(7 tahun lalu) Ingin memiliki

1626 Kata
“Bro, sibuk mulu.” Seorang pria memukul bahunya Ben yang sedang duduk di sebuah Kafe Star, di sana adalah tempat tongkrongan anak-anak muda. Ben duduk memesan minuman saat pelayan datang. Dia membayar juga untuk teman-temannya. Loyalitas Ben tinggi juga pada teman-temannya. “Lara nggak ikut?” “Kuliah, dia sibuk juga. Nggak ikutan.” “Jadi nikah nih sama, Lara?” “Ya jadilah, gue udah sayang sama tuh anak. Gue sampai kuras tabungan ngasih dia mobil.” Jawab Ben dengan jujur pada teman-temannya. Setiap ada waktu luang, mereka pasti berkumpul seperti ini. “Lo ngasih mobil. Dia udah ngasih apa ke lo?” Ben tertawa keras saat temannya bertanya. “Nggak ada.” “Eleeeh, mana mungkin lo mau ngasih cuma-cuma ke dia. Kalian udah tidur?” Bisik temannya pelan di tempat tongkrongan yang di mana teman-temannya berjumlah empat orang. “Yaaaaa begitulah.” “Sial, pantesan. Lo udah dapat jatah gitu. Jadi kapan rencananya?” “Tunggu aja, gue masih nabung juga. Lara juga lagi sibuk kuliah.” “Kali ini lo serius nggak sama dia?” “Serius banget ... nggak tahu ya kalau sama Lara, gu ngerasa perasaan gue kuat banget ke dia.” “Ingat diri, Ben!” Dia malah tertawa mendengar ucapan temannya. “Terus waktu lo sama dia, Lara perawan?” “Iya, gue yang pertama.” “Menang banyak si sialan ini. Kebayanglah lah ya tidur sama dia. Apalagi Lara udah cantik, pintar, baik. Kurangnya di mana coba.” “Lara udah gue ikat, gue lama dia udah beberapa minggu lalu. Jadi semoga dia nggak khianati gue juga.” “Mana ada yang bisa lepas kalau lo udah tidur sama dia, Ben? Lo baru sekali emang?” “Tiap ketemu lah bro. Lo tahu sendiri cowok kalau udah ngerasain pasti nagih. Kalian sendiri malah udah sering.” “Gue belum senekat lo lah, paling kalau gue sama cewek gue. Ya tapi belum ada rencana nikah. Kalau lo kan udah positif nih nikah sama, Lara. Tapi gue rasa Lara itu sempurna banget, Ben.” Lara itu cantik, baik dan juga sangat pintar. Ben juga sangat menyayangi Lara. Sesibuk apa pun pekerjaannya, dia rela menjemput Lara dan mengantar Lara pulang lalu kembali lagi ke kantor. “Walaupun usia kalian lumayan lah ya bedanya. Tapi kala dilihat-lihat kalian itu serasi. Lara juga sayang banget kayaknya sama lo.” “Dari dulu juga gue sama dia sama-sama saling sayang. Makanya gue lamar dia.” “Orangtua dia gimana?” “Setuju kalau gue nikahin anaknya. Gue juga udah bilang sama Papanya kalau gue udah lamar Lara secara pribadi. Terus Papanya bilang usahakan lebih cepat.” “Kenapa lo nggak langsung nikahin aja sih? Lumayan lho dia itu cantik. Kapan lagi bisa dapatin yang muda kayak dia.” Baru saja minuman mereka tiba, kemudian Ben mengaduk minumannya. “Iya gue masih usahakan kok. Jadi kalian tenang aja. Pasti gue undang kok.” Obrolan mereka panjang mengenai pernikahan Ben dan Lara berakhir begitu Ben dihubungi oleh Lara. Dia akan pergi menjemput Lara ke kampus. “Gue duluan, ya! Lain kali kita kumpul lagi. Lara nggak gue bolehin bawa mobil soalnya.” Sampai di depan kampus, Ben menunggu di luar sampai Lara keluar. Tidak lama setelah itu Lara keluar dan sudah hafal dengan mobilnya Ben. Dia masuk ke dalam mobil sambil menghela napas panjangnya. “Nih.” Lara menoleh ketika Ben menyodorkan minuman dingin untuknya. Ya tepat sekali seperti yang dia inginkan. “Makasih, Ben.” “Sama-sama.” Mereka diperjalanan kemudian Lara melihat ke arah Ben dan ingin menyudahi tentang hubungan tidak sehat. Yaitu tentang mereka berdua yang sering sekali tidur bersama. Tapi Lara takut ditinggal ketika sudah terlanjur. Andai bukan karena obat perangsang waktu itu yang diberikan oleh Ben. Mungkin Lara masih bisa menjaga diri sampai sekarang. “Ra, kita ke apartemen.” Obrolan Ben langsung tepat sekali pada sasaran. Ben yang pasti akan mengajaknya bercinta. Lara berhenti menyedot minumannya. “Ben.” “Apa sayang?” “Bisa kita berhenti lakukan itu?” tanya Lara dengan hati-hati. Dia takut dan sebenarnya sudah lelah. Kadang dia merasa sebagai pemuas untuk sementara waktu. Tapi dia sudah terlanjur sayang pada Ben. Jika dia putus dengan Ben, belum tentu ada pria lain yang menerima dia nanti. Dia sudah tidak perawan lagi, Ben juga sudah pernah mengajaknya tidur beberapa kali. “Kita putus, Ra.” Lara merasa hatinya sangat sakit. “Tapi, kan?” “Kurang percaya apa kamu sama aku? Kita udah pernah bahas ini. Aku lakukan karena aku juga lagi nabung. Aku janji nikahi kamu, Lara.” “Tapi aku...” “Tapi apa? Kamu punya pria lain?” Mereka berdua bertengkar di jalan. Sedangkan Lara menangis ketika Ben mengatakan putus. “Aku turun di sini.” “Nggak. Mana mungkin aku nurunin kamu di sini.” “Aku bilang turunin!” “Oke kia putus.” Lara terdiam dan memegang seatbelt dengan kedua tangannya. “Ben...” “Kamu tahu sendiri aku sayang sama kamu. Kita udah lama nggak ketemu. Kamu semakin sibuk. Aku juga sibuk dengan jabatan Manager sekarang. Lara ... aku janji setelah ini nikahi kamu. Kamu juga sudah lihat rumah aku atas nama kamu. Apa lagi yang kamu butuhkan?” Tahu kalau rumah itu atas nama Lara. Sebagai bukti bahwa Ben begitu sayang padanya. “Ini mobil pribadi aku juga atas nama kamu, Lara. Apa yang kamu ragukan.” Dia terdiam. Sampai dia baru sadar bahwa sekarang mereka ada di sebuah parkiran hotel. “Kenapa ke sini?” “Aku mohon...” Lara tidak bisa lepas. Takut Ben benar-benar meninggalkan dia. “Kita nggak putus?” “Nggak, aku sayang sama kamu, Lara. Mana mungkin aku putusin kamu begitu aja. Tapi kali ini aku mohon kamu ngerti. Aku pengen kamu.” Lara menggigit bibir bawahnya. Ben memesan kamar hotel. Mereka masuk ke kamar dengan keadaan Lara yang merasa dirinya sangat sakit setiap kali melayani Ben. Dia takut, dia takut kalau ini hanyalah mimpi buruknya. Sudah berulang kali dia berusaha untuk bicara dengan Ben mengenai hubungan mereka sudah tidak sehat lagi semenjak mereka sering berhubungan intim. Lara meletakkan tasnya saat Ben memeluknya dari belakang. Hubungan badan, mendesah, merasa berdosa. Setiap kali Lara melakukan itu, dia merasa sedang mengkhianati orangtuanya. Pria itu mulai mencium bibirnya saat Ben membalik tubuhnya. Lara mengalungkan kedua tangannya di leher Ben. Kemudian pria itu mulai membuka bajunya Lara. Tubuh Lara sangat indah. Putih dan selalu terawat, Ben tidak pernah merasa rugi jika mengantar Lara untuk perawatan. Karena ini juga sangat nyaman untuknya. Semua tubuh Lara begitu mulus dan sangat bersih. Ben mulai membuka kaitan bra Lara. Melahap dua gundukan kenyal milik Lara sampai putingnya mencuat keluar saat dihisap oleh Ben. Sulit baginya untuk tidak merangsang kalau Ben sudah menarik putingnya seperti ini. Mereka naik ke atas ranjang berdua. Lara ditelanjangi terlebih dahulu. Sedangkan Ben masih memakai pakaian utuhnya. d**a Lara juga tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, Ben suka dan sering meremasnya. Bahkan ketika mengantar Lara, sering sekali mencuri waktu untuk menghisapnya. Digigitnya pelan p****g p******a itu sampai Lara mengerang. Paha lara dibuka oleh Ben dan pria itu memasukkan jari tengah dan jari manisnya lalu mulai memainkannya. Sedangkan dia masih asyik dengan dadanya Lara. “Aaaaah, Ben.” “Terus sayang!” Cairan milik Lara keluar saat Ben menghisap d**a dan memberikan pemanasan di bawah sana. Terlihat Lara sudah lelah, Ben membuka bajunya dan celananya. Dia menyodorkan kejantanannya untuk dimainkan Lara. Lara tidak pernah suka seks, dia benci ini. Tapi karena dia sudah terlanjur sering melakukannya apalagi dengan ancaman Ben untuk putus. Mana ada pria yang mau menerimanya jika nanti dia putus dengan Ben. Usai dengan pemanasan itu. Ben menumpuk bantal hingga tubuh Lara sedikit lebih terangkat agar mudah dia cium bibir wanita itu. Perlahan, tanpa pengaman. Ben memasukkan miliknya pelan ke dalam kewanitaan Lara. “Aaaaahhh.” Lara berpegangan pada kedua lengan Ben saat pria itu mulai bergerak. Pelan, dan selalu membuat Lara nyaman, tapi tetap saja hubungannya tidak pernah baik selama berhubungan badan. Ben mencium bibirnya ketika Lara mendesah. Sedangkan dibawah sana masih menyatu. “Aaah... aaaah, Ben.” “Iya sayang. Kenapa?” Ben mengecup kening Lara saat mendesah. Ditambah lagi ketika dia menghisap dadanya Lara lagi. “Aku suka setiap kali kamu diajak ke hotel. Kita aku suka desahanmu.” Lara bodoh dia bisa terbuai dengan percintaan mereka sekarang. Sangat nikmat sekali saat Ben mulai menggerakkan miliknya lebih cepat. “Sayang, berdiri dibawah kamu hadap belakang, sambil tengkurap di ranjang. Kakimu di lantai.” Dia hanya menurut ketika fantasy seks mereka semakin pengalaman dengan banyak gaya. Ben mulai dari belakang dan mencium tubuh Lara dari belakang. Semua tubuh Lara putih, bersih dan juga sangat halus. Ben paling suka ketika dia meremas d**a Lara dari balakang. “Mmmhhhhh ... Aaaaahhh Ben.” Lara merasa tidak tahan lagi saat Ben mulai lebih cepat dengan gerakannya. Pria itu naik ke ranjang dan menuntun Lara untuk naik ke atas ranjang saat dia menjadikan Lara di atas. “Begitu nikah, aku mau kita lakukan setiap hari.” Lara tersenyum pada Ben. Dia membungkuk kemudian Menghisap dadanya sambil menggerakkan juniornnya dibawah. “Sssssshhh ... aaaah.” Sial Lara bisa menikmatinya dan malah sangat suka dengan hubungan ini. Dia menikmati cara Ben menyentuhnya. Tidak ada sentuhan kasar setiap kali mereka melakukannya. Ben menurunkan tubuh Lara dan membaringkannya lagi. Pahanya dibuka dengan lebar kemudian Ben memasukannya lagi. “Aaaaah ... aaahhhh ... aahhh.” Lara melihat ekspresi Ben sedang ingin keluar sekarang. Gerakkannya lebih cepat dari biasanya. Lara melihat ekspresi Ben yang berbeda. “Aaaakkkhhhh akkkhhhhh...” Ben berhenti bergerak saat Lara sudah merasakan sperm*a Ben tumpah di dalam sana. Tapi pria itu belum juga mengeluarkan kejantannya. Bagi Ben dia akan tanggung jawab pada Lara. Jelas dia sangat mencintai Lara. Dia ingin melihat Lara menjadi miliknya sampai kapan pun itu. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN