Beberapa hari terakhir Abi kerap kali datang ke rumah Agung dan anehnya lelaki itu datang justru saat sang kakak sedang tidak ada. Alasannya ingin bertemu dengan Cinta. Senja tidak bisa melarang, tetapi apa yang dilakukan oleh mantan suaminya itu membuatnya merasa risih.
Seperti saat ini, Abi kembali datang ketika Agung sedang ke luar kota. Lebih menyebalkan lagi, lelaki itu datang di jam yang lumayan larut. Tidak mungkin jika alasannya ingin bertemu dengan Cinta, sebab anak itu pasti sudah tertidur pulas.
"Mending kamu pulang, deh, Bi! Cinta udah tidur." Senja yang tidak tahan lagi akhirnya mengucapkan hal tersebut.
"Kamu ngusir aku? Aku ini adik dari suamimu. Pemilik rumah ini," ucap Abi yang tidak terima saat Senja menegurnya.
"Aku tidak amnesia, Bi. Aku tahu kamu adik Kak Agung. Tapi apa yang kamu lakukan ini benar-benar tidak wajar. Datang ke rumah seorang wanita ketika suaminya sedang tidak ada di rumah," jawab Senja ikut menaikkan volume suaranya.
"Apanya yang tidak wajar? Aku datang ke rumah kakakku sendiri. Lagi pula di rumah ini juga ada Mama dan pembantumu, 'kan?"
Senja sampai menatap kesal Abi yang terus menjawab ucapannya. Padahal apa yang dia katakan adalah demi kebaikan. "Tetap saja kita bukan muhrim. Tidak baik juga kalau kamu datang saat suamiku tidak ada. Bisa menimbulkan fitnah. Kak Agung itu kakak kamu, harusnya kamu bisa menghargai dia dengan tidak melakukan hal seperti ini, Abi," ucap Senja masih dengan nada kesal.
Tidak ingin terus meladeni adik iparnya itu, senja memilih pergi. Lebih baik dia menemani Cinta di kamar daripada beradu argumen dengan mantan suaminya.
Ditinggal begitu saja oleh Senja, Abi pun merasa kesal. Niatnya untuk kembali dekat dengan wanita itu ternyata tidak membuahkan hasil. Nyatanya mantan istrinya bersikap semakin dingin.
Di sisi lain Agung yang berada di luar kota sedang memantau CCTV rumahnya lewat ponsel. Dia tersenyum saat melihat sang istri pergi meninggalkan Abi. Meski tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, tapi Agung sudah bisa menebak apa yang membuat istrinya itu terkesan menjaga jarak dengan Abiyan.
"Kamu pikir akan semudah itu merebut istri saya, Abi?"
Kegiatan berhenti saat ponselnya berdering. Wajah itu tampak semakin tampan saat bibirnya tersungging senyuman. Tanpa menunggu waktu lama dia segera menjawab panggilan dari istrinya.
"Kakak," panggil Senja dengan suara manja saat panggilan terhubung.
"Iya, ada apa?" tanya Agung lembut. Dia sudah paham karakter istrinya yang senang sekali menceritakan apapun yang mengganggu pikiran dan hatinya.
"Aku kesal banget, Kak. Adikmu itu selalu datang saat kamu tidak di rumah," keluh Senja, Agung tahu istrinya itu pasti sedang memanyunkan bibir.
"Hm. Jangan hiraukan dia. Fokus saja sama diri kamu dan Cinta," balas Agung bijak.
"Kakak gak cemburu?" tanya Senja menuntut.
"Kenapa harus cemburu? Saya tahu bagaimana karakter istri saya. Kamu tidak mudah didekati pria. Apa lagi pria di masa lalu kamu," jawab Agung yang seketika menciptakan senyum malu-malu sang istri.
"Em. Kakak kapan pulang? Cinta kangen loh."
Senyuman di bibir Agung semakin lebar saja setelah mendengar ucapan istrinya. "Yang kangen Cinta atau mamanya Cinta?" tanya Agung menggoda.
Senja terkekeh setelah sang suami menggodanya. Lelaki sedingin es di kutub Utara itu kini mulai bersikap hangat bahkan tidak jarang keluar tingkah usil.
"Kalau mamanya yang kangen emang Kakak mau langsung pulang?"
"Kalau kamu yang minta. Saya akan kembali sekarang juga," jawab Agung menantang.
"Bener ya kalau aku yang minta langsung pulang?"
"Iya, tapi ada imbalannya."
Senja membalas itu dengan dengusan. "Kakak kan udah kaya. Ngapain minta imbalan sama istri yang enggak punya apa-apa ini?"
"Eits. Kenapa bilang seperti itu? Semua yang saya punya, itu adalah milik kamu."
"Mana bisa? Itu kan hasil kerja keras Kakak selama ini. Aku jadi istri kakak baru berapa bulan?"
"Ya tetap saja. Apapun milik suami, itu adalah hak istri," jawab Agung meyakinkan.
"Hm. Iya-iya. Jadi sekarang aku yang kaya, ya. Kakak enggak punya apa-apa," kelakar Senja.
"Iya, Tuan Putri. Saya sudah jatuh miskin sejak menikahi Tuan Putri," balas Agung yang seketika menciptakan tawa bahagia istrinya.
"Jadi Kakak minta imbalan apa dariku?" tanya Senja setelah bisa menguasai diri.
"Saya ingin seorang adik untuk Cinta," jawab Agung lugas. Namun, suasana berubah senyap seketika.
Hingga beberapa menit tidak ada jawaban dari istrinya, Agung pun mengerti. "Kamu belum siap, ya?"
"A-aku ... Siapa takut!"
"Oke. Saya pulang sekarang!" Tanpa kata lagi, Agung mengakhiri panggilan.
Senja menggelengkan kepalanya, dia tahu sang suami pasti langsung bergegas pulang setelah dia menerima permintaan itu. Meski ini kali pertama Agung mengucapkan permintaan itu, tetapi Senja sudah bisa merasakan bahwa Agung sepertinya juga berharap mereka segera diberikan titipan berupa bayi.
Agung benar-benar kembali ke Jakarta. Semua urusan pekerjaan diserahkan kepada sekretarisnya. Meski baru beberapa hari jauh dari sang istri nyatanya kerinduan itu benar-benar menyiksa Agung.
Lelaki itu sampai di rumah saat dini hari. Ketika masuk ke kamar ternyata sang istri sudah tertidur lelap. Begitu juga dengan Cinta yang tidur di box bayinya.
"Lebih baik saya mandi dulu. Saya tidak ingin istri dan anak saya terkena virus dari luar," ucap Agung lalu bergegas masuk ke kamar mandi.
Suara gemericik air membangunkan makhluk cantik yang sejak tadi tidur pulas di ranjang. Dia mengucek matanya, lalu menatap ke arah pintu kamar mandi yang tertutup.
"Kak Agung udah pulang?" tanyanya pada diri sendiri, dia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 03.00 pagi.
"Ya ampun, Kak, padahal kan bisa besok aja pulangnya." Senja menyingkap selimutnya lalu turun dari ranjang.
Wanita itu berjalan ke arah lemari lalu mengambil baju untuk suaminya. Seperti sudah hafal dengan kebiasaan sang suami yang seringkali lupa membawa baju ganti, Senja berjalan mendekat, lalu bersandar di dinding kamar mandi.
Terdengar suara deritan pintu, Senja langsung menyodorkan pakaian milik suaminya yang tersenyum kikuk saat netranya bertemu dengan iris mata sang istri.
"Kebiasaan kalau mandi nggak bawa baju. Ntar keluar cuma pakai handuk aja," protes Senja lalu berjalan meninggalkan Agung. Namun, lelaki itu segera menyusul sang istri dan memeluknya dari belakang.
"Katanya mau buat adik untuk Cinta," bisik Agung tepat di telinga sang istri.
Senja merinding saat sang suami membersihkan kata keramat itu. Namun, karena tidak ingin mengecewakan suaminya yang rela jauh-jauh dari luar kota, Senja membalik tubuhnya hingga berhadapan dengan sang suami. Kecupan sayang mendaratkan di pipi Agung. Kedua tangannya juga mengalung indah di leher suaminya.
"Emangnya Kakak nggak capek?" tanya Senja berbisik, dengan nada sensual.
Agung menggeleng. "Kamu itu obat dari lelah saya," ucapnya singkat, tetapi berhasil membuat Senja tersipu malu.
*
Keesokan harinya, seperti biasa Senja akan menyiapkan makanan untuk sang suami. Walau yang memasak tetap asisten rumah tangga, tetapi Agung lebih suka jika yang mengambilkan nasi serta lauk adalah istrinya.
Senja dan Agung duduk berdampingan. Mereka mulai menyantap sarapan pagi. Sementara itu, Risma baru saja turun dan ikut bergabung. Wanita paruh baya itu sedikit terkejut saat mendapati sang putra sudah berada di rumah.
"Kamu pulang kapan, Agung?" tanya Risma, dia menatap putranya lekat.
"Jam 3 tadi sampai. Memang kenapa, Mah?" tanya Agung balik.
"Bukannya pekerjaan kamu seharusnya selesai 4 hari lagi? Kenapa pulang lebih cepat?"
"Saya lupa bawa vitamin, Mah. Makanya pulang dulu. Sore nanti saya ke sana lagi," jawab Agung berkelit, Senja yang saat itu sedang meminum air putih sampai tersedak.
"Pelan-pelan, Sayang," ucap Agung, sambil menepuk pelan punggung istrinya.
Risma tidak begitu saja percaya. "Hanya gara-gara Vitamin, kamu jauh-jauh pulang ke Jakarta? Memangnya di sana tidak ada apotek?"
Tanpa beban sama sekali, Agung menggelengkan kepalanya. "Vitaminnya enggak dijual sama orang lain, Mah. Cuma seorang aja yang jual, itu juga yang beli cuma saya," jawab Agung, pria itu langsung mendapat cubitan dari istrinya.