25. Rasa Tak Pantas

1364 Kata
Karena Pak Damar tidak bisa mengajar dimulai besok, maka malam ini Kirana sedang membuka email melalui laptopnya sendiri yang sudah terhubung dengan wifi kontrakan. Dia ingin mengecek apakah materinya sudah dikirim Pak Damar atau belum. Karena Kirana juga perlu mempelajarinya terlebih dahulu sebelum menyampaikannya kepada teman-teman yang lain. Ini sudah pukul tujuh malam saat Kirana melakukan pengecekan dan benar sudah ada materi yang Pak Damar kirimkan ke alamat email pribadinya. Kirana membuka file Power Point dan PDF yang membahas tentang kelanjutan materi dari minggu kemarin. Juga ada pesan singkat yang dituliskan oleh Pak Damar. Damar Anggara Assalamualaiakum Wr. Wb. Itu materi untuk seminggu ini, Kirana. Per 10 halaman PPT diterangkan berurutan dari hari pertama jam saya. Mulai hari Rabu, Kamis, dan Jumat. Kalau ada yang kurang bisa dipahami, bisa menghubungi saya lewat email ini. Untuk yang penjelasan lebih detailnya ada di PDF. NB: Mengirim pesan malam-malam tidak apa-apa saya khususkan untuk kamu karena memang berkepentingan dalam urusan akademik. Melampirkan 2 file Kirana tersenyum tipis membaca pesan Pak Damar, kemudian segera mempelajari materi yang dikirimkan tersebut agar jika ada yang memang kurang dia pahami bisa segera mengomunikasikannya kepada Pak Damar tidak terlalu larut malam. Baru juga beberapa menit mempelajari materinya, adzan Isya' berkumandang. Kirana lantas menghentikan semua aktivitasnya dan menjawab panggilan Allah tersebut. Begitu selesai dia lantas bangkit untuk mengambil wudhu dan melaksanakan salat Isya' terlebih dahulu. Malam ini, Nisa memang ada kegiatan, jadi Kirana di dalam kamar hanya sendirian. Dan di kontrakan juga kebanyakan teman-temannya sedang ada urusan di luar, jadi Kirana salat munfarid atau sendirian di kamarnya. Begitu selesai dzikir, berdoa, Kirana kembali sibuk mempelajari materi yang diberikan Pak Damar tadi. Sampai akhirnya, handphone  jadulnya berdering dan ternyata ada panggilan dari Anggi. Kirana jelas tersenyum dan segera mengangkat panggilan tersebut. "Hallo assalamualaikum, Nggi. Ada apa?" tanya Kirana langsung saja, matanya tidak lagi menghadap laptop karena ingin fokus mendengarkan Anggi yang tengah menghubunginya. "Wa'alaikumsalam, Na. Kok malah aku yang jawab salam, to?" terdengar tawa pelan di seberang sana. "Ndak, aku cuma mau bicara sebentar sama kamu. Kamu ndak lagi sibuk, to?" "Ndak, kok. Cuma lagi baca materi ini." Dengan begitu semangatnya Anggi langsung menyahut. "Materi dari Pak Damar, ya?" "Iya, Nggi." "Na, sepertinya aku sedang jatuh cinta." Kirana yang mendengarkan Anggi tiba-tiba berbicara seperti itu langsung menahan tawa tanpa sadar. Maksudnya, Anggi terkenal tomboi sedari dulu. Tapi lihat, sekarang perempuan itu mengatakan kalau tengah jatuh cinta. Ah, pasti rasanya sangat menyenangkan sekali bisa jatuh cinta pada seseorang. "Alhamdulillah, Nggi. Cinta itu fitrah. Apapun itu rasanya, harus disyukuri. "Iya, Na. Aku tidak menyangka sekali kalau akan jatuh cinta dengan Pak Damar. Dari tadi aku tidak bisa berhenti memikirkannya." "Sebentar," Kirana diam, dia memandang handphone jadul miliknya dan melihat nama yang tertera di layar kotak itu. Namanya betul Anggi, sahabatnya. "Ini betulan?" tanyanya kembali ketika selesai merasakan syok. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba saja Anggi berkata demikian. "Aku tidak bisa berhenti memikirkannya, Na. Bagaimana ini?" dari nada suaranya yang terdengar di pendengaran Kirana, gadis itu tahu kalau sahabatnya ini benar-benar merasa senang sekali. "Doakan, Nggi." Hanya ini yang bisa Kirana katakan karena dia sendiri juga tidak tahu harus mengatakan apa yang selayaknya pantas dikatakan pada orang yang tengah merasakan jatuh cinta. "Tapi Na, apa cintaku ini akan terbalaskan, ya? Maksudku, Pak Damar sudah cukup dewasa untuk memiliki pasangan. Bisa jadi sebenarnya dia sudah memilki kekasih, bukan? Kita saja yang tidak tahu tentang kehidupannya." Jujur saja, Kirana agak tidak nyaman ketika Anggi mengajaknya membicarakan seorang lelaki asing. Hanya saja, Kirana yang memang suka tidak enak hati, tidak enak juga kalau memotong perkataan Anggi ataupun meminta sahabatnya ini membahas yang lain saja. "Kamu mau membantuku kan, Na?" Belum juga menjawab, Anggi sudah berbicara lagi karena Kirana terdiam cukup lama di saat ada banyak hal yang ingin Anggi ceritakan kepada Kirana. "Maaf, bisa diulang Nggi? Tadi agak tidak fokus." Jawab Kirana jujur. "Tolong bantu aku mendekati Pak Damar, ya. Soalnya dia kan dosen fakultas teknik, sementara aku di kedokteran. Jadi kemungkinan untuk bertemu sangatlah kecil meksipun tidak menutup kemungkinan tetap bisa bertemu." "Bukannya tidak mau, Nggi. Memangnya aku bisa membantu seperti apa? Aku kan cuma mahasiswinya. Aku menghubungi Pak Damar juga lewat email untuk keperluan akademik saja, tidak ada yang lain." "Iya juga ya, Na. Aku bisa mengenal Pak Damar karena dia menolong kamu yang terkena musibah. Masak aku harus doa jelek supaya kamu mendapat musibah?" Anggi malah berbicara yang tidak-tidak. "Hust, masak aku dikorbankan, Nggi. Lagi pula Pak Damar sedang di luar kota. Kamu juga tidak bisa bertemu dengan Beliau, kan? Fokus kuliah dulu, Nggi. Kalau lulus, baru." "Kan tidak apa-apa menikah sambil kuliah, Na." "Ya masalahnya Pak Damar sudah ada yang punya atau belum. Kalau kamu sudah berpikir sejauh ini dan Pak Damar sudah memilki kekasih, apa kamu tidak akan patah hati?" "Ya jelas patah hati lah, Na." Anggi menjawab agak menggebu-gebu. "Siapa yang tidak patah hati yang disukai sudah memilki perempuan lain. Tapi masalahnya, aku juga tidak bisa memaksakan kehendakku sendiri. Aku saja baru bertemu dengan Beliau beberapa kali dan kami tidak begitu mengenal dengan baik. Aku menyesal kenapa baru tahu ada orang seperti Pak Damar di kampus kita ini. Bagaimana ya, Na?" Kirana menarik nafas pelan sebelum menjawab. "Apa kamu sudah bercerita dengan Mamamu? Siapa tahu beliau memiliki saran terbaik untukmu. Beliau pasti sudah berpengalaman. Sementara aku kan, ya sebelas dua belas seperti kamu yang tidak tahu apa-apa, Nggi." "Betul juga ya. Aku mau menghubungi mamaku saja, deh. Siapa tahu Mama punya ide cemerlang untuk permasalahanku ini. Terima kasih ya, Na. Maaf suka menganggu hehe. Semangat mempelajari materinya. Assalamualaikum, Na." "Wa'alaikumsalam, Nggi." Kirana mengembuskan napas pelan ketika panggilannya dengan Anggi berakhir. Dia jadi berpikir tentang sesuatu yang baru terasa ketika Anggi mengatakan kejujurannya tentang apa yang tengah sahabatnya itu rasakan kepada Pak Damar. Ada semacam rasa tidak rela yang tengah Kirana rasakan. Tapi Kirana juga sadar kalau dia bukan siapa-siapa. Karena itu, dia berupaya untuk fokus lagi memahami materi untuk hari esok. Semoga saja Kirana bisa dengan maksimal menyampaikan ilmu dari Pak Damar. Baru saja Kirana mulai fokus dan sedikit melupakan tentang perkataan Anggi tadi. Tiba-tiba ketika membuka email di laptop, Kirana mendapat email lagi dari Pak Damar. Ada satu lampiran MP3 dan juga pesan lagi. Damar Anggara Bagaimana Kirana, apa ada yang kurang bisa dipahami? Itu ada record, sedikit briefing dari saya untuk memudahkan kamu besok menjelaskan. Kirana memutar MP3 terlebih dahulu sebelum membalas. Sayangnya, begitu diputar, malah terdengar suara Pak Damar yang malah membuat Kirana berpikir tidak-tidak. Kalau begini, Kirana menyesal sudah memutar record tersebut. Tanpa mau melanjutkannya lebih lama, Kirana langsung membalas pesan Pak Damar Kirana Nastiti To : Damar Anggara. Terima kasih, Pak. Sebelumnya mohon maaf saya tidak bisa memutar file MP3-nya. Untuk materi, saya masih mempelajarinya. Apabila nanti ada yang kurang saya pahami, akan saya tanyakan ke Bapak. Terima kasih Usai mengirimkan pesan singkat tersebut, Kirana kembali mempelajari materinya. Semoga hasilnya sesuai yang diharapkan oleh semua orang meskipun Kirana sadar kalau dia tidak mungkin membawakan materi besok dengan sempurna atau sebaik ketika Pak Damar yang mengajarkannya secara langsung. Namun waktu berlalu, Kirana kembali tidak fokus, dia malah ikut kepikiran Pak Damar tanpa bisa dicegah. "Sadar Kirana, kamu tidak boleh memikirkan lelaki asing. Sadar. Fokus kuliah. Jangan memikirkan Pak Damar terus-menerus. Sadar diri kamu siapa. Sadar diri juga kalau Pak Damar disukai Anggi. Jangan berpikir yang tidak-tidak." Kirana mendoktrin dirinya sendiri, sesekali beristighfar ketika perasaannya tak kunjung tenang. Jangan sampai hanya karena seorang lelaki, fokus Kirana berantakan tak tentu arah. Namun semakin dielak, semakin besar juga rasa yang belum pernah Kirana rasakan sebelumnya ini. Taukah kalian, rasa ingin selalu memikirkan di alam bawah sadar, tapi di tidak sinkron dengan otak. Sepertinya, Kirana harus istirahat terlebih dahulu, besok pagi-pagi sekali kembali mempelajari materinya. Karena kalau tidak, Kirana merasa sampai tengah malam pun dia tidak akan bisa fokus. Pikirannya selalu tertuju kepada Pak Damar tanpa bisa dicegah. Bahkan saking lancangnya, Kirana sampai berpikir Pak Damar sedang apa dan dengan siapa. Padahal, dia bukan siapa-siapa dan jelas tidak memiliki hak untuk tahu urusan orang lain. Kirana terlalu sadar diri dia siapa dan Pak Damar siapa. Rasa-rasanya bagaikan langit dan dan bumi kalau ingin dipersatukan. Pak Damar bagaikan langit yang tak berujung sementara Kirana bagaikan bumi yang terus berputar. Jatuhnya terlalu memaksakan kehendak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN