BAB 9

1538 Kata
            “Ahh. Bosannya ...” rutuk Fiona pada dirinya sendiri. Seharian berada di kamar membuatnya suntuk. Keluar kamar pun ia tak bisa. Ia hanya bisa berbaring tenang di kasurnya. Tidur seharian juga membuatnya lelah. Sesekali ia membalikkan tubuhnya ke kiri atau ke kanan. Dan berkali-kali merutuk pada lelaki yang membuatnya seperti ini.             “Jika bukan karena lelaki itu. Aku pasti saat ini sudah bertemu dengannya ...” lirihnya pelan. Tak lama kemudian ia ingat sesuatu. Kemarin ia mengambil foto lelaki itu.             Wanita itu segera memanggil salah satu pelayannya dan meminta pelayang tersebut memberinya ponsel yang ada dalam tas.             “Ini, Nona.”             “Terima kasih. Kau sudah boleh pergi dari sini.”             “Baik.” Pelayan tersebut meninggalkan Fiona sediri di kamarnya. Dengan gerakan perlahan Fiona menyalakan ponselnya lalu melihat satu persatu foto-foto yang ia ambil kemarin. Sesekali ia tersenyum saat melihat foto-foto Rian yang sangat tampan di matanya.             Saat sedang asyik menatap foto Rian seseorang mengetuk pintu kamarnya yang tak lain adalah ibunya. Dengan cepat Fiona menyembunyikan ponselnya di bawah bantal saat sang ibu membuka pintu kamarnya.             “Ada apa, Ma ...”             “Aku bawakan kue.” Sang ibu meletakkan nampan yang yang berisi cemilan di atas meja Fiona. “Tapi, Ma. Aku kan sudah bilang aku ingin diet. Makanan manis-manis akan membuat berat badanku semakin bertambah.”             “Nanti saja kau diet, Nak. Tunggu sampai kau sembuh. Jika kau tak makan kau tidak akan bisa sembuh dengan cepat.”             Wanita itu terdiam sejenak dan memikirkan apa yang ibunya katakan. Sejujurnya melihat cemilan yang ibunya bawa sangat mengunggah selera. Ia sangat ingin memakannnya. Tapi jika ia makan berat badannya tidak akan turun malam akan bertambah. Dia tak ingin lelaki pujaannya mengatainya berat.             Tapi jika ia tidak makan ia tak akan bisa cepat sembuh. Ia ingin cepat-cepat bertemu dengan pujaan hatinya. Fiona pun menatap cemilan yang ada di atas meja lalu beralih menatap ibunya. Ia sedikit bingung antara memakannya atau tidak.             Namun, pada akhirnya ia menyerah dan memakan makanan yang ibunya bawa. Ia tak ingin mengecewakan ibunya yang telah bersusah payah membuatkan cemilan untuknya. Tak hanya itu, demi menjaganya sang ibu rela tidak pergi ke kantor hanya untuknya.             Sang ibu tersenyum senang melihat anaknya yang memakan cemilan buatannya dengan lahap. Sepertinya diet membut anaknya sangat kelaparan. “Bagaimana, Nak? Apakah enak?”             “Emmm. Sangat enak ... he he he...”             Setelah menghabiskan makanannya, sang ibu segera meninggalkan Fiona sendiri di kamar. Membiarkan anaknya untuk istirahat. Saat sang ibu telah pergi dari hadapannya Fiona segera mengeluarkan ponsel yang ia sembunyikan tadi dan kembali pada aktifitas sebelumnya yaitu menatap foto Rian hingga ia lelah dan akhirnya tertidur. ****             Tak terasa satu minggu telah berlalu. Hari ini adalah hari senin hari yang paling Fiona nantikan. Ia telah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah tak lupa ia memasukkan baju ganti di dalam tasnya. Setelah persiapannya telah selesai gadis cantik itu segera keluar dari kamarnya dengan wajah ceria.             Fiona menuruni tangga menuju ruang makan di mana ibu dan ayahnya telah menunggu untuk sarapan bersaam sama seperti hari-hari sebelumnya. Di hadapannya penuh dengan hidangan yang berwana hujau.             Fiona masih memasang wajah cerah namun tidak dengan ibu dan ayahnya. “Ada apa? Kenapa tidak makan?”             “Ayah mau tanya. Kenapa aku harus ikut-ikutan idet? ...” desahnya berat tak nafsu makan dengan apa yang di hadapnnya.             "He he he ... maafkan Fiona, Pa. Hanya saja. Jika aku lihat ayah makan makanan enak itu tidak adil bagiku. Nanti dietku tak akan behasil.”             “Sudahlah sayang, kita turutin saja apa kemauan anak kita,” tegur sang istri. Akhirnya dengan pasrah suami istri itu pun segera memakan-makanan yang ada di hadapan mereka.             Tiga puluh menit kemudian Fiona dan orang tuanya telah selesai sarapan. Orang tua Fiona segera berangkat ke kantor. sedangkan Fiona berangkat ke sekolah di antar oleh supir dan dua pelayannya. ****             Setibanya di sekolah Fiona segera masuk ke dalam sekolah setelah beberapa menit berdebat dengan pelayannya karena memaksa ingin masuk ke sekolah bersamanya untuk menjaga Fiona. Tapi Fiona tak ingin pelayannya ikut dan mengagalkan rencana yang telah ia susuk.             Saat bel sekolah berbunyi saat itulah Fiona melancarkan aksinya yaitu keluar dari sekolah dan menemui Rian. Fiona memperhatikan sekelilingnya, salah satu guru melihat tingkah Fiona dan hanya bisa menghela napas pasrah melihat muridnya kabur saat jam pelajaran di mulai.             Fiona masih terus berjalan di sekitar koridor sekolah menuju kamar mandi untuk menganti pakaiannya. Saat ia berbelok ia memekik kesakitan saat seseorang menbaraknya. “Maafkan aku ... apa kau baik-baik saja?” tanya sang pelaku sambil mengulurkan tangannya untuk membantu Fiona.             Fiona hanya menatapnya kesal lalu menepis tangan lelaki itu kasar. Lalu berdiri sendiri dan meinggalkan lelaki itu tanpa menatap wajah lelaki itu. Lelaki tersebut menatap Fiona dengan tatapan yang sulit diartikan. “Sepertinya dia adalah Fiona ...” batin lelaki tersebut sebelum ia kembali ke kelas. ****             Setelah berganti pakaian di kamar mandi, Fiona segera berjalan menuju belakan sekolah untuk memanjat dinding keluar dari sekolah. Gadis cantik itu mengambil sesuatu yang bisa ia gunakan untuk memanjat. Setelah ia berada di atas dinding pagar. Ia menatap sekelilingnya mencari Rian. Beharap kali ini lelaki itu akan membantunya lagi. Tapi ia tak kunjung menemukan batang hidung lelaki itu.             “Dia tidak ada di sini ...” desah Fiona kesal.             Fiona pun turun sendiri dengan susah payah. Wanita itu kembali bergelantungan di diniding lalu menutup kedua matanya saat ia mencoba melepas tangannya. Terdengar suara dentuman keras saat ia terjatuh.             Fiona segera berdiri dan membersihkan debu-debu yang menempel di bajunya. “Wahh. Ternyata tak sesakit yang aku bayangkan ...” batinnya lega. Sekali lagi Fiona mencari Rian di sekitarnya. Tapi masih tak menemukan lelaki itu.             Fiona segera mengeluarkan sebuah kertas yang ada dalam tasnya. Di mana berkas-berkas tersebut adalah informasi tentang Rian tak hanya itu dalam berkas itu terdapat beberapa pekerjaan yang Rian lekukan sehari-hari.             “Ahh. Saat ini dia ada di pasar menjual ikan ... aku harus ke sana,” batin Fiona lalu segera memasukkan kertas-kertas tersebut ke dalam tasnya dan memulai aksinya untuk menemui Rian. ****             Di pasar. Bahan makanan seperti sayur mayur, daging, ikan dan sebagainya tertata rapi di atas sebuah meja panjang. Beberapa orang beralalu-lalang untuk melihat-lihat atau membeli bahan makanan tersebut. Beberapa orang bergesek-gesekkan akibat pasar saat ini sangat ramai pengunjung. Suasana sangat ribut dengan teriakan-teriakan sang penjual untuk mencari pembeli. Tak terkecual seorang lelaki tampan yang kini berdiri di depan dagagannya. “Ikan segar... hanya 20.000 untuk enam ekor!” beberapa wanita cantik yang terpikat oleh wajah tampan pemuda tersebut segera mendekat. Lelaki itu yang tak lain adalah Rian segera tersenyum pada beberapa wanita yang mendekat. “Mau ikan segar, Mba? Hanya 20.000 dapat enam ekor.” “Iya. Mas ... tolong di bungkus. Aku ambil 40.000.” ujar salah satu pembeli. Dengan perasaan senang Rian segera membungkus pesanan pembeli tersebut. Saat memberikan ikan itu pada sang pembeli tak sengaja tangan mereka saling berpegangan. Seketika gadis pembeli semakin terpesona. “Mba cepat dong. Aku juga mau beli ...” pekik salah satu pembeli yang sedari tadi menunggu. Tak hanya satu pembeli yang menunggu. Kini di hadapan Rian ada banyak wanita yang mengantri untuk membeli ikannya. Beberapa penjual yang melihat dagangan Rian laris manis menatapnya kesal. Rian mendapatkan banyak pembeli karena tampangnya. Hal itulah yang membuat banyak penjual yang tak menyukainya. Tak jauh dari tempat Rian, Fiona terus memperhatikan lelaki itu dengan tatapan cemburu. “Aisss ... gadis-gadis itu semuanya centil-centil. Suka mengoda-goda Rian ...” “Pokoknya aku harus membuat Rian berhenti keja di sini,” batin Fiona yang masih memperhatikan Rian. Tanpa Fiona sadari, di belakannya terlihat seorang bapak-bapak yang tengah membawa gerobak yang penuh dengan ikan-ikan segar. Saat itu juga sang bapak tak menyadari keberadaan Fiona dan akhirnya terjadilah kecelakaan kecil membuat ikan-ikan yang ada di gerobak tersebut jatuh berhamburan di lantai dan menimpa Fiona. “Yakk! Apa yang kau lakukan!” pekik Fiona marah. “Ini ulahmu sendiri. Jangan berdiri di jalanan.” “Pokoknya kau harus bertangung jawab dengan baju-bajuku.” “Bukankah seharusnya kau yang bertanggung jawab? Lihat ikan-ikanku pada jatuh semua. Pokoknya semua ikan yang jatuh ini kau harus membelinya.” “Apa! Yak! Dengar yah ... bajuku ini lebih mahal di bandingkan ikan-ikanmu ini.” pertengkaran yang terjadi antara Fiona dan bapak-bapak itu pun mengundang banyak perhatian. Beberapa pengunjung di pasar itu mengerubuni mereka karena penasaran apa yang terjadi. Melihat ada kerumunan, Rian segera meninggalkan tempatnya untuk melihat ada apa dengan kerubunan tersebut. “Permisi... ini ada apa yah?” “Ada wanita yang lagi bernatam dengan bapak penjual ikan,” salah satu pengunjung menjawab pertanyaan Rian. Semakin penasaran Rian pun semakin maju dan mendekat untuk melihat jelas siapa yang lagi berantam. Saat ia berada di tengah kerubunan saat itulah kedua mata Rian membulat kaget melihat wanita yang ia kenal kini adu mulut dengan seorang bapak-bapak.  “Kalau bajumu lebih mahal dari ikan-ikanku ini. Itu artinya kau bisa membeli ikan-ikan ini. kau pasti punya banyak uang.” “Tentu saja. Aku akan membeli ikan-ikan jelekmu ini ...” karena tersulut emosi Fiona kena omongan lelaki itu. Fiona segera mengambil tasnya dan mengeluarkan dompet. Sayangnya ia tak mempunyai uang kash saat ini. Ia hanya punya kartu. “Kenapa? kau tidak punya uangkan? Kalau begitu jangan belagu dan sok kaya di depanku.” “Kau ...” TBC  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN