"Sialan! Bahkan Saka tidak pulang walaupun ada kesempatan emas. Apa dia sama sekali tidak tertarik padaku?" ucap Sela ketika berada di balkon kamarnya.
Sudah bagus kemarin sang adik ipar mengaku bahwa ia tidak tahan. Namun, malah ada telepon dari rumah sakit. Jadilah, Saka yang kelewat baik memilih untuk pergi menyelamatkan orang ketimbang ena-ena bersamanya.
"Apa aku susul saja ke asrama? Pram juga masih 2 hari lagi akan pulang," kata Sela lagi.
Wanita itu tidak mau menyianyiakan waktu. Sebaiknya ia memang datang ke asrama rumah sakit demi menemui sang adik. Ia sangat butuh benih itu agar cepat hamil. Lagi pula, mengharapkan Pram tidak akan berhasil. Sela tahu sang suami tidak akan pernah bisa memberinya keturunan. Jadi, wanita itu bersiap untuk pergi.
Dengan menggunakan pakaian terbaiknya, Sela datang ke rumah sakit. Ketika ia masuk ke ruangan sang adik ipar, masih ada suster di sana yang sedang melaporkan rekam medis seorang pasien kepada Saka.
"Oh, maaf. Aku lupa ketik pintu," katanya.
"Tidak apa-apa, Bu. Saya sudah selesai," sahut sang suster.
Semua orang yang bekerja di rumah sakit mengenal semua anggota keluarga Atmaja, termasuk Sela. Jadi, mereka juga menghormatinya. Setelah suster keluar, Sela mendekati Saka yang saat ini sudah mulai tidak tenang. Ia terus menghindar. Namun, sang kakak ipar malah datang. Terlebih, malam ini pakaian wanita itu begitu meresahkan.
"Kenapa kamu enggak pulang?" tanya Sela tanpa basa-basi.
Saka tak langsung menjawab. Apa yang akan ia katakan? Apakah pria itu harus jujur jika ia sengaja tinggal di asrama karena ingin menghindari Sela. Ya, bukankah begitu seharusnya. Saka masih punya kewarasan walaupun ia sangat ingin menjamah Sela.
"Banyak kerjaan, Mbak," jawabnya.
"Bohong! Kamu tega sama aku, Saka," kata Sela seraya menampilkan wajahnya yang memelas.
Wanita itu terlihat pasrah, walaupun pada kenyataannya Sela mencoba mengusik perasaan sang adik ipar. Apakah Saka tega melihat wajah itu bersedih?
Saka lantas bangkit dari duduknya. Selama beberapa hari ini, ia mencoba menghilangkan sosok Sela dari kepalanya. Namun, apa yang mereka lakukan kemarin, sangat membekas di pikiran pria itu. Bagaimana dengan rakusnya ia memainkan d**a Sela. Juga tangannya yang reflek bergerak ke bawah dan menemukan lembah yang telah siap diselami. Nyatanya, nyali Saka terlalu ciut. Sela adalah kakak iparnya. Mana mungkin melakukan itu.
"Aku takut Mas Pram dan Papa tau, Mbak. Mereka enggak akan mengampuniku," kata Saka.
"Enggak akan ada yang tau. Plis, Saka! Tolong bantu aku," kata Sela seraya memohon.
Benih itu bisa saja tidak tumbuh. Atau terbuang sia-sia. Namun, Saka punya keuntungan meniduri wanita itu. Sayangnya, Saka masih bimbang.
Sela mendekati sang adik ipar seraya menarik Zipper di dadanya. Dres selutut itu pun terbuka di bagian atas. Menampilkan belahan d**a Sela yang sekal. Saka menelan ludahnya dengan gusar ketika melihat sesuatu itu sudah tegang. Kalau begini, siapa yang akan tahan.
Saka menunduk. Namun, ia tak bisa menguasai diri. Pria itu kemudian maju dan langsung melahap semuanya dengan rakus. Ia masih normal. Dan jika diperlihatkan hal yang demikian, ia pasti juga akan goyah.
Sela tersenyum kecil. Dalam asyiknya dipermainkan oleh Saka, wanita itu begitu senang. Ia yakin, adik iparnya sangat subur dan perkasa. Jadi, kita coba saja sekali. Mungkin saja ia akan langsung bisa hamil.
Saka masih asyik bermain di d**a Sela ketika tangan wanita itu mengusap tubuh bagian bawahnya. Benda itu sudah mengeras. Jadi, Sela hanya perlu bersabar sedikit lagi. Sialnya, ketika Saka hendak melanjutkan aksinya, ketukan di pintu menarik kesadaran pria itu. Saka terkesiap. Ia mundur dan mulai menenangkan dirinya.
"Ya, siapa?" tanyanya seraya menatap sang kakak ipar yang kembali merasa kecewa.
"Saya, Dok."
"Masuk!"
Sela segera menarik Zipper-nya ketika Saka mempersilakan seorang perawat yang membawakan data pasien meminta masuk. Wanita itu memilih menepi di sofa ruangan itu dan melihat sang adik ipar bekerja.
"Maaf, Dok. Pasien atas nama Yolanda harus segera mendapatkan pertolongan. Baru saja dia kejang-kejang," kata suster.
"Oke. Kita ke sana sekarang," ucap Saka.
Suster mengiakan. Sementara Saka menoleh ke arah sang kakak ipar yang tampak tenang.
"Maaf, Mbak. Aku harus melihat keadaan pasien," kata Saka.
Sela hanya mengangguk lemah. Awalnya, ia hendak menunggu agar rasa kecewanya terobati. Sayangnya, Saka terlalu sibuk. Jadi, memilih keluar dari ruangan pria itu. Wanita itu sempat menyapa beberapa dokter, termasuk Dokter Steve yang ada di sana. Sampai akhirnya, memilih pergi ke kelab untuk minum-minum.
"Berikan aku botol besar. Aku mau minum sepuasnya," kata Sela saat itu.
Wanita itu membayar untuk minuman yang dipesan dan memilih berlalu. Sela mengambil duduk di jok belakang mobilnya, lantas membuka minuman itu dengan gusar. Ingatannya terbang ke mana-mana setelah efek memabukkannya terasa. Jadi, wanita itu meracau tidak jelas.
"Astaga, aku benar-benar gila. Hanya butuh benih saja, tapi sampai segusar ini. Sialan kamu, Pram. Sudah tidak memuaskan, masih banyak menuntut," kata Sela saat itu.
Wanita itu mulai merasakan pusing. Saat tak lama kemudian, pintu mobilnya terbuka. Seorang pria berjas putih masuk. Dan Sela langsung bisa mengenalinya. Tanpa basa-basi, Sela segera melingkarkan lengan ke leher pria itu dan mendaratkan ciuman.
"Saka, akhirnya kamu datang," ucapnya ketika kemudian mereka melakukan hal itu di dalam mobil.
***
Sela menatap dirinya di depan cermin. Pantulan kebahagiaan tampak di wajah wanita itu setelah beberapa hari yang lalu, Sela mendapatkan apa yang ia inginkan. Bonusnya, ia menjadi sangat puas karena selama ini keperkasaan Pram tidak bisa membuatnya sampai berkali-kali.
Wanita itu mendengar suara mobil yang menepi di halaman. Buru-buru ia meletakkan bedak di tangannya dan berlari ke balkon demi melihat siapa yang datang. Rupanya, Saka baru pulang. Gegas Sela memperbaiki riasannya dan berlari untuk turun. Niatnya, ia ingin menyapa sang adik ipar yang telah memberinya kepuasan kemarin.
Saka masuk ke rumah usai memarkir kendaraannya. Pria itu hendak naik ke kamar ketika Sela berdiri tepat di anak tangga teratas. Wanita itu tersenyum semringah demi mengingat syahdunya malam itu. Namun, berbeda dengan Saka. Pria itu tampak enggan bertemu dengan kakak iparnya yang meresahkan.
"Pagi, Mbak," sapa Saka saat itu.
"Pagi, Saka. Kenapa kamu baru pulang?" tanya Sela kemudian.
Wanita itu turun, lantas berhenti tepat di depan sang adik ipar. Tangannya yang lentik naik dan mengusap d**a bidang Saka perlahan. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi di dalam mobil waktu itu.
"Emh ... aku–"
"Aku suka sekali gayamu, Saka. Aku benar-benar ketagihan," bisik Sela.
Saka mengernyit. Entah apa yang dikatakan sang kakak ipar. Namun, tak lama, perhatian mereka tertuju pada mobil yang datang. Pram dan yang lainnya sampai pagi itu. Buru-buru keduanya menjauh dan bersikap biasa saja.
Saat turun dari mobil, Pram tersenyum kecil. Sela langsung berlari dan menyambut sang suami yang belum melangkah sedikit pun. Saat wanita itu sudah sangat dekat, Pram membuka pintu mobil di belakang dan Sania keluar dari sana. Sela jelas terkesiap.
"Ini siapa, Pram?" tanyanya.
Pram tersenyum, lalu merangkul bahu Sania lembut.
"Ini, Sania. Dia calon madumu," kata Pram enteng.