gadis tersebut tersadar dari diamnya.
"Hah?"
"Lu ditanya malah diam saja si," kata Hani.
Alifa berkata, "Sorry, gue lagi baca pesan grup nih soalnya." Hani sontak memutar bola matanya dengan jengah ketika mendengar jawaban sang sahabat.