66. Menerima Kenyataan

900 Kata
Sudah saatnya Anggi mendengar apa yang sebenarnya akan Pak Damar katakan jauh-jauh dari rumahnya ke rumah sakit untuk menemuinya sejak beberapa waktu yang lalu. Kebungkaman yang seakan disengaja oleh semua orang membuat Pak Damar sendiri merasa berat hati jikalau pernyataannya akan disaksikan oleh banyak orang. Hanya saja, Pak Damar tidak punya pilihan lain lagi. Sekarang atau tidak sama sekali. Anggi tidak mungkin menunggu lama dan Kirana pun tidak akan menerima alasan apapun untuk kemunduran yang tanpa sengaja telah Pak Damar ciptakan sendiri. Bermodalkan membaca basmalah dalam hati, Pak Damar memulai tujuannya. "Anggi, saya ingin berbicara dengan kamu." Pada mulanya, Kirana sudah hendak melepaskan genggaman tangan Anggi di tangannya. Hanya saja, ketika sudah terlepas genggaman itu, Anggi balik menggenggam tangan Kirana lebih erat dari sebelumnya. Dia menahan tangan Kirana lebih erat dari sebelumnya sehingga Kirana tidak bisa pergi kemana-mana. Gadis itu hanya bisa diam di tempat sementara fokus tatapan Anggi sudah tertuju sepenuhnya ke arah Pak Damar yang hanya bisa meratapi kedua tangan yang saling bertaut itu dalam diam. "Anggi, jangan membuatku sebagai penghalang di antara kalian. Aku tidak ingin. Akan lebih baik kalau aku undur diri." Kata Kirana lembut. Karena sungguh, dia perempuan pada umumnya, yang mungkin saja akan menangis tersedu-sedu jikalau hatinya tersakiti apalagi setelah semua yang dirinya alami. Kirana tidak tahu harus bagaimana lagi seandianya dia menangis di depan semua orang. Dia tidak ingin terlihat menyedihkan di hadapan semua orang, apalagi di depan Pak Damar sendiri yang sungguh begitu ingin dirinya hindari. "Kamu sahabatku. Apapun yang aku rasakan, aku ingin kamu merasakannya." Kata Anggi lemah. "Tidak apa-apa kan, Mas Damar?" "Ya. Tidak apa-apa." Balas Pak Damar lembut yang sekali lagi langsung membuatnya menghela napas berat bukan main. 'Wahai Allah, apakah seperti ini kisah kami harus berakhir? Jangan sampai lisanku menyakitinya berulang kali Ya Allah.' Usai doa singkatnya dalam hati itu, Pak Damar langsung mengutarakan apa yang sebenarnya akan dirinya katakan di saksikan oleh semua orang. "Anggi, maukah kamu menikah dengan saya? Menikah dengan lelaki yang memiliki banyak kekurangan seperti saya ini. Namun, saya akan berjanji dengan hidup saya sendiri kalau saya akan berupaya untuk memberikan yang terbaik untuk kamu." Anggi terdiam cukup lama dengan mata memerah. Tangannya tanpa sadar meremas tangan Kirana erat sekali. Sampai-sampai, air mata Anggi melelehkan pun, gadis itu tidak mampu mengeluarkan sepatah kata dengan tangan masih menggenggam tangan Kirana yang sudah memerah karena cengkeramannya. "Anggi, tolong lepaskan." Mohon Kirana begitu lirih karena Kirana sungguh ingin pamit undur diri. Dia ingin segera menghampiri ibunya dan menangis sejadi-jadinya di bahu ibunya itu. Hanya saja, genggaman tangan Anggi sementara gadis itu seperti orang yang tidak sadar membuat Kirana ingin mengakhiri napasnya sendiri. Sungguh dadanya sesak tiada tara, dia tidak tahu harus bernapas seperti apa di saat dadanya ingin meledak. 'Wahai Allah seperti inikah rasa sakit yang ingin Engkau tunjukkan kepadaku? Sakit sekali Ya Allah. Aku tidak sanggup untuk terus diam di tempat, mohon beri aku kekuatan untuk undur diri. Hamba ingin memeluk Ibu hamba di ujung sana.' Benar, dengan doanya, Kirana berhasil melepaskan diri dari genggaman Anggi. Dia memaksa tangan itu melepaskannya genggamnya dan Kirana langsung berhambur dengan pelukan ibunya. Sementara Pak Damar matanya sudah memerah karena beliau tidak juga mendapatkan jawaban. Dia ingin segera mendengar apa keputusan Anggi sehingga beliau bisa melanjutkan apa yang ingin beliau katakan setelah ini. "Anggi, akan saya ulangi sekali lagi." Pak Damar terdiam sejenak. "Anggi, Damar Anggara, secara sadar ingin meminta kamu menjadi istri saya. Apa kamu bersedia menikah dengan saya?" Anggi menangis tapi tidak ada yang maju untuk mendampinginya. Masing-masing orang tua hanya diam di tempat dan menangis melihat keadaan Anggi yang wajahnya pucat pasi. Sebelum Pak Damar datang, pihak keluarganya sudah menerima kabar paling buruk. Jadi, berita bahagia seperti ini seakan tak mampu menghapus sedikitpun rasa kesedihan di masing-masing hati mereka. Putri mereka tengah sekarat, dan hanya dua pilihan baginya, hidup atau mati. Bagaimana mereka bisa merasakan kebahagiaan secara terang-terangan di saat rasa takur itu lebih mendominasi? Mungkin Anggi bisa saja betulan menikah dengan Pak Damar. Hanya saja, mampukah Anggi bertahan? Kenapa juga semua orang yang sebelumnya ini sangat egois sekali sekarang tidak bisa melakukan apa-apa di saat apa yang mereka inginkan hendak menjadi kenyataan? Harusnya mereka bersenang hati untuk membuatkan Anggi. Karena kesedihan di mata semua orang juga menjadi kesedihan yang begitu mendalam dari sisi Anggi sendiri. "Apa Mas lupa kalau aku ini gadis berpenyakitan? Aku sekarat." Kata Anggi lirih, tangannya sudah berjalan untuk menghapus air matanya sendiri ketika tidak ada satupun orang di sana yang sanggup berjalan dari tempatnya semula, membantu Silvi menghapuskan air matanya. "Saya bisa mati kapan saja. Dan kalaupun saya bertahan, itu mungkin tidak akan lama dan poin pentingnya, saya tidak akan mampu menjadi istri yang sempurna untuk Bapak, juga sebagai ibu." Kata Anggi pedih. Sebagai seorang perempuan, susah menjadi mimpinya untuk menjadi seorang istri juga ibu, hanya saja keadaannya seperti ini dan Kirana tidak bisa memaksimalkan ataupun memaksakan dirinya sendiri. Kalau dia tetap memaksa, tentu saja dirinya akan sangat menyakiti Pak Damar sementara dia ingin menikah dengan Pak Damar Karena ingin membahagiakan lelaki itu. Kalaupun ada yang menghujat Anggi sebelum ini, sungguh Anggi adalah orang yang sangat tulus, dia begitu mencintai Pak Damar apa adanya. Dan Silvi yang melihat ketulusan Anggi jadi bersedih karena sempat perpikiran yang tidak-tidak tentang perempuan berhati lembut itu. Silvi tidak akan sanggup menerima semua kenyataan jika Anggi sampai kenapa-kenapa. Dia tidak tega membuat Anggi menangis. Sungguh dia sedih sekali harus berkahir seperti ini. Ya Allah tolong lindungi mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN