Senyum Arjuna tak lekang sepanjang perjalanan menuju Jakarta, bahkan berdoa supaya mereka terjebak macet atau semacamnya agar bisa lebih lama menikmati waktu berdua bersama Binar. Padahal mereka menaiki pesawat, mustahil jika di atas awan mereka terkendala macet kan?
Aruna bahkan beberapa kali berdecak kesal melihat kelakuan kembarannya, dirinya yang berada di tengah-tengah juga selalu diabaikan oleh lelaki itu, seolah dalam satu pesawat hanya ada Arjuna dan Binar.
Sedangkan Binar entah mengapa tak bisa berkutik diselimuti sikap manis Juna, mungkin memang sifat dasar yang gadis itu miliki. Disisi lain sikap itu juga yang membuat Una gemas, maklum dirinya bisa dikategorikan sebagai perempuan bar-bar yang tidak menye-menye.
"Binar, mau nambah jus?" Suara Arjuna melantun, mempertanyakan perihal jus jeruk yang mereka dapat dari maskapai penerbangan.
"Gak usah, Jun, ini aja cukup kok!" balas Binar sungkan-sungkan.
Arjuna tak kehabisan akal, kalau Binar tak mau ia akan meminta satu gelas lagi kepada pramugari. Jaga-jaga kalau saja gadis itu berubah pikiran dan meminta jus lagi, Arjuna akan dengan sigap menawarkan satu gelas jus jeruk yang ia punya. Aruna memutar bola matanya malas, paham betul dengan trik abal-abal yang tengah kembarannya lakukan.
Aruna duduk tepat di tengah-tengah antara kursi Juna dan Binar, jadi mau bagaimanapun ia akan tetap mendengarkan percakapan keduanya. Perjalanan akan menghabiskan waktu selama setengah jam lagi, pilihannya hanya tidur atau terus mendengar ocehan sodaranya yang tak bermutu itu.
"Gue tidur ya, Bin, lo kalo mau liat awan ngadep jendela aja. Gak usah liat ke lain arah!" tungkas Una sambil melirik sinis ke arah Juna, kentara sekali tengah menyindir sosok lelaki ini.
Arjuna hanya membalas tatapan itu dengan cemberut, padahal seharusnya perempuan di depannya ini mendukung semua usahanya demi mendapatkan perhatian Binar, ini malah berlagak sok jijik dan terus menerus membuat Juna mati kutu.
"Kenapa sih lo sewot banget sama gue? Salah gue apa?!" ungkap Juna lelah menjadi sasaran cemooh sang kembaran.
"Salahnya lo deketin Binar!" tungkas Una tak mau kalah.
"Ada undang-undangnya gue gak boleh deketin Binar? Urusannya sama lo apa sih?!"
"Karena lo bejad! Gue sayang sama temen gue, sayang banget kalo sampe dia dapet cowok b******n kayak lo!!"
Setelah kata itu keluar dari bibir Aruna, tak ada lagi sanggahan yang menyusul satu bait kalimat itu. Entah karena lagi-lagi Arjuna mati kutu, atau karena hampir semua orang sedang memperhatikan mereka saat ini.
###
Sesampainya Arjuna, Aruna, dan Binar di Jakarta, Dara kakak sulung si kembar telah menunggu di ruang tunggu bandara, hal yang cukup jarang terjadi karena Dara bisa tergolong orang sibuk. Dokter forensik ini bahkan bisa tak pulang satu minggu jika tengah menangani sebuah kasus.
Arjuna yang menyadari itu lantas tersenyum cerah, berlari pelan memeluk kakak sulungnya. Meskipun setelah menyadari kelakuan kekanak-kanakan adiknya, Dara berontak dan berusaha melepaskan pelukan itu. Bukan karena apa, hanya saja ia malu menjadi pusat perhatian orang-orang. Bagaimana tidak? Arjuna lebih tinggi darinya, pasti ada saja yang berpikiran mereka sepasang kekasih.
Namun, tak beberapa lama mereka tertawa bersamaan. Tanpa menunggu Aruna dan Binar yang masih berjalan jauh dibelakang sana, Dara dan Arjuna lantas melangkah keluar bandara.
"Itu pacarnya Arjuna ya?" Lihat? Bahkan Binar bisa bertanya demikian kepada Aruna.
"Bukan, itu kakak sulung gue. Ada lagi satu di rumah," balas Aruna tak begitu kaget.
"Berarti Arjuna anak cowok sendiri?"
"Iya. Lo jadi penasaran sama Arjuna ya?" selidik Aruna dengan tatapan menelisik ke arah Binar.
"E-eh bukan gitu kok ... Gue tanya aja, Na," elak Binar dengan wajah bersalah.
"Hahaha ... Enggak apa-apa kok, Bin." Aruna mengembuskan nafasnya pelan, mereka masih melangkah menuju parkiran. "Kalo lo emang mau nerima Arjuna apa adanya, gue gak masalah. Gue cuma takut lo bakal sakit ati kalo sama Arjuna."
Binar tak lagi bersuara, mereka sudah sampai tepat di samping mobil milik Dara. Binar sekilas dapat melihat senyuman manis kakak sulung si kembar itu kepadanya, mungkin Arjuna telah mengatakan sesuatu kepada kakaknya.
"Jun, lo yang nyetir ya?" Untuk pertama kalinya Binar mendengar suara asli Dara, manis sekali.
"Ih capek gue, Kak, gue baru sampai dari Surabaya ini lho. Masa gue yang nyetir? Kan elo yang tugasnya jemput kita," balas Arjuna menolak permintaan sang kakak.
"Dih gue dari rumah sakit ini, langsung kemari gara-gara Buna bilang kalian udah landing."
"Anjir, Kak! Lo gak mandi dulu? Langsung kemari?" Kali ini Aruna ikut nimbrung, seolah syok mengetahui kenyataan kakaknya langsung menuju bandara selepas bekerja.
"Iya, kenapa?" Tatapan Dara berpindah menatap Aruna yang sudah duduk di kursi belakang.
"Ngeri anjir ... Lo pasti abis pegang-pegang mayat!"
"Enggak, dinas gue kan di Polres. Tadi ke rumah sakit buat ambil mayat doang!"
Entah mengapa setelah mendengar ucapan Dara, Aruna langsung melompat keluar dari mobil. membuat tiga orang lainnya yang masih di luar mobil terkejut dan sedikit panik takut perempuan itu terjatuh.
"Kenapa sih, Dek?" seru Dara mendekati Aruna yang sudah berdiri tegak di samping Binar.
"Lo ambil mayat pake mobil ini?" tanya Aruna masih dengan ekspektasi panik.
"Kagak bego! Ya kali gue ambil mayat pake mobil ini, pake ambulance lah!!" papar Dara menatap aneh ke arah adeknya sendiri.
Binar ingin tertawa sebenarnya, melihat Aruna yang begitu mudahnya menyimpulkan perkataan Dara. Padahal semua orang juga tau mustahil membawa mayat mengunakan mobil pribadi seperti ini, apalagi ini mobil Nissan Juke yang bisa dikategorikan sebagai mobil dengan ukuran cukup kecil.
"Ketawa aja, Bin, gak usah ditahan. Una emang t***l kok!" ucap Arjuna membuat ketiga wanita di depannya menoleh.
Binar yang merasa Arjuna memperhatikannya sedikit merona malu.
"t***l - t***l, elo lebih t***l!" sarkas Aruna tak terima dengan perkataan kembarannya.
Arjuna hanya menyengir tak merasa bersalah, mengabaikan tatapan membunuh Aruna. Lelaki itu tak mengeluarkan suara lagi, langsung mengambil kunci mobil dari tangan Dara. Tidak mungkin kakaknya itu akan menyerah memperbudak Arjuna, mau tak mau memang dirinya yang harus menyetir.
"Ayo naik, mau cepet sampe rumah gak?" teriak Arjuna dari kursi kemudi.
Dara, Aruna, dan Binar bergegas masuk ke dalam mobil. Sudah sore, sebentar lagi pasti banyak kendaraan yang berlalu lalang di jalanan sepulang kerja, malas rasanya mengahadapi kemacetan kota. Namun tidak ada jalan lain.
"Binar ini ambil jurusan apa?" tanya Dara selepas mobil meninggalkan area bandara.
Mendapatkan pertanyaan mendadak, Binar dengan sedikit kagok menjawab, "PGSD, Kak."
"Oh ... PGSD. Kamu asalnya dari mana?" Kembali Aruna bertanya.
"Semarang, Kak."
Dara mengangguk paham, kemudian melirik Arjuna dengan senyuman jahil, tampaknya ia tahu alasan mengapa adiknya kesulitan mendekati gadis cantik ini. Akan tetapi akan lebih canggung jika ia membahas saat itu juga, lebih baik nanti jika hanya ada Dara dan Arjuna.
Beberapa hari lalu sebenarnya Dara sudah tahu jika kedua adik kembarnya akan membawa teman untuk diajak ke rumah, sebab dirinya lah yang memesankan tiket pesawat atas suruhan Buna. Kala itu saat meminta data diri Binar dari Aruna, baru ia ketahui jika gadis yang akan berkunjung di rumahnya itu merupakan sosok yang disukai Arjuna.
Tak ada obrolan sepanjang jalan, hanya gerutuan Arjuna ketika mendapati pengemudi ugal-ugalan menyalip tanpa melihat kendaraan sekitar. Aruna tertidur, sedangkan Binar yang pundaknya digunakan sebagai tumpuan tengah asik melihat jalanan yang asing baginya. Yang Dara sadari adalah Arjuna akan mengehentikan kekesalannya setelah menatap Binar dari kaca kecil di sebelahnya, kerap kali gerutuan itu berubah menjadi senyuman. Sesuka itu adiknya pada gadis polos ini ya?
Tak sampai satu jam mereka sudah hampir sampai rumah, beruntung sekali mereka tak begitu lama berada di tengah kemacetan, mungkin berkat Arjuna yang sudah hafal mati jalanan ibukota yang berkemungkinan macet parah.
Dara bisa melihat selulit Buna yang tampaknya sudah menunggu mereka sedari tadi, ia turun terlebih dahulu setelah sebelumnya membantu Binar membangunkan Aruna. Semua sudah turun dari mobil, Buna dengan sumringah beranjak menghampiri tiga orang dari Surabaya itu.
"Wah ... Ada yang bawa mantu buat Buna nih!"
####