17. Reyhan's Birthday

1533 Kata
Malam semakin larut, udara dingin memaksa Reyhan bersembunyi di balik selimut tebalnya. Jam sudah menunjukkan hampir pukul 12 tepat. Lampu kamar yang terang memberi kenyamanan karena Reyhan sangat takut gelap. Krik ... Windy dan Luna muncul di balik pintu dengan kostum penyamaran mereka. Mereka bertindak sebagai perampok dan bersembunyi di balik topeng hitam. “Jangan sampai ketauan sebelum sampai di atap! Awas aja, jangan sampai usahaku ini sia-sia, Kak!” ucap Luna dengan suara berbisik. “Sip!" Dengan langkah hati-hati, Luna mendekati Reyhan, sedangkan Windy masih standby di samping sakelar lampu. Ketika Luna memberi kode pada Windy, lampu sekitar pun padam. Menyadari ada yang aneh, Reyhan terkejut ketika membuka mata. Suasana gelap sekali. “Ma!” Reyhan terkejut saat menyadari ada seseorang yang menutup mulutnya dengan sekuat tenaga. Sebuah benda dingin menempel di lehernya. “Jangan bergerak! Atau belati ini bakalan mutusin leher lo. Ngerti?” ucap Luna dengan nada suara yang diubah agar tak menimbulkan kecurigaan di telinga Reyhan. Tentu saja Reyhan tak bisa bergerak, mengira benar-benar ada perampok di rumahnya. Genggaman itu terasa kuat di pergelangan tangan Reyhan. Ancaman belati tentu saja membuat Reyhan berpikir ulang untuk berontak. “Cepat turun!” perintah Luna. Reyhan segera turun dari kasur. Suasana yang begitu gelap membuatnya susah bertindak. Entah kenapa perampok gadungan itu bisa saja bekerja di tengah gelapnya ruangan. Mata mereka seperti infra merah, atau mungkin mereka meminjam retina kelelawar. Brukkk! Dengan sigap, Luna segera menghantam Reyhan ke arah dinding. Windy saja sampai merinding mendengarnya. Luna segera membekuk kedua lengan itu di balik punggungnya. Cara terjitu agar si mangsa tak bergerak. “Kalian siapa, hah? Kalian mau apa?” teriak Reyhan, berang. “Jangan berisik! Apa ada perampok yang bocorin rencananya sendiri pada korban? Cuma tinggal lo yang tersisa. Kedua orangtua lo udah gue singkirkan!” “Hei! Lepaskan!” Setelah yakin Luna berhasil dengan tindakannya, Windy segera mendekat. Dia melilitkan tali ke pergelangan tangan Reyhan. Setelah dibantu oleh Luna, aksi penculikan terhadap Reyhan pun selesai. Dengan tangan terikat dan mata tertutup, mereka menyeret Reyhan hingga tepat berdiri di atas atap lantai dua yang tinggi. Windy tersenyum pada Luna yang sudah berbaik hati menolongnya. "Thanks!" kode Windy. Luna pergi setelah membalas senyuman dan raut kebahagiaan kakaknya. Tepat di hadapannya ada wajah Reyhan yang memucat, mungkin sedikit takut. Windy menoleh pada pinggiran atap yang tampak mengerikan jika melihat ke bawah. “Apa yang mau lo lakuin, hah? Lepasin gue!” umpat Reyhan. “Jangan sembarangan bergerak!” Windy segera membuka pengikat kedua pergelangan tangan Reyhan. Misinya sukses atas bantuan Luna. Setelah pergelangan tangannya dilepas, Windy tersenyum pada Reyhan yang masih berwajah kesal dihadapkan dengan situasi seram seperti ini. Windy menjauhkan ujung sendok dari leher Reyhan. Pemuda ini begitu tak bisa bergerak karena sangat takut dilukai. Setelah yakin merasa aman karena tak merasakan benda dingin itu melekat pada lehernya, Reyhan membuka penutup matanya. Betapa terkejutnya dia melihat Windy ada di hadapannya. “Kamu? Jadi ini ulah kamu, hah?” Reyhan tampak geram. Windy masih bersidekap dan belum bicara. Dia segera menoleh ke arah samping, mengisyaratkan pada Reyhan agar dia tahu di mana posisi mereka sekarang. “Berhenti bicara!” Reyhan akhirnya sadar bahwa mereka berada di atas atap yang tinggi. Wajah Reyhan memucat dengan tangan gemetar. Dia berusaha mengalihkan pandangannya hingga terlihat keringat mengucur di dahi. Windy tahu jelas bahwa Reyhan memiliki acrophobia. Jika ini satu bentuk kejutan ulang tahun, dia benar-benar terkejut sampai seperti jantungan. Windy tersenyum. Reyhan pun segera memeluknya. Dia menutup kedua matanya dan menyembunyikan rasa takut di balik punggung mungil Windy. "Kamu mau mati, hah? Turunkan aku!" kesal Reyhan. Windy tertawa kecil, lantas membalas pelukan Reyhan. Saat ini adalah moment berharga yang tak ingin ditinggalkan Windy. Pelukan yang sangat dia rindukan. Lengan hangat itu dulunya selalu melindunginya. “Kamu yang lagi di ujung tanduk, tapi masih berani ngancam aku, Rey?” tanya Windy. “Aku mau turun dari sini!" “Trus, gimana? Apa aku yang harus gendong kamu?” Reyhan semakin mengeratkan pelukannya, membuat Windy terkejut. “Alien jutek, kamu bikin aku sesak napas. Oke! Kita turun. Aku kayak terbelit ular." Plok! Dengan kesal, Windy menepuk kepala bagian belakang Reyhan agar Reyhan melonggarkan pelukannya. “Aarghh!!! Sakit!” kesal Reyhan. “Kita akan turun, tapi jangan ninggalin aku. Ada yang mau kubicarakan. Janji?" "Ya!" Windy puas menahan geli karena berhasil melakukan adegan penculikan dan membuat Reyhan nyaris mati ketakutan dengan tindakan gila di atap ini. Acrophobia adalah sejenis ketakutan pada ketinggian. Bukan hal yang sepele karena si penderita bisa saja merasa pusing ataupun pingsan. Bahkan bisa mendapat serangan jantung jika dia tak bisa mengendalikan ketakutannya. Windy membantu Reyhan turun dari atap. Kini mereka berdiri jauh dari lokasi awal. Sekalipun terlihat jauh, mereka masih bisa melihat bintang. Wajah Reyhan masih tampak kesal. Sesekali, dia menyeka keringatnya. Windy masih tersenyum dengan aksi usilnya tadi. “Kamu mau bilang apa?” “Happy birthday!” ucap Windy setulus hati, menyentuh pipi Reyhan. Reyhan berdecak, jengkel. Padahal dia sudah ultimatum agar tak ada yang memberikan surprise party padanya. Ya, Windy tetap keras kepala dan nekat mengerjainya. “Itu aja? Udah, 'kan? Aku mau tidur, ngantuk!” Windy tersenyum, lalu mengulurkan sebuah kotak kecil di hadapan Reyhan. Reyhan mengernyitkan alis, sedangkan ekspresi Windy tampak imut dan manja seolah ingin dituruti. “Ini nggak seberapa, apa kau mau pakai ini untukku? Please.” Reyhan membuka kotak kecil itu. Sepasang benda kecil dan manis berwarna silver menarik perhatiannya. Windy tahu Reyhan menyukainya, tapi tak sedikit pun mau mengubah ekspresi wajahnya. "Ok." Windy tersenyum girang. Dia meraih kotak itu dan mengambil benda cantik itu. Reyhan sedikit merasa risih ketika Windy mendekatinya. Deru napas Windy yang terasa di lehernya membuatnya merinding. Reyhan harus tetap mengalihkan jantungnya yang berdebar-debar hingga Windy selesai memasang tindikan silver itu di telinga Reyhan. "Aih! Imut banget!" puji Windy karena Reyhan terlihat semakin manis dan imut. Reyhan tetap berwajah dingin. Padahal dari tadi dia ingin sekali tersenyum untuk tindakan manis si gadis barbie. Melupakan sejenak kenangan buruk itu dan menikmati moment manis ini, tentu saja Reyhan menginginkannya. “Itu aja kadonya?” “Ga, masih ada yang special!" "Apa?" Reyhan tertegun ketika dicium Windy. Hatinya seperti terbanting. Dia tak bisa berbuat apa pun, bahkan tak memiliki waktu untuk menutup kedua matanya. Sadarkah gadis ini melakukannya? Windy menciumnya. Ini kedua kalinya mereka melakukannya. Setelah itu, dia melepaskan kecupannya. Wajah cantiknya bersemu merah. Sedikit menunduk, dia menggigit bibir bawahnya. “Barbie ...." Windy tersenyum, diangkatnya wajahnya untuk menatap Reyhan. "Aku suka sama kamu!" Sedikit canggung, Windy mengutarakan perasaannya. Reyhan tertegun seribu bahasa. Jika ini sebuah mimpi, maka dia tak ingin terbangun secepat itu. Jika ini nyata, dia justru berharap ini bukan sebuah lelucon yang dimainkan Windy padanya. Bibirnya masih terkatup rapat. Matanya memperhatikan gerak bibir gadis itu. Dia yakin Windy masih terus bicara, tapi dia seperti tak fokus lagi. Saat Windy meraih genggaman tangannya, dia kembali menatap binar mata gadis barbie-nya itu. “Aku terluka waktu kamu ninggalin aku. Selama ini aku mikir, aku nangis karena kehilangan sahabatku, tapi ternyata aku salah. Apalagi waktu Luna datang dan nyium kamu, aku cemburu. Kamu cuma boleh nyium aku, kenapa bersedia dicium cewek lain? Aku nggak bisa bilang aku nggak cinta sama Chandra lagi. Aku masih cinta sama dia, dan juga suka sama kamu, Rey. Maaf kalau aku egois dan serakah gini. So, selanjutnya ini jadi tugas kamu!” Reyhan masih bungkam, matanya tampak berkaca-kaca seolah tak percaya dengan ucapan Windy. Dia begitu terharu karena semua rasa sakit yang dirasakannya selama ini bisa menembus hati Windy. "Barbie ...." “Berjuanglah semampu kamu, Alien! Buktikan ketulusan cinta kamu. Buktikan kalau kamu lebih pantas dan lebih baik daripada Chandra. Aku akan berusaha adil. Aku nggak bisa gitu aja ninggalin Chandra dan milih kamu. Entah dikatakan selingkuh atau nggak, tapi aku memang udah nyakitin Chandra. Biar aja, karena aku juga mau nguji cinta dia. Jadi, tetap jalani pertunangan dan terus berjuang untuk hati kamu. Aku akan tunggu sampai aku punya jawaban untuk kalian.” Untaian senyum yang terbit di bibir Reyhan membuat Windy menangis haru. Dia sangat merindukan senyuman Reyhan. Dengan sigap, Reyhan mengusap air yang mengalir dari binar cantik itu dengan jemarinya. "Jangan nangis!" pinta Reyhan sambil tersenyum. “Makasih. Ini kado terindah yang pernah kupunya!" “Serius?! Jadi ... apa kamu akan nyia-nyiain kado terindah kamu untuk malam ini?” tanya Windy tersenyum bahagia. Reyhan mengusap kasar wajahnya sejenak, tatapan Windy benar-benar membuatnya ingin terbang ke langit. “Of course not!” Reyhan tersenyum, segera meraih pinggang Windy dengan lengannya. Dia menyentuh pipi kiri Windy dan memberikan kecupan pada Windy. Malam ini menjadi saksi cinta sederhana mereka. Detik-detik yang berlalu seolah tak ada habisnya ketika Reyhan menyampaikan ungkapan cintanya. Bersamaan dengan itu, takdir telah mencatat peristiwa terpenting yang akan menjadi cambukan bagi Windy. Janji setianya pada Chandra telah dia langgar. Jika hadiah ulang tahun untuk Reyhan adalah kecupan yang harusnya menjadi milik Chandra, maka Windy-lah yang telah bertindak kejam pada Chandra. Takdir menunggu akankah Chandra sanggup berada di jalannya dengan terus menggenggam erat Windy. Dia menunjukkan cinta tulusnya pada gadis barbie itu. Namun, ucapan-ucapan sinis Arvin bagaikan racun yang berusaha membinasakan rasa cinta di hati Windy pada Chandra. “Happy birthday, My Prince ...,” ucap Windy sambil bersandar di pelukan Reyhan. “Thank you, My Barbie Girl ....” *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN