BAB 9

1416 Kata
Di malam hari yang dingin, burung tak lagi berkicau seakan menandakan bahwa dunia sudah gelap, waktunya beristirahat dan sebagian lagi menarik selimut mereka untuk terpejam, bintang dan bulan seakan menjadi saksi bahwa dunia seharian ini begitu melelahkan bagi orang-orang yang beraktifitas di luar sana. Hidup memang tak akan semudah yang kita rencanakan, akan ada saatnya tangis menjadi tawa, sama halnya dengan Hazanah yang menguras air mata semenjak menikah dengan sang suami, bukan hanya b********h yang ia pikirkan, tapi juga kehidupan rumah tangganya yang bagaikan orang asing yang tidak saling mengenal. Arti pernikahan dalam syariat islam adalah cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu s*****t,  untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman, mencoba memelihara kesucian diri. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Nak? Rafiz belum kembali?" tanya Yuna, ketika melihat Hazanah sedang berpikir. "Belum, Bi, saya juga menunggu Mas Rafiz" "Sebentar lagi pasti akan kembali, Nak, kamu istirahat gih, udah jam 9 loh ini." "Iya, Bi, tapi Mama mana?" "Mama kamu lagi ada tamu, dia sedang ngobrol sama Ustadzah Hana!" "Baiklah, Bi, makasih." "Ya sudah, Nak, Bibi istirahat dulu." Hazanah menganggukkan kepala. Sepeninggalan Yuna, Hazanah berjalan menuruni tangga, ia melihat sang Ibu mertua sedang mengobrol. "Tentu saja, Bu Ayu, pernikahan itu dapat menentramkan jiwa, dengan pernikahan, orang dapat memenuhi tuntutan nafsu seksualnya dengan rasa aman dan tenang, dalam suasana cinta kasih, dan ketenangan lahir dan batin. Firman Allah SWT mengatakan : “Dan, diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya.” (Ar Rum/30:21) Pernikahan dapat menghindarkan perbuatan maksiat. Salah satu kodrat manusia adalah penyaluran kodrat biologis. Dorongan biologis dalam rangka kelangsungan hidup manusia berwujud nafsu s*****l yang harus mendapat penyaluran sebagaimana mestinya. Penyaluran nafsu s*****l yang tidak semestinya akan menimbulkan berbagai perbuatan maksiat, seperti perzinaan yang dapat megakibatkan dosa dan beberapa penyakit yang mencelakakan. Dengan melakukan perkawinan akan terbuka jalan kita untuk menyalurkan kebutuhan biologis secara benar dan terhindar dari perbuatan-pebuatan maksiat. Pernikahan juga di lakukan untuk melanjutkan keturunan dalam surah An Nisa ayat 1 ditegaskan bahwa manusia diciptakan dari yang satu, kemudian dijadikan baginya istri, dan dari keduanya itu berkembang biak menjadi manusia yang banyak, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Memang manusia bisa berkembang biak tanpa melalui pernikahan, tetapi akibatnya akan tidak jelas asal usulnya / jalur silsilah keturunannya. Dengan demikian, jelas bahwa pernikahan dapat melestarikan keturunan dan menunjang nilai-nilai kemanusiaan. Saya sebagai manusia, menurut saya cara Ibu menjodohkan anak lelaki Ibu dengan wanita muslimah yang taat itu benar, Bu, karena di dunia ini tidak ada yang sempurna, hidup pun terkadang mengeluarkan tangis, tapi sebagai manusia, kita semua hanya bisa membutuhkan waktu." tutur Ustadzah Hana. "Iya, Bu Ustadzah, awalnya saya sedikit ragu menjodohkan anak saya, tapi wanita yang saya pilihkan untuknya, adalah wanita yang salihah, wanita yang tahu menempatkan posisinya sebagai wanita." ujar Rahayu. Membuat Hazanah tersenyum, alhamdulillah jika Ibu mertuanya menganggapnya demikian. "Sangat jarang, Bu, di dunia ini, jangankan di dunia ini, di kota ini saja, sangat jarang yang taat pada agama. Bersyukurlah, Bu, jika menantu Ibu salihah, tidak semua wanita bisa salihah, Bu!" "Iya, Ustadzah, saya juga bahagia, akhirnya anak saya bisa melihat sisi baru di dunianya, saya menjodohkan anak saya dengan menantu saya itu, selain memegang amanah suami saya, saya juga kagum sama menantu saya, dia bisa membawa pengaruh positif pada anak saya yang selama ini tidak pernah mengenal agamanya." ujar Rahayu. "Jadi, sekarang, Ibu mau mebcaeikan jodoh untik anak bontot Ibu kan? Carilah wanita yang seperti menantu pertama Ibu. Itu tugas yang berat, Bu, tapi itulah sosok Ibu, mencari yang terbaik untuk anak-anaknya adalah salah satu tugasnya. Meskipun akan ada tantangan." "Terima kasih, Ustadzah!" "Sama-sama, Bu!" "Saya akan menyantuni anak yatim, Ustadzah, saya sudah berdiskusi dengan suami saya, kami akan memberikan sedikit sedekah kepada anak yatim, kepada janda-janda dan kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan, saya ingin meminta bantuan dari Ustadzah, sekiranya Ibu Ustadzah menyisihkan waktu untuk membantu saya sekeluarga." "SubhanAllah ... Walhamdulillah... Saya pasti bisa membantu, Bu, apalagi kepada hal-hal yang baik, seperti menyantuni anak yatim dan janda-janda." "Saya juga akan membuat pengajian di rumah saya, Ustadzah, dalam rangka mensyukuri semua yang sudah suami saya terima sampai saat ini, menantu saya itu membuat saya sadar, Ustadzah, bahwa semua milik kita tidak akan menjadi bekal di akhirat, jadi saya akan menyantuni anak yatim dan kepada janda-janda setiap 2 minggu sekali." "SubhanAllah... Menantu Ibu, memang sangat bijaksana dan salihah." Hazanah kembali menaiki tangga, berjalan masuk ke kamarnya. Ia merasa kagum pada Ibu mertuanya, karena sang Ibu mertua akhirnya mau menyantuni anak yatim dan janda-janda sesuai apa yang ia sarankan, semua memang tak akan di bawa mati, jadi sisihkanlah sedikit rezeki untuk menyantuni anak yatim dan janda-janda juga kepada orang-orang yang membutuhkan. Karena hanya itu yang akan menemani kita sampai akhir hayat nanti, berdoalah agar semua yang di miliki terus menjadi milik kita sampai saatnya kembali kehadapan Allah, tiba. Suara ketukan pintu kamar terdengar, Hazanah berbalik dan melihat Rafiz masuk dengan wajah yang seakan memiliki banyak masalah. "Mas, ada apa?" tanya Hazanah. "Gak apa-apa." "Akan ku siapkan makan, Mas," kata Hazanah. "Gak usah. Aku sudah makan." "Makan di mana, Mas?" "Di restoran." "Baiklah, aku siapkan kopi saja kalau gitu." "Kenapa sih kamu baik banget sama aku? Padahal aku sudah jahat banget sama kamu, udah mengabaikan kamu, udah gak perduli sama kamu, udah sering bentak kamu, tapi kenapa kamu masih baik sama aku?" tanya Rafiz, menghempaskan tangan sang istri. "Ya Allah, Mas, aku, kan, istrimu, tentu saja, aku akan baik sama kamu, aku gak pernah masukin ke hati kok, kamu mengabaikanku, kamu membentakku, kamu gak perduli padaku, itu semua aku anggap sebagai salah satu cobaan yang harus aku lewatin, aku gak pernah marah, Mas, karena surgaku itu ada pada kamu, aku hanya berusaha mencari surga, Mas, lewat kamu. Jadi, sampai kapanpun, aku akan terus berusaha menjadi istri yang baik untuk kamu, meskipun sering kali gak kamu lihat." ujar Hazanah "Sebenarnya, kamu dari mana, Mas?" "Bertemu Rande." "Ada apa dengan Mas Rande?" "Dia marah, dia mengamuk." "Marah? Ngamuk? Tapi, karena apa, Mas?" "Kamu tidak akan mengerti." "Baiklah. Aku gak akan menanyakannya lagi, aku ke dapur dulu, Mas, aku akan siapkan kopi." Rafiz mengangguk. Hazanah berjalan keluar dari kamar. Melihat kepergian Hazanah, Rafiz menghempaskan tubuhnya di atas ranjang dengan dengusan kesal. Melihat langit-langit kamarnya dengan tatapan senduh. Flashback ON. Rafiz menarik botol minuman dari genggaman Rande. "Jangan kekanak-kanakkan, Rande!" "Kamu jahat, Fiz, apa kamu tahu, bahwa wanita yang ku inginkan kini sudah menjadi istrimu?" "Aku tahu, aku sudah mengetahuinya sejak tadi pagi, terus apa yang kamu sesali?" "Aku menyesali semuanya." "Jangan menyesalinya, Rande, kamu gak akan mendapatkannya, karena Hazanah akan tetap memilihku, suaminya." "Jika kamu tidak menyukai Hazanah, mending lepaskan dia, jangan menyiksanya dengan sikap egoismu itu." ujar Rande pada sang Kakak yang kini sedang memijat pelipis matanya. "Apa maksudmu, Rande? Aku gak pernah mengetahui sebelumnya, jika ternyata wanita yang kamu maksud adalah Hazanah, kamu seakan menyalahkanku atas semua yang terjadi dan berpikir bahwa aku merebut Hazanah dari kamu." "Aku akan terus berpikir seperti itu, karena kamu sudah menghancurkan hidupku." "Dasar, ya, kamu memang tidak akan pernah berpikir dewasa, selalu berpikir dan melakukan apa pun seenak jidatmu, kamu pikir yang kamu lakukan saat ini, akan mengubah semuanya? Aku bisa membahagiakan Hazanah, untuk apa melepaskannya? Apa kamu menyuruhku melepaskannya untuk kamu? Sepertinya kamu salah." ujar Rafiz menunjuk kasar Rande sang Adik. "Kamu akan kehilangan Hazanah, jika kamu terus bersikap tidak baik padanya, Hazanah adalah wanita yang baik, yang pantas bahagia, jika kamu gak bisa membahagiakannya, lebih baik lepaskan dia. Dia akan tetap bersikap baik walaupun kamu mengasarinya karena ia selalu menganggap bahwa surganya ada pada suaminya, suami macam apa dulu yang di anggapnya surga? Sepertinya dia sendiri menghancurkan hidupnya." Rafiz berdiri dari duduknya dan menarik kera baju Rande. Rande sudah sangat menyinggung perasaannya. "Silahkan pukul aku, aku sudah gak perduli." ujar Rande, menyeringai mengerikan. "Apa pun yang kamu lakukan, kamu yang tidak akan pernah mendapatkan hati Hazanah." ujar Rafiz mendorong d**a Rande. "Aku bisa saja merebutnya jika aku mau." ujar Rande, membuat Rafiz mengepal tangannya karena marah yang tertahankan. Rafiz hendak melangkah meninggalkan Rande. "Jangan berpikir bahwa Hazanah akan terus menurut, di saat dia jenuh, dia akan meninggalkanmu, karena selama ini, dia hanya berusaha menahan segalanya. Jadi, jangan merasa bahwa ia tetap baik, dan kamu menganggapnya  dia akan terus berada di sisimu." ujar Rande berhasil membuat langkah kaki Rafiz terhenti. Rafiz berusaha tidak perduli dan kembali berjalan meninggalkan Rande yang masih menyeringai, baru kali ini ia dan sang Kakak merebut satu wanita. Rafiz berusaha menahan dirinya agar tak sampai menyakiti adiknya itu depan sebuah pukulan darinya. Flashback Off
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN