Selama seminggu ini Yuna selalu mendapat kiriman makan siang dari Lukas, setiap hari dengan menu yang selalu berbeda-beda. Dan hari ini tidak seperti biasanya, jam dinding sudah menunjukan pukul satu siang, biasanya tepat pukul dua belas, kiriman makan siang yang dari Lukas sudah datang. Yuna menyelesaikan rangkaian bunga terkhir lalu pamit pada Janeta untuk makan siang. Yuna memasuki Rumah makan yang tidak jauh dari toko, hanya berjarak sekitar seratus meter dari toko bunga. Yuna memesan nasi jenggo dan jus jeruk. Yuna makan siang sendiri, Janeta dan yang lainnya sudah makan tadi, Yuna tidak ikut makan bersama mereka karena dia pikir Lukas mengirim makan siang seperti biasanya. Yuna mengehabiskan suapan terakhirnya dan meminum jus jeruknya hingga habis. Seteleh menghabiskan lima menit bermain ponsel, Yuna memutuskan kembali ke toko. Yuna menoleh kebelakang, dia merasa ada yang mengikutnya, Yuna mengerutkan keningnya, dia merasa familiar dengan mobil berwarna hitam yang berhenti sekitar lima langkah darinya.
Yuna semakin memprcepat langkahnya, namun tiba-tiba mulutnya di bekap dan dia di masukkan ke dalam mobil. kejadian nya begitu cepat Yuna bahkan tidak sempat melawan. "Hei! tenanglah tidak ada yang akan berbuat jahat padamu." Rupanya Lukas yang menjadi pelakunya.
Yuna melayangkan tangannya ke pipi Lukas. " Kau pikir ini lucu?" Yuna tidak bisa menahan getaran di suaranya. Dia sangat takut tadi, dan pria ini menyuruh nya tenang, jantungnya berdetak kencang hingga Yuna merasakan sakit di dadanya.
"Dasar cengeng,'' decak Lukas, lalu menarik Yuna ke pelukannya. Dan tangis Yuna semakin kencang. maaf Lukas hanya bisa mengatakannya dalam hati.
Yuna menarik diri dari pelukan Lukas."Turunkan aku!" katanya
"Temani aku makan dulu." itu bukan permintaan tapi perintah.
''Aku baru saja selesai makan," tolak Yuna.
Lukas tidak mengirimkan makan hari ini karena dia ingin makan bersama Yuna, tapi saat dia baru tiba dia melihat Yuna sedang makan, jadi dia memutuskan untuk menunggu Yuna menyelesaikan makannya. Lukas tidak berniat ikut makan di rumah makan itu, melihatnya saja membuatnya tidak berselera.
"Hanya menemani makan, kau tidak perlu ikut makan." Lukas tidak menerima penolakan Yuna.
Lukas memarkirkan mobil miliknya di depan sebuah restoran Jepang, dia keluar lebih dulu dan kali ini dia membukakan pintu untuk Yuna.
Yuna keluar dan mengekor Lukas dari belakang. "Selamat siang, meja untuk berapa orang pak?" Sapa seorang pelayan.
"Untuk dua orang."
"Mari saya antar, Pak." Pelayan menuntun mereka ke meja khusus untuk dua orang. Lukas menarik kursi untuk Yuna lebih dulu lalu menarik kursi untuknya sendiri. pelayan memberikan buku menu ke pada mereka, lalu berdiri menunggu mereka memesan. Lukas menyebut pesanannya, lau memesan secangkir teh untuk Yuna.
Lukas makan dengan tenang sesekali dia melihat kearah Yuna. Sementara Yuna mendengus bosan. Yuna menarik napasnya dan menghembuskannya dengan keras. "Tidak bisakah kau makan dengan cepat." Yuna hampir saja berteriak. Pria makan dengan pelan, seperti gerakan slowmotion. Sudah hampir tigapuluh menit berlalu makan pria itu bahkan baru berkurang setengah, sementara ponselnya sudah berdering sejak tadi. Janeta mengirimnya banyak pesan, memintanya segera kembali.
"Aku tidak terbiasa makan dengan cepat."
"Tapi tidak se-lambat itu." Yuna melipat tangannya dan memiringkan badannya, kesal dengan pria itu. Sebenarnya Yuna tidak tahu mengapa dia masih menunggu pria ini makan.
"Kamu suka makanan yang aku kirimkan?'' Lukas bertanya setelah dia menghabiskan makan siang itu.
"Hhmm..." Gumam Yuna.
"Hhmm.. apa ? jawab dengan benar!"
"Tidak suka, sebaiknya jangan mengirimkan aku makan lagi," bohong Yuna.
"Menu mana yang paling kau suka?" Lukas tahu kalau Yuna berbohong.
"Bisakah kita kembali sekarang?" Yuna balik bertanya. "Aku harus menyelesaikan rangkaian bunga yang akan di kirim sore ini," tambah Yuna lagi.
"Baiklah.." Lukas memanggil pelayan, lalu membayar makannya. Mereka kemudian pergi meninggalkan restoran.
"Malam nanti kamu ada acara?'' Lukas bertanya saat mereka tiba di depan toko bunga.
"Tidak ada. tapi aku ingin istirahat, aku capek," jawab Yuna, dia kemudian membuka pintu mobil dan keluar.
"Jam 07.00 malam," kata Lukas , Yuna berhenti dan berbalik,ekspresi wajahnya menyiratkan kalau dia tidak tahu maksud dari perkataan Lukas.
"Bersiaplah aku jemput jam 07.00 malam nanti." Lalu tanpa kata lagi Lukas melajukan mobilnya meninggalkan Yuna.
Yuna melihat mobil Lukas yang mulai menjauh. "Aku tidak akan menurutimu," gumam Yuna.
*******************
Malamnya saat Lukas datang kerumah Yuna. dia mendapati wanita dengan piayama hello kitty . "kau akan pergi dengan pakaian seperti ini?''. Piayama kebesaran itu tidak mampu menutupi lekuk tubuh Yuna, bahkan dia terlihat semakin seksi di mata Lukas.
"Aku tidak bilang mau ikut dengan mu," tolak Yuna, dia masuk dan duduk di sofa tunggal ruang tamu rumahnya.
"Aku tidak menerima penolakan" Tegas Lukas
"Dan aku tidak menerima perintah dari mu," balas Yuna telak.
"Keras kepala."
"Memang! dan sebaikanya kamu pulang sekarang!" Yuna menujuk ke arah pintu. "pintunya sebelah sana" Namun alih-alih keluar, Lukas malah memilih duduk di depan Yuna.
"Aku menyuruhmu keluar. kenapa kamu duduk?''
"Kau tahu, Yuna." Lukas menyebut nama Yuna lamat-lamat. Yuna bahkan sampai bergidik mendengarnya. "Aku tidak pernah menerima perintah dari siapapun. jadi jangan coba-coba memerintah ku." Lukas menatap tepat ke mata Yuna.
"Terserah." Yuna membuang pandangannya ke samping.
"Kau tidak mau menyuguhkan minuman pada tamu mu?" Lukas bertanya memecah keheningan di antara mereka.
"Aku kan tidak mengundang mu," ketus Yuna. Lukas memberikan tatapan paling tajam pada Yuna.
"Ba-baiklah..." Yuna berdiri, lalu menghentakakan kakinya kesal.
Yuna kemudian datang dengan membawa satu gelas air putih. "Aku tidak punya apapun pun, hanya air putih yang tersisa." Lukas menerimanya dan meminumnya hingga tersisa setengah.
"Kau bisa memasak?"
"Bisa, tapi aku tidak punya bahan di dapur. aku belum belanja. hanya ada mie instan" Yuna menjawab sambil memainkan ponselnya. Soal bahan makanan Yuna berbohong, dia hanya mau agar pria ini cepat pergi dari rumahnya.
"Kalau begitu buatkan aku mie instan"
"A-apa?" Yuna tidak berpikir pria itu akan makan mie instan. Maksudnya pria sekaya Lukas Harisson tidak akan level dengan mie instan. Dua kali menemani pria itu makan dan termasuk makan yang di kirim untuknya semua makanan dari restoran berbintang lima.
"Buatkan aku mie instan!" ulang Lukas
"Kau yakin? Kau tidak akan sakit perut?" Yuna bertanya memastikan.
"Kau pikir aku selemah itu?" Lukas memasang wajah tersinggung.
"Kamu tahu bukan itu maksud ku..." Lukas melihat dengan mengangkat sebelah alisnya. menunggu apa yang akan di katakan Yuna selanjutnya.
"Ahh,, baiklah..."
"Baiklah... apa?"
"Akan ku buatkan mie instan mu." Senyum Lukas terbit mendengar wanita itu akhirnya mengalah.
"Aku akan menunggu mu disini." Yuna mengangguk kemudian berlalu ke dapur.
Lukas masih sibuk dengan ponselnya saat Yuna menyajikan mie instan dihadapan pria itu. "terima kasih". Ucap Lukas
"Sama-sama" balas Yuna, lalu kembali ke dapur mengambil semangkuk mie lagi untuknya. mereka makan dalam diam.
Lukas sudah menghabiskan mie-nya, lalu dia memandang ke arah Yuna yang sedang menyeruput mie hingga menibulkan bunyi yang sedikit berisik. Tapi Lukas tidak terganggu dengan itu.
"Kau akan pulang setelah ini, kan?" tanya Yuna di sela-sela kunyahannya.
"Belum." Terdengar suara pintu di ketuk.
"Akan aku bukakan" Lukas berdiri dan membuka pintu.
"Pesanan anda, Pak." Doni datang membawa dua botol Red Wine Penfolds Grange Hermitage 1951 yang satu botol nya seharga lima ratus tigapuluh empat juta rupiah.
"Kau boleh pergi!" Usir Lukas kepada tangan kanan sekaligus temannya itu.
"Kau tidak menawari ku ikut minum?" Doni menujuk ke dalam mengisyaratkan dia ingin masuk.
"Aku menunggu laporan keuangan Club' besok pagi sudah harus ada di meja ku" Lukas berbicara santai. Tapi Doni sudah mengumpat dalam hati. Walaupun mereka berteman Doni tidak akan berani mengumpat tepat di depan pria itu.
"Selamat menikmati malam Anda, Pak," katanya lalu bergegas kembali ke Club' untuk bekerja.
"Siapa yang datang?" Yuna sudah membersihkan meja dan peralatan makan mereka tadi. Lukas mengangkat dua botol wine. "Ambil kan gelas!" katanya dengan nada memerintah.
"Itu..."
"Wine..."
"Aku tahu, aku bertanya untuk apa?"
"Untuk di minum, memangnya apalagi?" Yuna mendengus dan kembali ke dapur untuk mengambil dua gelas kosong.
Lukas membuka penutup botol lalu menuangkannya ke gelas. "Aku tidak minum". tolak Yuna saat Lukas menyodorkan satu gelas berisi wine ke padanya. Yuna ingat dia jadi 'berani' malam itu karena meminum minuman beralkohol.
"Segelas wine tidak akan membuatmu mabuk" Lukas seakan bisa membaca ke raguan Yuna. Yuna menerima segelas wine dari Lukas. dan menyesapnya sedikit demi sedikit. Awalnya memang hanya satu gelas. "Oh,, sudah habis." Yuna memiringkan Botol dan mengintip ke dalam.
"He-he.. sudah habis." Yuna tersenyum lucu. Lukas tahu Yuna sudah mabuk.
"Aku bisa memesannya lagi kalu kau masih mau" Lukas berbicara santai. Yuna Sudah menghabiskan empat gelas.
"Tidak sudah cukup," katanya.
"Yuna..." panggil Lukas dengan suara serak. dia sudah menahan gairahnya dari tadi saat baru saja tiba di sini. Dan melihat wajah Yuna yang memerah karena mabuk dan rambutnya yang sedikit berantakan, menambahkan kesan seksi. Membuat gairahnya semakin naik.
"Yuna..." panggilnya lagi. Entah kenapa dia jadi suka menyebut nama Yuna.
Yuna mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah Lukas. Tatapannya sayu karena mabuk. "Hhmm... ada apa?" Yuna berbisik. dan Suara bisikan itu Semakin membuat Lukas gila akan gairahnya sendiri. dia belum pernah se gila ini dalam menginginkan wanita.
Lukas pindah ke sebelah Yuna. Dia menatap mata Yuna dalam. Ada debaran halus yang muncul di dadanya. Debaran halus yang menyenangkan. Lukas mengangkat Yuna dan memindahkannya ke pangkuannya. Lukas mengusap lembut mata sayu Yuna, lalu berpindah ke hidung, turun lagi hingga ke bibir mungil Yuna.
Lukas mendaratkan satu kecupan singkat di sana. ''Kamu harus jadi milikku Yuna, Hanya milikku" Bisik Lukas.
Bersambung...