Dering ponsel berbunyi. Luna segera meraih ponsel dari saku blazer seragamnya ketika masih asik duduk di dekat lapangan basket. Jam istirahat yang mampu membantu Luna untuk merenggangkan urat syarafnya karena masalah kedua kakaknya itu. Masalah yang dia pun ikut terjebak dalam ruang lingkup sempit dan mendalam. "Halo ...." Suara hangat kakak terkasihnya terdengar di telinga. Sudah sejak semalam, Reyhan tak banyak bicara. Luna tahu Reyhan adalah pria yang keras kepala. Cinta mendalamnya pada Windy membuatnya menjadi begitu egois. "Mereka bilang kita akan tunangan dua hari lagi. Apa kamu tau, Lun?" tanya Reyhan dengan suara bernada putus asa. Luna bisa merasakannya. Dia memang lebih muda dari keduanya. Untuk saat ini, dialah yang berpikiran jernih dalam menyikapi masalah pelik itu. "Aku