Bab 4. Haruskah Aku Bertahan?

1217 Kata
Bab 4. Haruskah aku bertahan? “Dia ingin bercerai Cel, aku harus bagaimana?” tanya Larasati dengan air mata yang tak berhenti menetes dari kedua matanya yang sudah memerah dan membengkak tanda dia sudah terlalu banyak mengeluarkan air mata. “Sttt, sabarlah. Mungkin dia hanya bercanda,” hibur Celline mencoba membesarkan hati Larasati. Tanpa Larasati sangka sahabatnya itu menertawakan kondisinya dalam hati. Karena dia tahu apa penyebab suami sahabatnya itu ingin menceraikan sang sahabat. “Bercanda? Yang benar saja. Dia bahkan meninggalkan aku begitu saja di restoran itu,” sahut Larasati geram mengingat perlakuan suaminya barusan. “Tapi apa alasannya menceraikan kamu? Apa karena anak?” tanya Celline hati-hati tak mau membuat emosi Larasati memuncak. Munafik. Itulah Celline saat ini. Berlakon sebagai sahabat yang penuh perhatian. Sungguh pandai sekali dia berperan. Sudah pantas jika menjadi aktris. “Dia bilang bukan.” Keduanya terdiam. “Dia bilang ini salahnya. Aku bahkan tak merasa dia melakukan kesalahan,” gumam Larasati dengan pandangan menerawang. Banyak hal yang berkecamuk dalam kepalanya. “Apa dia memiliki wanita lain?” tanya Celline akhirnya. Larasati menatap Celline tajam. “Dia tidak mungkin sanggup melakukannya!” sentak Larasati marah. Dari sekian alasan dia tidak pernah memikirkan kalau suaminya sanggup berselingkuh darinya. Sepuluh tahun dia mengenal suaminya, dan dia bukanlah tukang selingkuh. Suaminya adalah sosok yang setia. “Bagaimana kalau dia sanggup?” tantang Celline. “Aku bisa memahami jika karena alasan anak. Tapi wanita lain, aku tidak pernah berpikir dia bisa melakukannya. Aku sangat mengenal suamiku!” sentak Larasati tak suka dengan tuduhan sahabatnya terhadap suaminya. Celline mencibir dalam hati. “Mungkin kamu tak terlalu mengenal suamimu,” lirih Celline. “Kubilang aku mengenal suamiku!!” bentak Larasati tak terima atas tuduhan sahabatnya. “Kurasa aku salah sudah bercerita padamu,” gumam Larasati sembari beranjak dari kediaman Celline tanpa berpamitan. Hatinya terlalu sakit saat kesetiaan suaminya diragukan. Dia sungguh kecewa pada Celline. “Sayangnya suamimu memang berselingkuh,” gumam Celline saat Larasati sudah tak terlihat bayangannya. “Dan wanita itu adalah aku,” gumam Celline lagi dengan seringai di wajah cantiknya. Siapa sangka dialah penyebab dokter Bayu yang terkenal sangat mencintai istrinya bisa memutuskan untuk menceraikan istri yang sudah menemaninya selama sepuluh tahun. Dia, wanita yang baru hadir dalam kehidupannya selama dua bulan bisa melengserkan sang istri dari tahta di hati seorang dokter Bayu. Senyuman penuh ejekan kian lebar terpajang di wajahnya. “Maaf Laras … biar aku yang menggantikanmu membahagiakan dokter Bayu. Aku lebih baik darimu,” lirihnya lagi sembari menutup pintu dan kembali ke kamarnya. Karena sudah ada sosok yang menunggunya. Siapa lagi kalau bukan suami sahabatnya. Celline kian melebarkan senyumannya. Dia berjalan dengan gemulai, tak ada penyesalan dalam hatinya karena sudah merusak rumah tangga sahabatnya sendiri. *** “Apa dia sudah pulang?” tanya sosok lelaki yang ternyata adalah dokter Bayu. Celline mengangguk manja. “Aku sudah menuruti keinginanmu, jadi … apa aku dapat hadiah?” tanya dokter Bayu—suami Larasati. “Tentu saja,” sahut Celline dengan senyuman menggoda andalannya, membuat dokter Bayu terpedaya dalam pesona janda beranak satu itu. Keduanya mereguk gairah terlarang sampai pagi tiba. Tak peduli ada hati yang sudah mereka sakitii. Bagaimana jika Larasati tau penyebab sang suami menceraikannya dalah sahabatnya sendiri. Dia pasti akan sangat terluka. *** “Apa maksudmu dengan bercerai? Kalian berantem pas dinner?” tanya Sekar sahabat sekaligus rekan kerja Larasati. Larasati hanya bisa menggeleng. Kedua matanya membengkak karena menangis semalaman. Meski sudah dia sembunyikan dengan concealer, tetapi tak membantu banyak. Bengkaknya sangat parah. Dia bahkan kesulitan mengedipkan matanya. “Aku juga tidak tahu apa salahku. Dia bahkan mengatakan itu salahnya. Tapi dia salah apa sampai ingin bercerai dariku?” sahut Larasati dengan suara sengaunya karena hidungnya yang mampet akibat kebanyakan menangis. “Apa karena anak?” selidik Sekar ingin tahu. “Sungguh aku berharap karena itulah alasannya. Tapi mas Bayu menyangkalnya,” ucap Larasati dengan tatapan kosongnya. Pikirannya juga penuh memikirkan alasan sang suami ingin bercerai darinya. “Aku semalaman mencari tahu apa aku sudah melakukan kesalahan tanpa aku sadari.” Larasati hanya bisa menatap kosong. Pikirannya penuh. “Dan hasilnya … aku tak menemukan apapun,” lirih Laras dengan suara sengaunya. “Semalam apa dia pulang?” tanya Sekar lagi. Larasati hanya menggeleng lemah sebagai jawabannya. Sungguh dia masih berharap semua ini hanyalah mimpi dan saat dia terbangun semua masih baik-baik saja. Akan tetapi saat bangun tidur pagi tadi dan tak mendapati suami di sebelahnya dia jadi menyadari semua ini adalah kenyataan. Pernikahannya di ujung tanduk. “Lalu apa keputusan kamu?” “Entahlah,” sahut Larasati gamang. Ini pertama kalinya dia merasakan sesakit ini paska kematian kedua orang tuanya. Setidaknya saat itu ada sang suami yang selalu menemani dan mendukungnya. Akan tetapi, kini dia hanya sendiri. “Kamu tidak akan menyerah, bukan?” selidik Sekar. “Menurutmu?” tanya Larasati balik. “Kalian sudah menikah selama sepuluh tahun, rasanya sayang kalian berpisah karena alasan yang tidak jelas. Apalagi kalau itu bukan salah kamu,” jawab Sekar apa adanya. Dia tahu perjalanan cinta antara Larasati dan juga dokter Bayu. Bagaimana lelaki itu begitu mencintai sahabatnya itu, begitupun dengan sahabatnya itu. “Iya, kamu benar. Aku hanya perlu menyadarkan mas Bayu bahwa keputusannya itu salah,” tekad Larasati. “Nah, gitu dong. Baru Larasati yang aku kenal,” sahut Saras ikut senang. Dia hanya bisa berharap rumah tangga sahabatnya bisa diselamatkan. “Makasih ya kamu sudah membuat perasaanku lebih baik. Nggak seperti Celline. Harusnya semalam aku menghubungimu, bukan dia,” gerutu Laras di akhir kalimat. Dia masih kesal dengan perkataan Celline mengenai kemungkinan kalau suaminya memiliki wanita idaman lain. Hal yang sangat tidak mungkin bisa dilakukan oleh suaminya. Larsati, sangat meyakini itu. “Memang dia bilang apa sampai kamu sekesal itu?” tanya Sekar penasaran. Pasalnya wajah Larasati langsung berubah kesal saat menyebut nama sahabat mereka itu. “Masak dia bilang kalau mungkin saja alasan mas Bayu pingin cerai karena dia selingkuh. Nggak mungkin banget ‘kan?” gerutu Larasati kesal. “Dokter Bayu, selingkuh? Ya, nggak mungkin banget itu. Aku tau banget betapa dia memuja kamu,” sahut Sekar setuju dengan pendapat Larasati. “Aku masih bisa menerima alasan kalau itu karena kami belum memiliki anak dibanding dia mau cerai karena selingkuh,” sahut Larasati tak habis pikir dengan pendapat sahabatnya yang menurutnya sangat mengada-ada. Celline memang baru mengenal suaminya, mungkin itulah kenapa dia berpikir sedangkal itu. “Dia pasti berpikir kalau dokter Bayu itu macam lelaki yang ada di sinetron ikan terbang itu. Kebanyakan nonton sinetron dia,” kekeh Sekar menertawakan sahabat mereka yang satu itu. “Iya kali. Dia kebanyakan mainnya di club sih. Jadi ketemunya lelaki berengsek semua,” sahut Laras membenarkan. “Sudah … sudah, sekarang kita lupakan dulu si Celline. Kamu pokoknya harus bisa meyakinkan dokter Bayu untuk tidak jadi bercerai,” lerai Sekar tak mau memperpanjang membicarakan soal Celline. Karena ada yang lebih penting dari hal itu. “Gimana dengan mengajaknya makan siang bersama?” saran Sekar. “Ide bagus, nanti di sini biar aku handle pas jam makan siang. Kamu bisa mendatangi sang pujaan hati di tempat dia praktek,” ujar Sekar menyetujui ide Larasati. Keduanya merencanakan tempat makan siang yang sesuai untuk melancarkan rencana Larasati dalam meyakinkan sang suami untuk membatalkan niat untuk bercerai. Baik Larasati maupun Sekar sangat antusias dengan rencana keduanya. >>Bersambung>> Hai … haai …. Terus bahagia ya reader.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN