Satu tahun kemudian....
Aruna menatap kembarannya yang tengah sibuk membuka mesin mobil, serius melihat satu persatu mesin yang tadi ia laporkan tak mau menyala. Meskipun Juna bukan anak teknik mesin, setidaknya ia memiliki sedikit pengetahuan tentang mobil. Sebab Una harus segera berangkat untuk menghadiri kelas pagi, agak sebal sebenarnya karena sejak menjadi mahasiswa baru tampaknya ini kali pertama bagi gadis itu mendapatkan kelas pagi, itupun karena sang dosen tidak bisa hadir nanti siang.
Arjuna sekilas hanya memakai celana bahan pendek dengan kaus polo, masih dengan wajah bantal karena Una langsung menarik tangan lelaki itu bahkan ketika kembarannya masih terlelap di kamar kos. Hanya Arjuna yang bisa ia andalkan di sini, mereka sedang tinggal jauh dari orang tua, tepatnya di Surabaya. Ayahnya sendiri yang meminta mereka untuk memasuki Universitas di kota ini, padahal kalau boleh jujur Arjuna lebih tertarik berkuliah di ibu kota.
"Gak bisa gue, Na .... " kata Arjuna dengan suara serak. Sungguh kepalanya pusing karena harus tiba-tiba bangun.
Kos mereka memang tak jauh, hanya berjarak dua rumah. Namun, bisa kalian bayangkan seberapa pusing Arjuna jika ia baru tidur pukul tiga karena barus selesai main ps, tapi pukul enam malah ditarik paksa untuk membetulkan mobil mogok?
"Diapain kek, Jun! Absen gue udah banyak, gak mungkin gue bolos lagi!" Lebih tepatnya Aruna malas jika harus mendapatkan surat peringatan lagi, sudah bisa dipastikan kedudukannya sebagai anak kesayangan ayah akan tergeser jika begitu.
"Gak bisa anjir! Lu nebeng temen lu kek! Pasti adalah yang kelas pagi," ujar Arjuna memberikan usul.
Lagian teman kos Aruna hanya ada empat yang akrab dengannya. Itupun karena mereka berada di lantai atas, satu lantai dengan Una. Sedangkan di lantai bawah ada tiga orang mahasiswi yang sudah memasuki semester akhir. Bisa dibilang sebagai mahasiswa yang dikejar-kejar deadline skripsi. Mustahil dari tujuh orang itu, tak ada satupun yang berangkat pagi.
"Gue doang! Lagi apes banget gue perasaan .... " Una berdiri dari duduknya, melangkah mendekati Arjuna yang masih berdiri menghadap mobilnya.
Sayang sekali mereka yang hanya memiliki satu mobil ini untuk dipakai berdua, jadi tak ada opsi 'mobil lo dulu' jika mobil satu ini rusak.
Una menghembuskan nafas lelah, tiga puluh menit lagi ia akan telat masuk kelas, dan selama itu juga tak memungkinkan untuk dirinya memesan ojek online. cukup menguras energi jika memesan ojek sepagi ini. Kebanyakan mereka masih belum mengaktifkan akun, adapun yang sudah pasti telah mengambil orderan anak sekolah dan mahasiswa lebih pagi tadi.
Ditengah kegusaran kembarnya, telinga Arjuna mendengar suara motor menyala. Ia hapal sekali siapa orang yang entah akan kemana ini, oleh karena itu kakinya segera ia bawa ke gerbang kos, menunggu sosok ini melewati jalanan depan.
"La! Aruna mau nebeng ya?!" seru Arjuna kepada teman satu kosnya.
Nala. Lelaki asal Jogja yang juga satu kampus dengan mereka. Usut punya usut lelaki bernama Natala ini masih memiliki darah keturunan dari Keraton Yogyakarta, Arjuna tak tahu pasti detailnya sih. Tetapi yang pasti lelaki itu akan dengan suka rela membonceng Una mengunakan motor PCX-nya, menilik Nala sebenarnya memiliki perasaan terhadap kembarannya.
Benar saja Nala menghentikan laju motornya, menoleh kepada Arjuna yang sudah sumringah.
"Una ikut nebeng boleh gak?" tanya Arjuna lagi guna memastikan.
"Ayo!" balas Nala sembari memundurkan sedikit motornya agar berada tepat di pintu masuk Kos Ken Dedes.
Arjuna kini kembali melangkah masuk, sebenarnya ia yakin Aruna mendengarkan percakapannya dengan Nala. Namun, gadis itu harus dipaksa terlebih dahulu, apalagi ia kan tidak tahu rencana dadakan Arjuna ini.
"Tuh berangkat sama Nala, ambil helm sana!" ucap Arjuna ketika ia sampai di hadapan Una.
"Ck! Yang lain kek, Bima kek apa Yuda," tawar Aruna yang memang enggan bersama Nala.
Aruna tahu persis tentang perasaan Nala kepadanya, sebab itulah sebisa mungkin ia menjaga jarak dari lelaki asal Jogja itu. Bukan karena apa, Una tak mau saja dinilai memberikan harapan pada Nala, disisi lain banyak orang tahu dia tak memiliki perasaan yang sama dengan lelaki itu.
"Nebeng doang! Jangan lu masukin ati bego!" sergah Arjuna melihat respon kembarannya, dari pada dia telat kan?
"Ck! Apaan sih lo?!"
"Udah sana berangkat, biar gue benerin mobil," papar Arjuna kembali menatap mesin mobil.
"Gak usah sok bisa lo! Telepon bengkel sana." Una melangkah demi mengambil helm, menuruti perintah Juna. "Gak usah lu caper di kos gue!"
Arjuna meringis, tahu saja Una jika dirinya ingin menarik perhatian satu orang penghuni kos ini.
Setahu Juna Kos Ken Dedes ini memiliki delapan penghuni beserta Una, ada empat orang yang akrab yang kerap kali Juna dapati tengah hangout bersama kembarannya. Ada Yolanda, Nasya, Yasinta, dan satu lagi yang paling Arjuna gemari, Binar. Sedangkan tiga orang lainnya yang sedang menjalani masa akhir perkuliahan tidak ia ketahui namanya, Una juga mengatakan ia tak terlalu akrab dengan mereka, mungkin sebatas menyapa dan mengobrol sedikit-sedikit tentang perkuliahan.
"Udah telepon bengkel belum? Nanti malah elo yang telat kuliah gara-gara mobil ini!" sentak Una mengalihkan awang-awang Juna.
"Iya-iya!"
Keduanya kemudian melangkah bersamaan keluar area kos, setelah sebelumnya Arjuna telah membereskan peralatan mobil mereka.
"La, titip kembaran gue ya! Awas jangan sampe lecet," canda Arjuna ketika Aruna sudah siap duduk di atas motor berwarna merah itu.
"Siap, Jun!" jawab Nala tanpa menoleh sedikitpun, berbeda dengan Aruna yang menjatuhkan tatapan menghunus kepada dang adik.
Arjuna melepaskan kepergian keduanya, tapi dirinya masih di tempat melirik sekilas ke dalam kos. Bibirnya menyungging kecil saat matanya tak sengaja melihat Bina berlarian kecil memasuki kamar mandi di sebelah tangga. Padahal setahu Juna ada kamar mandi pribadi di tiap-tiap kamar kos.
Tak ingin terlalu lama berdiri di sana, Arjuna lantas melangkah menuju kos miliknya, Kos Pandawa. Hanya ada enam orang penghuni berserta dirinya yang tinggal disini. Bima, Nala, Yuda, dan satu lagi Harsa. Dirinya dan empat orang lainnya sudah hampir dua tahun tinggal di kos ini, sedangkan Harsa baru masuk tahun kemarin.
Memang masih sedikit penghuninya, selain karena kos ini masih baru, bisa dikatakan pemilik Kos Pandawa ini juga terkenal strick jika dibandingkan pemilik kos putra lainnya. Maklum sebab pemiliknya sama dengan pemilik Kos Ken Dedes, tentunya mereka terbiasa mengatur anak kos perempuan.
Arjuna sendiri memilih tinggal disini atas suruhan Buna, katanya ia harus menjaga Aruna saat mereka jauh dari kedua orangtua. Sejauh ini tampaknya ia bisa mengendalikan kelakuan Aruna sih, sebab mereka akan sangat berbeda jika sudah berada di Surabaya. Jarang ada klub malam, juga alkohol. Bahkan kebiasaan Juna membungkus cewek hanya berlaku di Jakarta.
Yuda yang sudah sejak sekolah menengah bersamanya begitu sangat takjub melihat perubahan Arjuna setelah sampai di Surabaya. Lelaki itu bahkan terus-menerus menepuk bahunya karena rasa kagum terhadap pengendalian diri yang Juna miliki. Ya Walaupun beberapa kali ia akan melipir ke My Way untuk menghilangkan stress hahaha .....
Tidak bisa dibilang sembuh juga!
"Lho tumben lu udah rapi, mau kelas pagi ya?" tanya Juna yang mendapati Bima bersiap memasuki mobilnya.
"Kagak, mau nganter Yola gue," ungkap Bima mengehentikan pergerakannya.
"Dah jadian lo?"
Bima memang sedang mendekati salah satu penghuni kos sebelah, sudah sejak lama, tapi bukannya ada progres usahanya itu malah sering kali mendapat jalan buntu. Menurut Arjuna sih lelaki asli Tasikmalaya ini terlalu frontal mengutarakan perasaannya kepada Yola. Bagaimana tidak? Sejak pertama kali bertemu saja Bima sudah meminta nomor Yola. Dikasih sih dikasih, hanya saja pesannya jarang sekali dibalas.
"Doain aja," balas Bima yang kemudian masuk ke dalam mobil.
Arjuna hanya menggeleng pelan, memilih mengabaikan Bima dan segera masuk ke dalam kamar kos miliknya. Jujur dirinya masih butuh tidur, lagi pula hari ini tanggungannya hanya menghadiri satu kelas siang nanti. Masih ada cukup banyak waktu baginya untuk bermanja-manja dengan kasur di kamar.
###