26. Pertamakali Ditelfon

1402 Kata
Hari pertama menggantikan Pak Damar, Kirana tidak merasakan gugup sama sekali. Kalau di rumah, dia sudah terbiasa mengajari anak-anak tetangganya ketika liburan semester. Jadi, mungkin karena itu Kirana santai saja mau menyampaikan materi kepada teman-teman sekelasnya. Untuk masalah semalam yang Anggi menghubunginya hanya untuk membicarakan Pak Damar, Kirana berusaha untuk tidak memikirkannya lagi. Dia tidak punya hak untuk melarang orang jatuh cinta. Dia juga sadar diri dirinya siapa sampai memikirkan yang tidak-tidak. Karena itu, daripada galau memikirkan sesuatu yang tidak seharusnya, Kirana memasak untuk sarapan saja. Kemarin waktu Nisa pulang malam, dia menbawa persediaan sayur yang memang sudah hampir habis di kontrakan. Jadi untuk mengalihkan pikirannya agar tidak selalu lari memikirkan Pak Damar, Kirana melakukan banyak hal positif saja. Kirana memasak oseng buncis dan tempe goreng tipis yang rasanya jelas gurih. Apalagi sekarang kedelai mahal, masih bersyukur sekali bisa makan tempe daripada nasi campur garam saja. Ada anak dari kamar sebelah yang membantu karena memang suka seperti itu. Kalau Kirana yang memasak, teman-temannya yang lain, yang kebetulan sempat makan akan makan. Begitupun sebaliknya. Kalau teman Kirana yang memasak, teman Kirana dan teman-temannya ikut makan. Paling mereka hanya menanak nasi sendiri-sendiri karena di sana tidak ada panci besar yang bisa digunakan untuk menanak nasi dalam jumlah cukup lama. Kalaupun mereka bisa kebetulan makan bersama di kontrakan, biasanya karena diberikan makan oleh ibu kontrakannya atau kalau tidak waktu bulan Ramadhan, berbuka dan sahur bersama. Begitu selesai memasak, Kirana meletakkan semua makanannya di meja, dia langsung memanggil semua orang untuk makan sementara setelah itu dia mandi. Barulah selesai mandi dia ikut makan bersama-sama yang lain. "Na, ada yang menelfonmu." Nisa tiba-tiba keluar dari kamar sambil membawa handphone jadul milik Kirana, memberikannya kepada yang punya, kemudian ikut sarapan bersama juga setelah membangunkan Simi yang berangkat siang. Daripada nanti ribut mencari sarapan, lebih baik sarapan sekarang juga biar nanti tinggal makan saja. "Siapa yah, Nis?" Kirana malah balik bertanya. Ya mana Nisa tahu orang itu yang ditelfon ponsel Kirana. Sudah begitu tidak ada namanya pula. "Aku ya nggak tau lah, Ki. Angkat dulu coba, siapa tau saja penting." Kirana memutuskan bangkit daripada menganggu yang lain. Saat masuk kamar, duduk di tepi ranjang, Kirana menerima panggilan yang sempat diakhiri itu tapi ditelfon kembali. "Assalamu'alaikum, Kirana. Ini saya. Apa materinya sudah siap untuk disampaikan? Tidak ada yang ingin ditanyakan?" Ada jeda panjang sekali karena jantung Kirana berdetak tak tahu aturan. Gadis itu malah diam memandang dinding putih di depannya dengan tatapan nanar. Kenapa juga baru mendengarkan suaranya Pak Damar, Kirana langsung begini? 'Sadar, Na! Jangan berpikir yang tidak-tidak.' Kirana mengingatkan dirinya sendiri dari dalam hati. "Halo?" Suara Pak Damar kembali terdengar setelah jeda cukup lama di antara keduanya. "Wa'alaikumsalam, Pak Damar. Insya Allah tidak ada, Pak. Semalam saya sudah mempelajarinya." "Ya sudah kalau begitu. Untuk tugasnya nanti jangan lupa dikumpulkan ke email kamu sebagai perwakilan. Sebelum jam 12 malam sudah harus dikirimkan ke saya. Bagi yang terlambat mengirimkan, tinggal saja. Kirim dalam bentuk RAR." Kirana hampir lupa kalau tidak diingatkan, dia langsung mengambil note kecil punyanya dan menulis di sana, kemudian note itu diselipkan ke bagian laptop di dekat keyboard yang kosong agar Kirana tidak lupa nanti. Bisa bahaya kalau Kirana sampai lupa. "Oh iya hampir lupa, Pak. Sudah saya catat." "Okay, kalau begitu sudah dulu ya. Assalamualaikum." "Wa'alaikumsalam, Pak." Kirana mengembuskan napas lega saat sambungan telfon itu berakhir. Dia tidak perlu menahan letupan dalam dadanya lagi. Namun tetap saja Kirana penasaran darimana Pak Damar mendapat nomor telfonnya. Masalahnya sedari awal, Kirana tidak pernah mengisi nomor telfon di formulir manapun karena memang tidak punya. Kirana jadi berpikir kalau Faisal yang memberi tahu Pak Damar karena sedikit banyak, hanya Faisal yang lebih manusiawi berteman kepadanya. Yang lain mana mau repot-repot berurusan dengannya. Jadi, Kirana akan bertanya saja nanti, dia akan sarapan terlebih dahulu dan segera berangkat dengan Nisa. *** Kirana mencoba biasa saja saat berangkat ke kampus meskipun ada rasa was-was yang tidak mampu dirinya tahan jika mengingat dua kali berturut-turut ada orang yang berlaku semena-mena kepadanya. Kalau Kirana tidak melawan ketakutannya sendiri dengan tetap pergi ke kampus, Kirana akan terus ketakutan seperti itu. Karenanya Kirana berupaya biasa saja seolah tidak terjadi sesuatu. Selalu mengingat-ingat hal menyakitkan juga tidak membuat Kirana berkembang. Dia harus bangkit dari keterpurukan dengan semua kekecewaannya. Lagi pula, Bu Ghina tidak pernah mengajarkan Kirana untuk menyimpan dendam. Karena itu, jadilah Kirana yang begitu ikhlas menerima semua cobaan yang Tuhan berikan. Karena Kirana selalu melihat di bawahnya. Di sana, masih banyak sekali orang-orang seumuran dirinya ataupun yang lebih dewasa, tapi tidak memilki kesempatan untuk menginjakkan kakinya di bangku perkuliahan. Jelas Kirana harus bersyukur akan hal itu. Namun, kalau Kirana melihat ke atasnya, dia hanya akan merasa kurang oleh rejeki yang sebenarnya sudah Allah cukupkan. Mungkin ini buah dari kesabarannya Kirana yang tidak pernah membalas perlakuan jahat orang-orang terhadapnya. Dia menjadi tenang dan tidak khawatir lagi meski diganggu. Yang penting, Kirana tidak menganggu orang yang lain. Itu saja sudah cukup sekali. Setelah tadi berjalan dari depan gerbang sampai akhirnya tiba di depan SB III/R.IX, Kirana membuka pintu seraya mengucapkan salam. Dia melihat teman-temannya sibuk dengan urusan masing-masing, kemudian dia duduk sendirian di bangku paling depan karena jam pertama bukan pelajaran Pak Damar. Ada mata kuliah board casting yang menjadi favorit Kirana. Dia suka ketika diajarkan untuk menggunakan kamera dan ditugaskan untuk mengambil angel-angel epic. Selain itu, dia juga senang sekali jika diminta untuk membuat video wawancara meskipun dia kepayahan membuka aplikasi gratisan mengedit video di laptop karena memory laptopnya hampir penuh. Kalau tidak begitu, Kirana tidak bisa mengumpulkan tugas nanti. Tapi meskipun kesulitan seperti itu, Kirana tetap menyelesaikan tugasnya dengan baik dan mendapat nilai yang terbaik juga karena kreativitasnya. Dia selalu memberikan warna dalam mewawancara seseorang, selalu memilki karakteristiknya sendiri. Begitu dua jam terlewatkan, jam ketiga dan keempat berikutnya adalah jam mata kuliah Pak Damar. Kirana lantas maju ke depan seraya membawa laptop milik Pak Damar yang benar-benar menunjangnya dalam menyampaikan materi pada pagi hari ini. Teman-temannya yang memang masih memiliki etikanya jelas mendengarkannya dengan seksama. Kalau yang tidak, mereka malah terang-terangan bermain ponsel layaknya Kirana hanya tamu yang tidak terdeteksi keberadaannya. Namun dia harus profesional dan menegur temannya itu. Dia tidak ingin membiarkan temannya terjerumus dengan mengabaikan materi perkuliahan. Kalau sudah diingatkan temannya dengan sengaja melakukan hal itu lagi, Kirana tidak bisa memaksa. Dia akan menerangkan semaksimal mungkin apa yang bisa dirinya lakukan. "Tolong untuk fokus ke depan sebentar ya teman-teman. Hari ini saya izin membantu Pak Damar untuk menyampaikan materi karena Beliau berhalangan hadir. Yang masih bermain handphone, tolong diletakkan dulu dan fokus ke depan, nanti tertinggal materi." Ada cibiran yang langsung dilayangkan temannya bahwa Kirana sok pintar dan sebangsanya. Namun, Kirana tidak mengambil hati. Gadis itu langsung melaksanakan tugasnya dengan menampilkan PPT kiriman Pak Damar, kemudian Kirana secara pribadi membuka PDF yang yang semalam sudah dirinya pelajari dan itu benar membantu untuk memudahkan memahami materi yang Pak Damar beri. Dengan begitu percaya diri, Kirana yang semula berdiri di dekat meja langsung berjalan di sisi ruangan bagian depan. Dia menunjuk yang ditampilkan pada proyektor menggunakan laser. Pagi ini, dia membawakan tentang web developer, mulai dari pengertiannya, cara kerjanya dan aplikasinya dalam dunia pekerjaan saat ini. Cara Kirana menyampaikan materi yang begitu runtut dan jelas membuat orang-orang perlahan tertarik sendiri mendengarkan penjelasannya. Dan itu semua menjadi kebahagiaan kecil tersendiri bagi Kirana sendiri. Gadis itu tahu kalau sebenarnya semua orang itu baik, hanya saja lingkungan dan keaadaan yang mempengaruhinya. Semoga saja masalahnya dengan yang gadis kemarin itu dapat diselesaikan dengan kekeluargaan, tidak berakhir mengenaskan seperti nasib Bianca dan kedua temannya. "Apa ada yang ditanyakan?" Kirana bertanya ketika selesai menyampaikan materi. Faisal yang memang selalu aktif jelas bertanya. "Nanti buat web-nya di aplikasi yang dicontohkan tadi?" Kirana menggeleng. "Jam 12 siang nanti Pak Damar akan mengirimkan link tutorial video. Kita bisa modifikasi dari tampilan yang ada di web tersebut. Tidak boleh meniru dan setiap anak pekerjaannya tidak boleh sama. Tugasnya nanti dikirimkan ke emailku, ya. Ini." Kirana menulis alamat emailnya di papan tulis. "Yang mengumpulkan terlambat, tidak diterima pekerjaannya. Nanti kutunggu sampai jam 23.45 WIB." Faisal mengangguk paham kemudian disusul pertanyaan-pertanyaan lain yang tentu saja Kirana jawab sepemahamannya. Dia juga tidak lupa mencatat siapa saja yang aktif bertanya kemudian nanti dilaporkan kepada Pak Damar. "Kalau tidak ada yang ditanyakan lagi. Dicukupkan untuk hari ini, terima kasih atas perhatiannya." Kirana menyudahi penyampaian materinya dan ada satu dua tiga orang yang mengucapkan terima kasih kepadanya. Dalam hati, Kirana bersorak gembira sekali. Semoga saja, setelah ini dia tidak dimusuhi lagi oleh teman-temannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN