Sepanjang jalan kembali menuju ke kontrakan temannya Meisya, Kirana tidak berbicara apa-apa, begitupun dengan Meisya yang memilih diam tidak ingin mengganggu.
Kirana tidak sedih karena Pak Damar kecewa terhadap dirinya. Ada yang lebih Kirana pikirkan, yakni perasaan Anggi yang entah bagaimana kabar gadis itu sekarang.
Kalau boleh jujur, Kirana tidak ingin percaya dengan yang dirinya alami sekarang. Namun kenyataannya, memang seperti ini keadaannya. Entah apa yang Anggi lihat sampai sebegitunya marah dengan dirinya. Padahal, Kirana jelas tidak melakukan apa-apa. Bahkan Kirana tidak ada mencari perhatian kecil maupun yang besar kepada orang-orang yang berada di sana.
Saking memikirkan banyak hal dalam kepalanya, motor Meisya kembali berhenti saat sampai di kontrakan temannya itu dan Kirana tidak sadar sedikitpun. Dia terus saja terngiang-ngiang wajah Silvi yang menahan tangis saat dirinya berpamitan pergi.
Sebenarnya, untuk apa semua ini? Kirana tidak habis pikir dengan dirinya sendiri. Untuk apa dia sampai sebegitunya hanya karena ingin menjaga hati Anggi yang bahkan tidak memedulikan perasaannya. Gadis itu memusuhi layaknya Kirana ini orang asing yang sangat tidak berguna atau tidak diinginkan keberadaannya sama sekali di satu tempat dengannya.
Sampai Meisya yang menunggu Kirana dari motor sedari tadi harus repot-repot memanggil gadis itu, menyadarkannya dari lamunannya yang begitu panjang.
"Teh, udah sampai atuh. Ayo turun."
Kirana tersentak dan langsung turun dari motor begitu saja. Dia meringis tidak enak menatap Meisya karena dirinya pasti menyusahkan sekali. Mana tengah-tengah malam begini. Kalau bukan orang baik yang, pasti tidak mau. Seperti tidak ada hari esok saja.
"Maaf ya Sya sudah merepotkan sekali." Kirana menunduk sopan ketika meminta maaf sementara Meisya langsung geleng-geleng, meminta Kirana bersikap biasa saja.
"Tidak apa-apa, Mbak. Mari masuk, Mbak. Sudah malam, kita harus istirahat."
Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, Kirana dan Meisya langsung masuk ke dalam kontrakan yang suasananya sudah sepi sekali karena memang tengah malam. Kalaupun ramai itu hanya sampai di jalan depan, yang kontrakan ditinggali Kirana semalam ini sudah sepi.
Mereka bersih-bersih sampai akhirnya sudah waktunya untuk istirahat. Meisya dan Kiranaw yang memang satu ranjang langsung menempatkan diri. Mungkin Meisya kelelahan karena itu tidurnya mudah sekali. Sekali menempel di kasur atau apapun itu yang nyaman untuk bersandar, pasti tertidur. Sementara Kirana, meskipun matanya mengantuk, sudah menguap berkali-kali sampai keluar air matanya, dia juga tak kunjung bisa tertidur. Pikirannya dipenuhi oleh wajah dan perkataan dingin Pak Damar. Kepalanya juga selalu memutar bagaimana penolakan Anggi kepada dirinya. Wajah Anggi yang terlihat muak, cara bicaranya yang kasar.
Memang benar ya kalau orang sudah melakukan seribu kebaikan sekalipun akan rusak oleh satu kesalahannya saja. Apa yang dirasakan oleh Kirana sekarang juga sama-sama kecewanya. Dia juga manusia biasa yang pastinya bisa memiliki rasa kecewa. Kecewa dengan Anggi yang meksipun mereka sudah bersahabat dari kecil, gadis itu lebih percaya pada setan yang merasuki pikirannya. Kirana tidak pernah bermaksud mengusik ketenangannya dalam mencintai Pak Damar yang notabene adalah wali dosennya sendiri.
Oh ayolah, kecewa mampu membuat Kirana menangis dalam sujudnya. Kalau orang lain yang memerlakukannya seperti ini, Kirana pasti akan biasa saja. Namun, dia benar tidak menyangka kalau yang salah paham berlarut-larut kepadanya adalah Anggi, sahabatnya sedari kecil sendiri. Apa persahabatannya selemah ini? Hancur hanya gara-gara satu orang lelaki yang bahkan mereka tidak tahu apakah Pak Damar ini sudah memilki kekasih atau belum. Bisa-bisanya mereka menghabiskan waktu untuk hal yang tidak berguna.
Jangan hanya menyalahkan Anggi ataupun Kirana karena mereka jelas sama-sama salah. Mereka ada andil yang membuat kesalahpahaman di antara keduanya kian berlarut-larut. Harusnya Anggi mendengarkan dan Kirana menjelaskan. Atau kalau tidak, dibalik saja. Kirana juga tidak keberatan untuk meminta maaf. Entah di hari yang melelahkan ini dia sudah meminta maaf berapa kali kepada Tuhannya. Dan jawabannya, Kirana merasa kurang karena dosanya terlalu banyak. Karena itu dia turun dari ranjang untuk menunaikan salat malam agar hatinya menjadi tenang. Kirana percaya kalau Allah tidak akan memberinya ujian di luar batas kemampuannya sendiri.
Tak mau mengganggu lagi, Kirana pergi pelan-pelan. Kirana keluar menuju tempat wudhu, menyalakan kran air, lantas menambah wudhu.
Kirana memilih salat di kamar karena di ruang keluarga sepi sekali, mungkin orang-orang sudah tidur atau memang sedang keluar mengingat ini akhir pekan yang terasa begitu cepat sekali. Tahu-tahu, esok sudah hari Minggu saja.
Kirana kembali menangis seperti hari kemarin. Dunia terasa kejam sekali. Hanya karena cinta yang entah itu benar atau obsesi belaka, persahabatannya hancur seperti ini. Kirana jadi ingin menelfon ibunya dan mengadu kalau Anggi tengah marah kepadanya. Rasanya sungguh tidak nyaman lagi. Dan akan terasa sia-sia pula semua kesalahpahaman yang terjadi jika Pak Damar benar-benar memiliki seorang kekasih. Ya maksudnya untuk apa juga merebutkan apa yang bukan miliknya. Entahlah, semuanya terasa melelahkan sekali.
Puas mengadu kepada Tuhan-nya, Kirana menyudahi salat malam dan bergegas tidur yang tak selang lama, dia bisa tertidur dengan lelap.
Senjata Kirana yang tidak pernah ketinggalan. Salatnya. Seberat apapun keadaannya, Kirana tidak boleh meninggalkan salat karena lima itu yang wajib baginya seorang muslimah. Sudah pastinya Kirana yang diberikan kesempurnaan seperti ini—yang pastinya tetap memiliki kekurangan karena kesempurnaan hanya milik Allah harus melakukan kewajibannya selama hidup di dunia. Mempertanggungjawabkan kelak semua perbuatannya kepada Dzat yang menciptakan alam semesta beserta isinya.
Hingga pagi menjelang, Kirana bangun, dia segera persiapan untuk kembali ke Depok. Rasanya tak nyaman tinggal terlalu lama hingga menyusahkan orang. Kirana juga harus masuk kelas besok. Jadi tidak ada alasan baginya untuk lama-lama di kota orang.
Entah apapun yang akan terjadi nanti saat Pak Damar kembali mengajar, Kirana tidak peduli. Dia hanya ingin menuntut ilmu. Namun, kalau keberadaannya membuat orang merasa mendapatkan musibah, Kirana rasa dia harus lebih giat belajar lagi agar bisa lulus cepat sehingga tidak membuat teman-temannya merasa tidak nyaman lagi. Begitupun dengan Pak Damar, seandainya lelaki itu memang sama keberatannya dengan keberadaan Kirana di kelas.
Memang benar alasan orang ingin lulus cepat karena ingin segera kerja ataupun mendapatkan predikat terbaik. Namun, itu tidak berlaku lagi bagi Kirana sekarang. Dia ingin cepat lulus karena to ingin menyusahkan semua orang lagi. Dari kejadian ini, Kirana semakin merasa bahwa dirinya adalah beban. Beban yang berlaku bagi semua orang-orang yang dekat dengan dirinya.
Kirana tidak tahu apakah persahabatannya bisa kembali seperti semula atau tidak. Namun yang pasti, Kirana akan tetap memperbaiki hubungannya dengan Anggi apapun yang terjadi. Entah gadis itu tidak menerimanya sekalipun, Kirana akan berjuang memperoleh maafnya jika menurut Anggi, dirinya memang bersalah.
Memangnya apa sih yang dicari dalam hidup? Manusia hidup bisa saja memilki segalanya tapi tetap tidak bisa sampai batas sempurna kecuali manusia terbaik pilihan Tuhan. Karena sesungguhnya, orang mati hanya membawa tiga perkara ke dalam kuburnya. Yakni amal, doa anak soleh/soleha dan ilmu yang bermanfaat. Untuk apa pula kekayaan itu dipamer-pamerkan dan dijadikan sebagai tolak ukur kebahagiaan. Karena sesungguhnya, orang yang bersyukur adalah orang yang paling tahu caranya bahagia. Mereka menerima semua takdir Allah sehingga merasa tenang. Karena Allah lah sebaik-baiknya penolong. Tuhan Pemilik Alam Semesta. Yang membuat apapun itu menjadi mungkin karena kehendaknya.
Kun fayakun.
Ini selalu menjadi penyemangat bagi Kirana untuk selalu semangat dan pantang menyerah dalam melakukan kebaikan meksipun orang-orang menganggapnya sebelah mata.
Kalau saja Kirana tidak kuat imannya, dia bisa saja melakukan sesuatu yang merugikan dirinya sendiri. Seperti contoh menyakiti dirinya sendiri karena terlalu keras tertekan dengan takdir yang harus dijalaninya. Namun, karena Kirana memiliki Allah, Allah selalu berada di dalam hatinya, percayalah sesuatu yang menyesatkan itu tidak akan terjadi. Allah tidak akan membiarkan doa hamba-Nya begitu saja kecuali dikabulkan. Entah doanya diijabah menjadi kenyataan atau diberikan ganti yang lebih baik karena Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.
Manusia boleh berencana, tapi sebaik-baiknya rencana adalah rencananya Allah.