Biasanya di hari biasa jika waktu pulang Rena akan langsung menuju rumahnya atau membantu para roh yang masih gentayangan untuk mengetahui jati diri mereka. Namun hari ini untuk mempersiapkan nilai ujian kenaikan kelas, Rena rela meluangkan waktunya lebih lama di perpustakaan.
Bagi sebagian banyak orang perpustakaan memang terkenal dengan ketentraman dan sepi juga dilengkapi ratusan atau bahkan jutaan buku berbeda. Tapi tidak untuk Rena, ruang perpustakaan itu memang sepi setidaknya bagi mata manusia normal, namun bagi Rena tempat itu sangat ramai membuatnya jadi tidak konsen untuk belajar.
Rena mendesah panjang karena keributan yang dihasilkan oleh para makhluk tak kasat mata, diluar sana para siswa juga sudah kembali ke rumah mereka masing-masing dan hanya ada tiga orang di dalam perpustakaan yang sama dengan Rena.
Tak bisa berfikir untuk mempelajari buku yang saat ini ia pegang Rena lebih memilih untuk membawa buku itu pulang dan mempelajarinya di rumah, sekarang yang dia butuhkan segera keluar dari area perpustakaan.
“Kak, saya pinjam dua hari ini.” Rena menunjukkan bukunya.
“Bukannya tadi kamu sudah meminjam buku?” tanya petugas perpustakaan bagi anak-anak yang meminjam buku.
Petugas jaga itu melihat catatan peminjaman buku oleh Rena dan menunjukkan didepan Rena, “Beberapa hari yang lalu kamu sudah meminjam buku, maksimal buku yang dapat dipinjam oleh siswa hanya boleh tiga, jadi kalau mau meminjam lagi kembalikan buku yang sebelumnya kamu pinjam.” ucap Tias perempuan 23 tahun itu dengan nada santai sekaligus mengingatkan.
Rena menghela nafas lalu meletakkan satu buku yang ia pegang di atas meja, “Oke.” kemudian pergi tanpa membawa buku itu. Tias tersenyum dan menggelengkan kepalanya pelan.
Rena memakai tasnya dengan benar berjalan melewati koridor sepi untuk segera menuju tempat parkir motornya, tapi Rena tiba-tiba langsung berhenti melangkah. “Jangan menguntit seperti maling, keluar cepat sebelum aku yang menyeretmu dari tempat persembunyianmu itu.” ucapnya.
Tak lama muncul sosok Arham dari tempat persembunyiannya, Rena berbalik lalu berkacak pinggang dan menggeleng pelan, “Ngapain sembunyi-sembunyi?” ujar Rena.
Arham menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “Ah soalnya.. itu tadi ...,” Arham menatap Rena dengan bola mata hitamnya, “Boleh main kerumah kamu lagi gak sekalian sama belajar bareng?” katanya kemudian.
Rena memincingkan matanya namun Arham justru malah memalingkan wajah terlihat gelagapan karena di tatap tajam oleh Rena, “Kalau gak mau kamu pulang duluan aja gak papa.” kata cowok itu lagi.
Rena membuang nafas lewat bibirnya, “Oke deh kalau niatnya belajar, ayo.” jawab Rena sembari berjalan mendahului Arham. Dibelakangnya Arham berjalan mengikuti Rena sambil borsorak ‘YES’ tanpa suara.
“Gak usah bertingkah.” sahut Rena seakan tau apa yang sedang Arham lakukan meskipun tanpa ia lihat, Arham langsung berjalan tegak tanpa melakukan gerakan-gerakan aneh lagi.
Keduanya tiba diparkiran motor mereka masing-masing, tidak saling berboncengan seperti kemarin, Arham membiarkan Rena jalan didepannya dan dia mengikuti dari belakang. Sebenarnya Arham tidak berniat sama sekali untuk belajar dengan Rena namun ia kehabisan kata-kata untuk dijadikan alasan saat ketahuan menguntit seperti tadi.
Tak lama Rena dan Arham sampai dirumah Rena, Rena mengeluarkan kunci rumahnya lalu membiarkan Arham masuk, “Kamu tunggu sini dulu ya aku mau naik dulu ambil beberapa buku yang mau dipake belajar.” ucap Rena yang langsung diangguki oleh Arham.
Rena berjalan ke arah rak lemari TV untuk mengambil paket yang kemarin belum sempat ia buka, di dalam paket itu bukanlah barang penting hanya beberapa alat yang dapat membantunya ketika dalam keadaan terdesak. Atau istilahnya adalah jimat keberuntungan berbentuk kerang bening mengkilap seperti kaca.
Kejadian tadi pagi sebenarnya Rena sudah lama menebaknya, saat itu akan terjadi saat dimana para roh dapat menyerangnya dengan ganas dan bisa jadi hari-hari berikutnya akan datang yang lain untuk menyerangnya lagi. Meskipun Rena sudah menyiapkan mental yang cukup tapi tetap saja dia hidup sendirian untuk menghadapi mereka.
“Aku bisa mengajarimu belajar tapi kenapa malah mengajaknya datang lagi?” kata Vino dari belakang Rena.
Rena menoleh, “Aku sudah bilang sama kamu Vino! Jangan pernah masuk ke kamarku!” Rena menendang Vino dan berhasil mengena kaki bagian tulang keringnya, tentu Vino langsung mengaduh merasakan sakitnya.
“Lagian kamu ini hantu, ingatan tentang siapa dirimu saja kamu tidak ingat, jangan bersikap kamu sangat pintar sekarang. Oh ya satu lagi, kalau sampai kamu masuk ke kamarku tanpa ijin kayak gini, jangan salahkan aku untuk mendepakmu lebih jauh!” ujar Rena, tangannya mengambil buku yang sudah ia siapkan sebelum meninggalkan Vino.
“kemarahan perempuan memang sangat menakutkan.” Vino meringis masih merasakan bekas tendangan Rena dibagian tulang keringnya, “Aku lupa dia jago beladiri, tapi aku ini ‘kan roh, kok sakit beneran ya?” gumamnya.
Rena menuruni tangga melihat Arham duduk disofa dengan posisi bersandar, Rena menghampiri lalu meletakan bukunya diatas meja. “Pengen makan sesuatu?” tanya Rena.
Arham langsung memperbaiki posisi duduknya. “Eh gak usah aku tadi udah pesen makanan bentar lagi datang.” jawab Arham spontan. Rena mengerutkan keningnya tapi kemudian bel rumah Rena berbunyi, Rena pun berjalan untuk membukakan pintu, cewek itu kembali dengan membawa kantong plastik putih.
“Ini makanan?” tanya Rena lagi, Arham mengangguk.
“Iya aku beli ini soalnya kamu kayak terlalu sering makan mi instan, mi itu gak sehat kalau terlalu sering dikonsumsi loh.” jawab Arham.
Rena memanyunkan bibirnya. “Tapi kan enak.” gumam Rena sambil membuka plastik tadi untuk mengeluarkan isinya.
Arham tersenyum geli. “Ayo dimakan, masih anget loh ini kayaknya.” ucap cowok itu.
“Harusnya aku yang buatin makanan eh ini malah tamunya yang bawa makanan.” kata Rena.
Arham menggeleng. “Jaman udah beda Ren, kebanyakan malah tamu yang bawain makanan bukan tuan rumah yang nyediain makanan. Tapi saling menyediakan juga gak papa kok.” canda Arham, Rena memukul pelan lengan cowok itu sembari memakan makanan mereka.
Rena menoleh ke arah tangga, di sana Vino sedang berdiri menyilangkan tangan di depan perut menatap Rena dan Arham makan. Raut wajah Vino terlihat tanpa ekspresi, berbeda jika hanya ada Rena dan Vino saja keduanya akan lebih sering berdebat ketimbang bersahabat.
Setelah makan, Rena dan Arham baru sibuk mengerjakan beberapa soal contoh yang ada di buku, keduanya terlihat serius meski awalnya Arham datang bukan untuk belajar. Sekitar satu setengah jam berlalu, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore.
Arham merenggangkan tangan kemudian melihat jam yang melingkar ditangannya. “Udah sore lanjut besok lagi ya.” ucapnya sembari membereskan peralatan tulis.
“Kapan-kapan main kerumahku juga aku bakal kenalin kamu sama orang spesialku.” ucap Arham lagi.
“Spesial? Pacar?” tanya Rena, Arham tertawa. “Bukan kok cuman spesial aja, nanti kalau kamu main kerumahku juga tau sendiri, ah iya besok kan hari libur gimana kalau entar malam pergi keluar?” ajak Arham menawarkan.
Rena menyusun bukunya. “Keluar kemana? aku gak punya banyak waktu soalnya.” jawab Rena lalu menoleh.
“Ish gak asik banget sih jadi remaja. Jadi denger ya sekarang aku ini temanmu.” Arham menunjuk Rena, “Aku mau memperkenalkanmu sama dunia kalau kamu ini ada bukan cuman sebagai pajangan aja, paham.” lanjut Arham menjelaskan.
Rena berkedip. “Oh..., jadi selama ini kamu nganggap aku ini pajangan?” Rena memukulkan salah satu buku pada Arham, Arham tertawa terbahak bahak.
“Bercanda kok, gak usah dibawa serius gitu kali. Ya udah, aku mau balik duluan tapi nanti jam tujuh aku datang lagi buat ajak kamu jalan-jalan keluar. So.. siap-siap ya.” Arham mengerlingkan sebelah matanya lalu membawa tasnya sendiri dan keluar dari rumah Rena.
Rena mengantar Arham sampai diteras rumah melihat Arham naik ke motor gedenya hingga cowok itu pergi melewati gerbang dan tak terlihat. Rena tersenyum, jalan-jalan malam bersama teman? Ini adalah hal pertama yang akan Rena lakukan selama ia hidup kira-kira akan seperti apa rasanya?.
___
Bersambung...