Like Father Like Son

1205 Kata
Tampaklah Aruna harus meralat ucapan sebelum perihal kemiripan Arjuna dengan sang ayah -Artha-, nyatanya setelah Binar melihat langsung penampakan pria paruh baya itu bisa ia simpulkan jika Arjuna seratus persen mirip dengannya. Namun tak heran juga Binar mengetahui keduanya sering berselisih, sebab menurut kepercayaan orang Jawa jika seorang anak memiliki kemiripan dengan ayah atau ibunya, mereka cenderung tak akur satu sama lain. Itu sih setau Binar ya, tak begitu populer memang. Selepas Aruna dipanggil oleh ayahnya tadi, mereka akhirnya turun ke bawah karena ayahnya bilang ia membawa makanan untuk Una, padahal mereka belum mandi sejak berangkat dari Surabaya. Binar juga mendapati Buna masih berkecimpung dengan peralatan dapur, tak ikut bergabung dengan mereka di meja makan. "Ini temen kamu yang dari Semarang itu?" tanya Ayah sambil menunjuk ke arah Binar. "Iya, yang didemenin sama Juna, Yah!" jawab Aruna sambil menikmati donat yang ayahnya bawa. Artha mengangguk, tersenyum simpul pada Binar yang juga tengah menikmati donat. Aruna bilang ayahnya akan segera memasuki usia kepala lima, tapi menurut Binar sendiri pria itu masih pantas jika mengaku berusia tiga puluh tahunan. Masih terlihat muda memang. Mungkin juga jika Binar berpapasan dengannya di suatu tempat, tanpa tahu jika itu ayah Una, ia pasti akan menyematkan sapaan kakak atau mas khas orang Jawa. Binar tak melebih-lebihkan tapi memang Artha masih terlihat begitu muda dan tampan. Gambaran saat Arjuna tua nanti, bisa saja akan sama persis seperti ini. "Kalian belom pada mandi kan?" tanya Gladis tiba-tiba sudah berdiri dengan bertolak pinggang di belakang Ayah. "Hehehe .... " Aruna cengengesan. "Abis ini mandi ya? Terus turun lagi makan malem," pinta Gladis sembari mengambil duduk berhadapan dengan Aruna, ingin menikmati donat bersama. Tak heran sih mengapa ayah Aruna masih terlihat begitu muda, ibunya saja masih begitu cantik. Berbeda sekali dengan mamanya yang sudah banyak memiliki keriput sebagai tanda penuaan, padahal umur mereka tak terpaut jauh juga kok. Malah lebih muda orang tua Binar. "Nanti sekalian bangunin Arjuna ya, Dik, suruh mandi kalo belum mandi," imbuh Gladis yang kini sudah membawa satu donat dengan toping almond. "Iya, Bun ... " "Anak-anak pada di rumah semua, Yang?" Kali ini Artha yang sedari tadi bermain ponsel ikut bertanya pada Buna. "Iya, cuma si Lula lagi ada urusan katanya," jawab Gladis tanpa mengalihkan pandangannya dari donat yang ia nikmati. "Tapi ikut makan malem kan?" "Ikut kok! Tadi udah janji soalnya bakal pulang sebelum makan malem." Tak berselang lama mereka mendengar suara pagar terbuka, pertanda seseorang telah sampai di rumah ini. Binar melirik sekilas ke arah pintu masuk, mencari tahu siapa gerangan yang datang. Kalau boleh jujur Binar sungguh sangat penasaran dengan kakak kedua Aruna, pasti cantik, karena berdasarkan penjelasan temannya itu kakaknya seorang model. Apalagi ia masuk di agensi Singapura, sudah tak bisa diragukan lagi pastinya. "Itu pasti Lula," kata Gladis beranjak berdiri. "Kamu mandi sana, Dek! Nanti rebutan kamar mandi lagi," tambah Gladis yang tau persis kelakuan semua anak-anaknya. "Iya. Ayo, Bin, kita ke atas!" Binar menurut meski dengan setengah hati karena rasa penasarannya belum terpenuhi, tapi ia menurut saja karena tau nanti masih ada waktu untuk melihat sosok yang ia ingin ketahui. "Lo mandi aja duluan, soalnya di atas kamar mandinya cuma satu." jelas Aruna saat mereka bersamaan menaiki anak tangga. "Nanti kalo Arjuna belum mandi biar mandi di bawah," imbuhnya. Binar hanya mengangguk pelan, lantas memasuki kamar Aruna guna mengambil perlengkapan mandi miliknya. Sedangkan kawannya itu menuju kamar kembarannya guna memastikan Arjuna sudah bangun Namun, Binar yakin Arjuna belum bangun, pasalnya tak lama setelah Aruna menghilang memasuki kamar lelaki itu, terdengar teriakan membahana dari dalam sana. Binar tak menghiraukan lagi, langsung saja ia masuk ke dalam kamar mandi dan membasuh tubuhnya yang sudah lama tak menyentuh air. ### "Jadi ini yang lo ceritain kemarin? Emang dia mau sama lo? Lo kan agak-agak." "Agak-agak apa sih, Kak? Emang gue stres?" "Ya bisa dibilang gitu sih, Jun," balas Alula dengan sedikit tertawa. Binar tak menyangka jika makan malam bersama keluarga orang kaya akan sehangat ini, yang ia tahu orang kaya menerapkan aturan tak boleh berbicara bahkan bercanda saat melaksanakan makan bersama. Akan tetapi, keluarga ini berbeda, Artha bahkan sesekali akan tertawa mendengar perdebatan anak-anaknya, atau Gladis yang beberapa kali menimpali ucapan yang lain. Oh ya, ekspektasi Binar soal Alula memang benar adanya. Alula sangat cantik, tinggi semampai, bulu matanya asli lentik sekali. Parasnya mirip sekali dengan Artha, Binar sampai tak bisa melihat sosok Gladis dari diri Lula. Namun, sebagian besar kelakuannya sangat anggun seperti ibunya sih, menurut Binar Lula cocok sekali menjadi model. "Besok kalian mau pergi kemana?" Ini Artha yang menanyai Aruna, soalnya tadi memang dia sudah mengutarakan niatannya untuk berjalan-jalan bersama Binar besok. "Dufan, Yah! Mau naik kora-kora aku," jawab Aruna sekilas menghentikan pergerakan tangannya menyuap nasi ke dalam mulut. "Iya boleh, besok Ayah tf. Dianter supir ya?" "Kan ada Juna, ngapain pake supir?" Aruna tampaknya keberatan jika diantar oleh supir. "Juna kan ikut Ayah beli mobil, lagian kamu kan gak bisa pake mobil di garasi." "Pake mobil punya Kak Lula dong!" "Enak aja, Kakak besok ada kerjaan!" Kali ini Alula yang menyela "Ya lagian pake supir kenapa dah, Na? Apa bedanya gitu lho?" Arjuna ikut menimpali perkataan yang lain. "Gak usah ikut-ikutan ya lo!" bentak Aruna pada Arjuna yang ada di hadapannya. "Udah gak apa-apa, Dik, sama supir aja. Besok kalo Arjuna udah dapet mobil, pergilah sama Arjuna," ujar Gladis menengahi pertikaian di depannya. Mau tak mau Aruna mengangguk lesu, tampaknya besok ia harus belajar mengendarai mobil besar yang ada di garasi. Agak menyesal dulu pernah menolak tawaran Ayahnya untuk belajar mobil besar tersebut, ya dia juga tak tahu pada akhirnya kemampuannya mengendarai mobil itu diperlukan. Sibuk dengan pikirannya tak sengaja mata Aruna melihat Arjuna yang melempar senyum ke arah Binar, baru ia sadari jika keduanya sedari tadi saling melempar senyuman. Lirikan sinis lantas Binar dan Arjuna dapatkan dari Aruna, bukan karena apa tapi moodnya sedang malas saja melihat orang kasmaran. "Ayah itu dulu juga genit ya, Bun?" Entah mengapa sasarannya berpindah. Gladis yang mendapat pertanyaan itu spontan tertawa,. membuat suaminya cemberut. "Genit, Dik! Duh Ayah mah dulu ceweknya dimana-mana, baru tobat ya pas udah punya anak!" "Enak aja, pas nikah udah tobat kok!" sanggah Artha yang tak mau disalahkan. "Yang bener ...?" goda Gladis sambil terpingkal-pingkal. Mereka semua tertawa, begitupun dengan Binar yang melihat wajah pasrah kepala rumah ini, agak skeptis dengan pembicaraannya bersama Aruna tadi siang. Mana mungkin orang seluwes itu memiliki sifat otoriter kepada anak-anaknya? Binar bisa dibilang sangat dekat dengan papanya, lebih dekat dari pada adiknya. Namun, karena ia dan adiknya perempuan sama sekali Binar tidak mengetahui perihal perbedaan perlakuan antara anak perempuan dan anak laki-laki. Sejauh ini ia nilai sama saja, mungkin karena ia jarang melihat interaksi aneh antara bapak dan anak? Atau Binar saja yang terlalu naif menilai, menyamaratakan perihal perlakuan buruk dan baik. Sebab yang ia yakini semua orang tua pasti ingin yang terbaik bagi anaknya. Tak sengaja Binar melihat Arjuna lagi, lelaki itu mirip ayahnya. Tutur kata dan perangainya, bahkan wajahnya pun menurun dari sang ayah. Apa mungkin ia mendapat perlakuan kurang baik? Sedangkan ia adalah anak yang dinanti-nanti? Sejak pertama melihat Arjuna, Binar memang sudah sedikit tertarik. Kali pertama bagi dirinya melihat seorang lelaki yang dengan baik menunggui kucing peliharaan milik Binar yang terlepas, membelikan makan dan- "Wayolo ... Arjuna pacaran mulu nih, Yah!" ###
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN