"Jadi apa yang ingin kau bicarakan?" Yuna langsung bertanya saat Lukas menyelesaikan suapan terakhirnya. Lukas meliriknya lalu mengambil gelas dan meminum isinya hingga tandas. Mengambil tissu dan dengan santai membersihkan sudut bibirnya dari sisa makanan. "Bisa kau lebih cepat?" Yuna bertanya tidak sabar.
"Jadi bagaimana kabarmu?"
"Langsung saja, tidak usah mengalihkan pembicaraan?" Yuna sudah bersabar dari tadi. Dia tidak mau lama-lama dengan pria ini, tidak baik bagi kesehatannya.
"Kamu hamil?" tembak Lukas langsung, dia tidak mengulur waktu lagi. Untung saja Yuna tidak sedang minum. Bisa-bisa dia tersedak mendengar pertanyaan pria itu. "Tidak," jawab Yuna pendek.
"Jangan berbohong, aku tahu beberapa waktu lalu kamu pergi ke dokter kandungan." Lukas yakin kalau Yuna hamil, sudah pasti janin itu miliknya. Yuna tidak berhubungan dengan laki-laki manapun selain Lukas.
"Ya, dan aku tidak hamil'' bantah Yuna.
"Dan aku tidak percaya, aku membuangnya di dalam mu malam itu." wajah Yuna langsung merah mendengar perkataan Lukas.
"Kenapa aku harus berbohong?'' Lukas melihat Yuna penuh selidik.
"Siapa yang mengetahui apa motif mu?''
"Terserah,'' ketus Yuna. Dia kemudian berdiri dan melangkah ke arah pintu. Tidak lama dia kembali ke hadapan Lukas. "Apa?" tanya Lukas bingung.
"Kau yang membawa ku kesini, jadi kau yang harus mengantarkan aku pulang" Katanya dengan menahan malu. Lukas menahan senyumnya, dia sudah menduganya tadi. Saat membawa Yuna ke sini wanita itu tidak membawa apapun. mustahil wanita itu pergi begitu saja. kecuali dia mau berjalan kaki hingga ke toko bunga yang jaraknya mencapai lima kilo meter.
Lukas kemudian berdiri dan melangkah melewati Yuna. "Apa yang kau tunggu?'' katanya saat Yuna masih berdiri mematung. Yuna tersadar dan langsung mengikuti langkah Lukas.
"Ini bukan jalan ke toko, kau akan membawa ku kemana?'' Yuna melihat ke jalanan, mencoba mengenali ke arah mana tujuan mereka.
"Tunggu! Ini ke rumah sakit?" Lukas mengangguk tanpa melihat ke arah Yuna.
"Siapa yang sakit?''
"Tidak usah banyak tanya, ikut saja. Kau akan tahu nanti saat kita tiba disana" Kata Lukas sedikit kesal dengan pertanyaan Yuna.
"Aku tidak mau ke rumah sakit, bisa kau putar balik dan antar aku pu-,''
"Tidak bisa" Potong Lukas cepat
"Baiklah," desah Yuna, kemudian menyandarkan punggung nya dan membuang muka ke arah jalanan.
************
Mereka tiba di rumah sakit, dan Lukas langsung membawa Yuna ke dokter kandungan. Yuna menghentikan langkahnya dan otomatis Lukas pun berhenti. "ada apa? Kenapa berhenti?" tanya Lukas.
"Kenapa, kenapa kita ke sini?" tanya Yuna bingung.
"Menurutmu?" Yuna mengerutkan keningnya berpikir. Saat dia tidak mendapat jawaban, dia mengangkat bahunya tanda tidak tahu. Lukas mendengus, lalu tanpa banyak bicara dia menarik tangan menuju tempat pendaftaran dan ikut mengantri.
Tidak lama setelahnya, nama Yuna dipanggil. Mereka masuk keruangan dokter kandungan. "ehh, Aanda lagi?" Dokter yang sama dengan dokter yang memeriksanya kemarin.
"Tolong katakan padanya, Dok, kalau saya tidak hamil," kata Yuna menujuk Lukas dengan dagunya.
"Langsung periksa saja, aku butuh bukti, bukan kata-kata," ucap Lukas dengan nada memerintah
Dokter hanya mengangguk dan mempersilahkan Yuna naik ke tempat tidur sementara dia mempersiapkan alat untuk USG.
"Apa yang kau lalukan?'' Lukas menangkap tangan dokter yang hendak menyingkap baju yang Yuna kenakan. "saya akan melakukan USG, Pak, namun sebelum itu, saya harus mengoleskan gel khusus di perut pasien, kemudian menempelkan alat ini di perutnya." dokter mengangkat sebuah benda kecil. Lukas mendengus lalu dengan kasar dia melepaskan tangan dokter pria itu.
"Ini rahim, pak" sambil menunjuk gambar di layar. "dan tidak ada apa-apa di sana." dokter menjelaskan dengan sabar.
Jadi dia tidak hamil?" tanya Lukas memastikan.
"Belum pak, mungkin bisa di buahi dulu lagi," kata dokter itu frontal. Yuna menutup wajahnya malu. Sementara Lukas dia hanya diam tidak menanggapi candaan dokter itu.
*********
Yuna masuk ke dalam mobil Lukas dan menutup pintu dengan keras.
"Sudah puas?" Tanya Yuna ketus.
Lukas tidak puas, melainkan dia merasa sedikit kecewa. Dalam hatinya tadi sudah berharap kalau Yuna, wanita yang baru bertemu tiga kali dengan-nya itu mengandung anaknya.
Lukas melajukan mobilnya dan mengantar Yuna kembali ke toko bunga.
Setelah menurunkan Yuna, Lukas langsung pergi meninggalkan wanita itu menuju kantornya. Hari Sabtu biasanya tidak banyak karyawan yang masuk. Hanya beberapa dari mereka yang mengejar deadline yang masuk kantor. Lukas mengangguk-kan kepalanya ketika berpapasan dengan beberapa karyawannya.
Lukas masuk ke ruangannya, duduk di kursinya. Lukas memijit pangkal hidungnya untuk mengurai pusing di kepalanya. Dia masih kepikiran tentang Yuna. Dia kecewa karena Yuna tidak hamil. kemarin malam bahkan dia membaca artikel tentang kehamilan. Lukas menggeleng berusaha mengusir bayangan Yuna dari kepalanya. Lukas kembali menghela napasnya dalam, dia menghidupkan komputer, dan mulai memeriksa Email yang masuk. Setelah yakin tidak ada email yang terlewat, Lukas beralih pada beberapa berkas yang ada di mejanya dan mulai tenggelam dengan berkas-berkas itu.
**********
Yuna menggerakkan badannya ke kiri dan ke kanan. pembeli terakhir baru saja keluar dari toko. kini hanya dia dan Janeta yang tinggal toko yang lain sudah pulang lebih dulu tadi. Mereka berdua menunggu Anton kembali, kurir yang bertugas mengantar pesanan bunga. setelah itu barulah mereka pulang.
"Pria yang tadi pagi, dia itu siapa?'' diantara karyawan yang lain dengan Janeta lah Yuna paling dekat. Hubungan mereka bahkan bisa di bilang sudah seperti kakak adik. Janeta yang tiga tahun lebih tua dari Yuna yang berperan sebagai kakak.
"bukan siapa-siapa, Ta." Meski berbeda usia, Janeta tidak ingin dipanggil kakak. Dia ingin Yuna memangggilnya dengan nama saja.
"Iya bukan siapa-siapa, tapi perginya lama," sindir Janeta. "ngomong-ngomong kenal dimana orang setampan itu?" goda Janeta sambil menaik turun kan alisnya. Wajah Yuna langsung memerah, ingatannya melayang pada pertemuan pertama mereka yang berakhir dengan adegan ranjang.
Janeta menyipitkan matanya. "Tunggu jangan bilang kalau dia, orang yang akan kau jadikan sebagai ayah dari... humph" Yuna menutup langsung Mulut Janeta. "please Ta jangan kencang kencang-kencang, malu kalau di dengar orang lain," kata Yuna setelah melepaskan tangannya dari mulut Janeta.
"Jadi memang benar?" Yuna hanya mengangguk
"di club' malam?" tebak Janeta. lagi-lagi Yuna hanya mengangguk, terlalu malu untuk membuka mulutnya.
"Kalian sudah iya-iya?" Tanya Janeta lagi.
"Iya-iya apan sih, Ta?" Yuna tahu apa yang di maksud Janeta dengan menyebut kata 'iya iya'. hanya saja sudah di bilang kan kalau dia terlalu malu.
"Enggak usah pura-pura nggak tahu deh. jadi gimana rasanya malam pertama?" Goda Janeta. Janeta jangan tanya lagi dia sudah sering dengan pacarnya yang sekarang. Yuna bahkan pernah memergokinya di kebun bunga di belakang toko bunga ini. saat itu pacarnya datang mengunjungi dengan dalih sudah dua minggu gak ketemu, mereka b******u di kebun bunga. beruntung hanya Yuna yang melihat.
"Ta, ya ampun malu, Ta," jawab Yuna sambil menutup Mukanya yang memerah.
"malu kenapa sih?'' Anto yang baru kembali penasaran akan topik pembicaran kedua wanita itu.
"Rahasia perempuan, kamu gak perlu tahu" sewot mereka berdua. Anto menggaruk kepalanya canggung. perasaan tadi baik-baik saja kenapa jadi sewot pikirnya.
Bersambung...