Berkuasa

800 Kata
Bianca semakin menunjukkan kegigihannya di depan sang mantan suami. Bianca memenangkan tender untuk pertama kalinya. Ya, baru juga dia terjun, tapi sudah berhasil mencapai puncak. Bianca memang tidak pernah main-main jika sudah bertekad. “Selamat, Bu Bianca, Anda memang hebat. Tidak salah jika keputusan Pak Kevin langsung menyerahkan semuanya kembali pada Anda. Ternyata, Anda sama-sama hebatnya dengan Pak Kevin dan mendiang ayah Anda.” Bianca tersenyum sumringah. Siapa sih yang tidak senang saat dipuji? Apalagi dibilang hebat seperti mendiang sang ayah dan juga kakak angkatnya yang tidak kalah hebat juga. “Bapak bisa saja. Saya hanya melakukan yang terbaik.” “Tapi apa yang dikatakan oleh Pak Warman benar loh, Bu Bianca.” seru seorang pria yang turut bergabung. “Bu Bianca memang hebat. Dari awal muncul saja sudah bisa diprediksi jika di bawah kepemimpinan Bu Bianca, Gold Company akan semakin bersinar.” “Saya benar-benar berterimakasih untuk itu, Pak. Tapi rasanya saya belum cukup pantas jika dipuji berlebihan begini. Di bandingkan dengan kakak saya, tentu saja kakak saya jauh di atas saya. Pak Kevin sangat baik dalam memimpin Gold Company tanpa saya.” “Jujur, saya sangat senang melihat bagaimana Anda dan mendiang orang tua Anda memperlakukan Pak Kevin. Sepertinya memang sudah menjadi rahasia umum, jika Pak Kevin hanyalah anak angkat. Tapi kalian begitu menghargainya.” “Bagi saya, dia adalah kakak kandung saya. Dia tidak hanya berperan sebagai kakak saya, tapi juga seperti seorang ayah. Sulit sekali menjelaskannya, tapi intinya begitu.” “Saya yakin, Gold Company akan semakin berjaya. Siapa sih yang tidak tau bagaimana berkuasanya Gold Company? Perusahaan raksasa yang paling sukses di negara ini.” Bianca tersenyum menanggapi. Tidak ingin terlalu over dalam menyanjung perusahaannya sendiri. Takut jika nantinya malah berbalik. Anggap saja, merendah untuk meninggi. Bianca merasa jika setiap dia bicara, diperhatikan oleh seseorang. Melalui ekor matanya, Bianca bisa menangkap jika sosok yang memperhatikannya sejak tadi adalah Daviendra Aksara. Mantan suaminya itu terus menatap ke arahnya dalam diam. Bianca enggan menoleh ke arah dimana pria itu duduk saat ini. Yang jelas, Bianca puas karena berhasil mengalahkan Daviendra dan memenangkan tender kali ini. Tidak ada yang tau, soal status di antara mereka berdua. Sebab saat masih berstatus sebagai istri Daviendra, Bianca memang tidak pernah ikut dalam acara apapun yang melibatkan keluarga. Pasti Davi akan pergi bersama ibunya. Dan Bianca sama sekali tidak masalah akan hal itu, dulu. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, jika begitu, ibunya sudah macam istrinya saja yang selalu di ajak datang ke acara-acara penting. Bianca masih belum puas menunjukkan betapa berkuasanya dia di bandingkan dengan Daviendra. Bianca akan terus membuat Davi merasa jika dia terlalu bodoh karena sudah melukainya. Satu pembalasan tidak akan pernah cukup bagi Bianca. Sakit hatinya teramat dalam, sampai tidak bisa di negoisasi untuk mendapatkan maaf. Mau Davi bersujud di hadapannya, tetap saja dia tidak akan memaafkan Daviendra. “Bi, bisa bicara sebentar?” Bianca menoleh dengan tatapannya yang nampak ogah-ogahan begitu melihat Daviendra yang mendekatinya. “Tolong yang sopan ya, Pak Daviendra Aksara. Jangan hanya memanggil saya dengan nama saja. Itu sangat tidak sopan.” “Maaf Bu Bianca, maaf jika Anda merasa jika saya tidak sopan. Maaf sekali lagi.” “Nah, kalau begini kan lebih enak saat di dengar. Dibandingkan dipanggil hanya dengan nama saja.” “Sebelumnya selamat untuk tender yang berhasil Anda menangkan.” Davi mengulurkan tangannya, namun Bianca hanya meliriknya sinis. Enggan untuk menerima dan berjabat tangan dengan pria itu. Daviendra tersenyum getir melihat bagaimana Bianca yang kini nampak jijik untuk menerima uluran tangannya. Bahkan nampak ogah-ogahan untuk menatapnya. Davi jelas harus menelan pil pahitnya saat ini. Sebab Bianca benar-benar membencinya. “Tidak perlu mengajakku berbasa-basi, Pak Daviendra. Coba katakan saja apa maksud dan tujuan Anda mengajak saya bicara?” “Ini soal masalah yang sebelum-sebelumnya. Mengenai Anda yang tiba-tiba memilih untuk berhenti menjadi investor di perusahaan saya. Padahal, sejak awal Gold Company selalu menyokong perusahaan saya. Tapi sekarang kenapa tiba-tiba ditarik? Saya perlu alasan yang tepat mengenai hal tersebut.” “Sepertinya sudah jelas ya apa alasannya saat itu. Kenapa juga masih dipertanyakan apa alasannya? Saya sebagai pemimpin baru di Gold Company berhak untuk memutuskan semuanya.” sahut Bianca. Wanita itu benar-benar menunjukkan kekuasaannya yang tidak main-main. Tatapan Bianca pun kini tertuju pada Daviendra yang turut menatapnya. Terlalu banyak kebencian yang muncul di mata Bianca untuk Daviendra. Sampai sulit untuk dihilangkan. “Anda memang berhak memutuskan segalanya, Bu Bianca. Tapi pernahkah Anda berpikir jika—” “Maaf ya Pak Daviendra, saya tidak punya banyak waktu untuk bicara dengan Anda. Permisi.” Bianca keluar tanpa basa-basi meninggalkan tempat tersebut. Dia benar-benar mengacuhkan Daviendra yang sedang berusaha untuk bicara dengannya dan mencoba untuk memperbaiki yang harusnya bisa diperbaiki. Tapi kenyataannya tidak bisa sama sekali. Bianca sudah terlanjur sakit hati. Dan semuanya tidak akan pernah bisa kembali seperti semula lagi. Kenyataan itu memang selalu pahit.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN