Bab 37
Sore ini, hujan kembali mengguyur kota. Seharian di kantor, Agam dibuat pusing dengan semua pesan yang dikirim oleh Indra.
Lelaki itu benar-benar ingin bekerja sama dengan perusahaan miliknya. Dengan mudahnya juga karena kesal dan geram. Agam menolaknya. Dia masih ingat betul bagaimana wajah pria itu, saat tiba-tiba muncul dihadapannya
Memohon layaknya pengemis. Seharusnya, jika tahu begini Agam lakukan sejak dulu.
"Tolong, bujuk Tuan Ashraf untuk menerima tawaran dari kami. Kalian tidak perlu membayar biayanya. Kami lakukan kerjasama ini dengan cuma-cuma," tutur Indra.
Dia menggenggam erat tangan Agam, sebegitu lupanya kah dia dengan anak sendiri? Sampai hanya sebuah penyamaran mampu mengubah diri Agam dan membuat lelaki tua itu tidak mengenalinya?
Atau memang dalam otak Indra, tidak ada satupun rasa rindu dan keinginan bertemu dengan anak dan istrinya terdahulu?
Berita penolakan itu mampu menurunkan saham perusahaan Indra. Tidak sedikit dari mereka bahkan memutus hubungan dengan lelaki itu. Rela membayar denda yang sudah disepakati.
Kenapa tidak, perusahaan A'Tree's, adalah kebanggan kota itu. Di mana semua mengelu-elukan kantor itu dan berlomba ingin menjadi bagian dari mereka.
Walau hanya sebagai penayang iklan, setidaknya itu membuktikan bahwa siapapun yang bekerja sama dengan A'Tree's artinya memiliki nama besar, sehingga bisa bersanding dengan perusahaan tersebut.
Begitupun sebaliknya, jika penolakan itu terjadi, maka, bersiaplah, kehancuran usaha itu akan ada didepan mata. Bukan perusahaan besar yang dikenal dunia. Akan tetapi A'Tree's adalah satu-satunya pemilik, pencetak, dan pembuat alat komunikasi yang selalu digandrungi masyarakat terkini.
Satu-satunya brand Indonesia yang berdiri di kota ini, sudah pasti menjadi kebanggan tersendiri bukan? Kerja keras sang ibu yang akan membuahkan banyak hasil.
"Kamu akan menyesal menolak ajakanku! Aku bersumpah akan menghancurkan usahamu!" ancam Indra saat itu.
Dua satpam telah mencekal dan menahan tangannya, agar tidak lagi menunjuk ke arahnya sang Bos, yaitu Agam.
Saat itulah, Ashraf datang. Dalam wujud lelaki yang benar-benar dikenali oleh Indra. Begitupun dengan Agam yang mulai membuka kedoknya.
"Dengar, Indra Jafri Kurnia yang terhormat. Yang paling bijaksana dalam memilih suara. Kamu menolak kerja sama dengan A'Tree's sejak awal pendirian. Kamu lupa? Atau pura-pura lupa?"
Agam berdiri sedikit menjauh dengan tatapan mematikannya. Dia sudah mengepalkan tangannya. Ashraf sudah siaga, di sampingnya. Jangan sampai majikan besarnya itu memukul Indra.
Beberapa media menyorot sejak kehadiran Indra ke kantor itu. Jika itu sampai terjadi, usahanya untuk mempermalukan Indra agan menjadi Boomerang untuknya.
"Alma Sinta Nuraini. Kamu lupa dengan nama itu?! Kamu lupa dengan lelaki yang kamu fitnah, sebagai simpanan wanita itu?! Apa kamu benar-benar sudah pikun?! Lihat! Lihat wajah ini baik-baik. Kamu sudah menolaknya sejak awal. Kamu memilih membangun usahamu sendiri! Kamu pengecut!" marah Agam.
"Kamu juga sudah mengabaikan wanita yang sekarang telah kamu hancurkan masa depannya! Kamu membuat dia lumpuh! Kamu membuat dia harus berada di kursi roda selama sepuluh tahu terakhir! Apa kamu lupa?! Kamu sudah sejahat itu! Lalu sekarang kamu datang, dan meminta kami menerimamu?! Menerima lelaki b******n sepertimu?!"
Agam mulai emosi, dia maju dan hendak menyerang Indra. Lelaki hanya diam, termangu, dia bahkan tidak tahu bahwa Alma mengepakkan sayapnya sejauh ini. Dulu ini bukanlah kantornya. Dia ingat betul bahwa ini hanya kadang kosong, tandus dan gersang yang tidak akan mungkin jadi bangunan besar dan tinggi.
Ashraf, menahan lengan Agam. Pria itu sudah benar-benar tidak bisa menahan amarahnya. Dia satpam membawa pergi Indra dari hadapan Agam.
Banyak kamera yang menyorot dan mengabadikan momen ini. Seketika berita ini menjadi tranding topik. Hingga sore tiba, berita-berita yang berseliweran di televisi tetap mengenai Indra.
Masa lalunya dengan seorang wanita bernama Alma terkuak secara perlahan. Usahanya kacau, pertama karena penolakan. Kedua karena reputasi yang dia jaga selama ini sudah hancur hanya dengan dua kali pertemuan.
Dia menyesal mengemis dan mengancam Agam jika akhirnya dia sendiri yang rugi. Kini dunia melihat sisi buruk Indra, dan melihat sisi istimewa dari A'Tree's.
Saham Indra benar-benar jeblok. Dia mengurung diri. Bungkam dari semua panggilan telepon yang terus berdering sejak berita itu ditayangkan. Almira seperti orang gila.
Dia berjalan mondar mandir, berusaha menelepon anaknya. Sampai sore ini tiba. Dan hujan turun dengan lebatnya.
Darren yang sibuk dengan Aileen, tidak tahu bagaimana kondisi dan keadaan diluar sana tentang ayah dan juga ibunya. Bahkan bisa saja dia dipandang sebelah mata.
Nitijen seakan memiliki mata batin yang luar biasa. Mereka selalu menerka-nerka kejadian yang bahkan bisa jadi adalah benar.
Lelaki itu tidak beranjak dari sisi, Aileen. Bahkan ia sampai tertidur tadi di samping gadis itu. Semua sibuk dengan telepon. Indra berusaha menelepon Agam dengan menggunakan telepon rumahnya. Agar menghentikan isu ini.
Lelaki itu sudah gila, kebenaran yang ada dia anggap isu, setelah kejahatan yang dia lakukan sendiri. Almira sibuk menelepon Darren. Dan Alma yang melihat berita itu pun sibuk menghubungi anaknya. Ingin berbicara dengan Agam.
Air mata Alma terasa terkuras, dia tidak menginginkan semua ini. Alma jauh lebih tengah dengan kehidupannya dengan sang anak, dan merelakan Indra bahagia dengan orang lain.
Tidak, bukan orang lain, tetap adiknya sendiri. Alma terus menangis, dia mencoba menelepon Agam. Akan tetapi pria itu mengacuhkannya.
Semua seakan sibuk dengan diri mereka masing-masing. Di rumah Aileen. Tidak satu pun orang yang mendengar berita itu. Mereka juga sibuk, tidak ada yang menyalakan televisi, atau bermain ponsel.
"Darren, sudah sore, hampir magrib. Kamu tidak pulang?" lirih Aileen.
Gadis itu sudah jauh lebih baik. Demamnya juga sudah menurun, dan dia bisa duduk tanpa bantuan. Kepalanya juga jauh lebih ringan, tidak pusing atau hidung berair.
"Kamu mengusirku? Di luar masih hujan, bagaimana kalau demammu beralih padaku? Aku tidak yakin kamu akan mengurusku," goda Darren.
Namun, dalam candaannya ada pengharapan yang besar. Berharap bahwa Aileen mau menjaganya jika hal buruk juga terjadi padanya.
"Aku tidak memintamu, Darren. Jangan lebay, kamu tidak boleh sakit. Kamu hanya boleh menjagaku, dan aku menjaga diriku sendiri," kekeh Aileen.
"Dasar," cetus Darren.
"Leen, aku tidak bisa mengatakannya. Bahkan, aku akan selalu menjagamu setelah atau sebelumnya. Aileen, aku suka sama kamu. Aku cinta, maukah kamu jadi milikku?"
Kembali Darren mencoba peruntungannya. Jujur dia memang menyukai Aileen. Bahkan setiap dekat dengan gadis itu, tasnya Darren tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengungkapkan rasa cintanya.
Berharap Aileen mau menjawab dan menerimanya. Gadis itu terdiam dia tidak suka harus dihadapkan dengan situasi seperti saat ini lagi.
"Darren, kita teman kan? Kamu sahabat aku, kenapa selalu sepeti ini? Kita bisa dekat, kok. Tidak perlu ada hubungan apapun kan?" lirih Aileen.
"Kenapa? Kamu sudah punya kekasih?"
Aileen, bergeleng, "bukan begitu, tapi aku belum siap dengan hubungan apapun," jelas Aileen.
"Kenapa tidak mencobanya? Leen, aku mohon, aku mencintaimu. Sungguh, —" Darren menggenggam erat tangan Aileen.
Ia menatap dalam manik mata milik gadis itu. Mata yang gelap segelap langit malam. Mata Aileen sangat indah, dan tajam.
Seakan semua lelaki jatuh cinta padanya karena melihat matanya.
Apa jawaban Aileen kali ini?