"Sal," panggil seseorang sembari mengguncang-guncangkan tubuh. Salsa mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu membuka matanya perlahan.
Sehabis belanja tadi, Salsa memang menunggu kakaknya pulang untuk makan bersama namun yang terjadi malah Salsa yang ketiduran.
"Eunggg ... Kakak sudah pulang?" tanya Salsa lalu melihat jam dinding di atas kulkas yang kini tengah menunjukkan pukul 11 malam membuat kesadaran Salsa kini kembali.
"Kakak dari mana aja? Kenapa pulang larut?" tanya Salsa masih nenatap Resya yang kini duduk di sebelahnya.
"Maaf tadi pagi kakak bentak-bentak kamu," ucap Resya lembut. Kali ini Salsa melihat tidak ada amarah seperti yang ia lihat tadi pagi.
"Gak apa-apa, kakak udah makan?" tanya Salsa lagi, Resya mengangguk.
"Sudah. Kamu pasti belum makan, sebaiknya kamu makan dulu." Salsa mengangguk dan langsung mengambil piring yang diberikan oleh Resya.
"Kakak ke kamar dulu ya," ucap Resya tepat setelah memberikan piring dan memberikannya pada Salsa.
Sedangkan Salsa yang melihat tingkah kakaknya hanya diam, ia memilih tidak banyak bertanya.
Salsa menatap punggung kakaknya yang menghilang di balik pintu, ia yakin seberat apapun masalah yang tengah dihadapi oleh kakaknya pasti kakaknya bisa menyelesaikannya. Salsa tersenyum samar, melanjutkan aktivitasnya untuk makan.
***
Dentingan suara piano mengalun melontarkan melodi-melodi yang menari dengan indah, jari lentik mungil itu terus saja menari mempertontonkan alunan musik lembut namun terasa mendalam.
Perlahan, jari lentik itu pindah dari satu sisi ke sisi yang lain, hingga akhirnya berhenti tepat setelah pintu terbuka dari luar yang menampakan sosok lelaki dengan kemeja coklat, terlihat cocok sekali dengan warna kulit lelaki tersebut yang tidak terlalu gelap.
Pandangan mata Salsa lantas langsung mengarah ke sosok yang baru saja membuka pintu, sosok tersebut berdiri dengan kedua tangan yang terlipat di d**a menatap Salsa dalam.
Salsa yang menyadari ditatap langsung oleh sosok dihadapannya langsung mengalihkan pandangannya, lalu berdiri dari tempatnya duduk semula.
Salsa menunduk menatap ujung sepatunya, "Kak Naufal ada apa?" tanya Salsa masih dengan pandangannya pada ujung sepatu.
Lelaki yang di panggil dengan sebutan 'Kak Naufal' tersebut menurunkan kedua tangannya, lalu perlahan berjalan mendekati posisi dimana Salsa berdiri.
"Cuma lewat, lalu terdengar suara piano yang seakan memanggil buat ke sini." Lelaki tersebut menatap Salsa dalam hingga akhirnya Salsa memberanikan diri menatap lelaki yang kini hanya berada 2 meter darinya.
"Saya permisi Kak," ujar Salsa lalu mengambil tasnya yang berada pada meja tak jauh dari tempatnya berdiri lalu berjalan menjauhi ruangan musik.
Salsa mempercepat langkah kakinya ketika menuruni anak tangga, hingga tanpa sadar kini dirinya berada di lantai dasar gedung Fakultasnya.
Salsa menarik napasnya dalam, memandang deretan motor yang berjejer secara acak karena tidak diparkir secara rapi oleh beberapa orang.
"Kenapa harus lari sih," ucap Salsa menggerutu pada dirinya sendiri, ia juga masih terlihat ngos-ngosan setelah menuruni tangga dengan cepat lalu berjalan dengan langkah yang cukup besar untuk sampai ke lantai dasar gedung fakultas
.
Jarak antara ruang musik dan gedung fakultasnya memang lumayan jauh, untuk berjalan dengan santai saja bisa menghabiskan waktu sampai 10 menit, namun kini Salsa memecahkan rekor mungkin karena ia bisa sampai dalam waktu tidak sampai 5 menit.
Salsa menarik napasnya dalam lalu berusaha menstabilkan kembali pernapasannya, ia menyenderkan dirinya di dinding luar perpustakaan yang berada di lantai dasar. Sesekali Salsa tersenyum ramah saat melihat temannya atau kakak tingkatnya lewat.
Setelah Salsa merasa cukup lebih baik, ia melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju kelasnya. Kali ini, ia berjalan dengan sedikit santai sembari sesekali menyeka keringatnya yang turun dari dahinya.
"Sal, pas banget. Di cari sama pak Dayat." Salsa menghentikan langkanya saat berpapasan dengan Heni di tangga.
Salsa berterima kasih kepada Heni sebelum akhirnya ia berjalan menuju ruang dosen. Salsa menarik napasnya dalam di depan pintu sebelum akhirnya ia memutar knop pintu lalu mendorongnya ke dalam.
Salsa langsung berjalan menuju meja pak Dayat, tepat saat pak Dayat menatap sosok Salsa yang baru saja muncul dari balik pintu. Salsa tersenyum kecil lalu menarik kursi yang berada tepat di depan meja pak Dayat.
"Masih ada kuliah Sal?" tanya pak Dayat sambil membuka lembaran-lembaran kertas yang Salsa duga adalah jurnal.
"Udah selesai pak," jawab Salsa tanpa menatap pak Dayat.
Salsa sedikit terkejut mendengan pintu yang di tutup agak keras, tanpa menatap ke arah sumber suara Salsa hanya melirik ujung sepatu kulit yang berjalan melangkah melewatinya. Salsa hanya heran, apa harus menutup pintu dengan sekeras itu.
"Gimana Salsa praktikumnya?"
"Alhamdulillah semua lancar," jawab Salsa.
"Kapan kalian UAS? Minggu depan sudah lebaran 'kan?"
Salsa mengangguk-angguk paham, "besok Pak, soalnya kemarin baru selesai praktikum terakhir."
Pak Dayat memberikan selembar kertas pada Salsa yang berisi daftar nama adik tingkatnya.
"Ya sudah, kalau UAS gak perlu di labor. Cari kelas saja, ini nanti nilainya pindahin ke sini ya. Nilai asli saja dari absen praktikum, nilai laporan, nilai pre-test dan post-test."
"Baik Pak, lusa saya akan kasih ke bapak daftar nilainya." Salsa menerima kertas yang diberikan oleh pak Dayat lalu memasukannya ke dalam tasnya.
"Ya sudah kalau begitu kamu boleh pulang, istirahat ya. Soal sudah di buat?"
"Sudah Pak, baik kalau begitu saya permisi dulu Pak." Salsa berdiri dari kursinya lalu berjalan keluar dari ruang dosen.
Untungnya semua sudah dipersiapkan oleh Salsa sehingga ia tak perlu terburu-buru. Salsa langsung saja melangkahkan kakinya untuk pulang ke rumah. Dirinya memang membutuhkan istirahat, apalagi besok selepas mengawas ujian ia harus makan malam bersama dengan Nana dan Vivi. Ditambah lagi ia harus memindahkan nilai ke kertas yang tadi di berikan oleh pak Dayat. Salsa mempercepat langkahnya, rindu terhadap kasurnya sudah sangat besar.
Salsa mengetuk lagi pintu kamar kakaknya namun tidak ada jawaban dari dalam, lalu meninggalkannya. Mungkin saja kakaknya belum pulang, pikirnya. Entah apa yang terjadi, Salsa cukup mencemaskan keadaan kakaknya beberapa hari ini yang terlihat seakan menghindariku.
Berkali-kali aku mencoba menanyakan apa ada hal yang salah namun tetap saja, tidak ada jawaban dari mulut kakaknya itu. Semua yang dikatakan oleh kakaknya adalah untuk bersikap biasa saja karena semuanya baik-baik saja. Tetapi, setelah beberapa kali mendengarkan tanggis dari kamar kakaknya itu saat malam hari, Salsa sadar jika kakaknya saat itu sedang tidak baik-baik saja.
***
Serenade senja menjadi penutup asa
Menyimpan rasa akan rahasia
Dalam hangat dekapan langit kelabu
Bolehkah rindu berlabu
Menumpahkan percikan warna
Dalam goresan lukisan nirwana
Agar kamu tahu
Bahwa aku ingin bertemu