IBUKU TERLALU BAIK 18

2923 Kata
17:15 menjelang maghrib Udara dingin pegunungan mulai terasa karena matahari akan segera terbenam. Dede yang sedang melahap wedang dan ketan bakar tiba tiba menggigil hingga menjatuhkan sendoknya. Andai dede tahu akan diajak kesini, ia pasti akan memakai pakaian tebal. Faktor tubuhnya yang belum pulih total dan cuaca yang lebih dingin membuat wajah dede memucat, Elita yang melihat dede menggigil tanpa basa basi langsung memeluk dede. Ia merangkul dede dari samping dengan melingkarkan tangan kirinya di leher sementara tangan kanannya merangkul erat tubuh dede hingga rapat ke tubuhnya. Elita juga sambil menyenderkan kepalanya ke pundak dede. Pelukan hangat tubuh elita sangat membuat dede nyaman, ia tak menyangka ini akan terjadi. Gadis cantik nan jangkung pujaan hatinya sejak SMP kini memeluk erat tubuhnya. Tercium harum wangi tubuh elita, rambut panjangnya juga mengeluarkan aroma khas yang tak pernah ia cium sebelumnya. Posisi kepala elita yang menyender manja di lehernya membuat aroma itu santer tercium. Dede menebak elita memakai minyak zaitun untuk rambutnya. “Ehmmmmm..…m-maakasih kak ita..” “Hihi kamu harusnya pakai jaket de..” ucap elita masih di posisi memeluk dede “Hehe aku kan gatau bakal diajak kesini..” “Hangat ga de..” tanya elita sambil mengelus-elus tubuh dede “I-iya kak, hangat tubuh kak ita. Dede udah ga kedinginan ini hehe..” ucap dede pelan Dede ingin membalas pelukan elita namun ia belum memiliki nyali, jadi ia urungkan niat itu. Kini ia mencoba menikmati hangatnya pelukan elita. Setelah semenit lebih.. “Yaudah kakak lepas ya kalau udah ga kedinginan..” “E-eh jangan kak..” “Loh kenapa?..” “Engg anu…dede suka aja, hangat soalnya hehe..” “Ah kamu bilang aja suka dipeluk kan de, haha..” Dede malu untuk mengakuinya, ia pun menyanggah ucapan elita. “Ehh ngga!..” “Dede, kakak mau kasih kamu sesuatu..” ucap elita melepas pelukannya lalu membuka tas ranselnya “Apa kak..” “Nih, buat kamu..” Dede dengan tangan gemetar mengambil bungkusan pemberian elita. “Buka de bungkusnya..” ujar elita Dede pun membuka bingkisan itu, betapa terkejutnya dede saat melihat isinya. “K-kak..i‐ini kan..” “Hihihi kenapa de?..” Dede tak menyangka sama sekali mendapati kotak kue yang ia beri untuk elita dua hari lalu “Kenapa kak? Kenapa di ambil..” Tanya dede “Ehh? Ada apa de?...kamu gak suka?..” “Buat apa? Apa makna kue ini kak?, kakak udah dapet bingkisan yang lebih mewah waktu itu kan? Aku lihat sendiri kak di mobil itu ada banyak parcel...kenapa kakak pungut kotak ini?..” “Apa spesialnya kue bolu jelek ini kak? Tolong jangan buat dede bingung kak! Kakak harusnya buang ini ke temp.....enghhhhh..” Elita menahan mulut dede dengan tangannya agar dede tak berucap lagi. “Buat apa? Apa maknanya? Apa spesialnya?..” ucap elita dengan nada rendah sambil menatap mata dede “Dede, kamu tahu apa maksud kakak ajak kamu kesini?..” tanya elita “N-ngga tahu..” Lalu elita memegang tangan dede “Kakak itu pengen berduaan lagi sama kamu de, seperti di warkop malam itu..” “Hah…k-kak ita…” “Iya de, kakak tuh kangen sama kamu...” Lalu elita menggeser duduknya rapat ke dede hingga tak ada jarak diantara mereka. Elita melingkarkan tangan kirinya ke pundak dede lalu menyenderkan kepalanya ke bahu dede. Kini mereka tampak seperti sepasang kekasih. Jantung dede berdebar debar, ia tak mampu mengucap sepatah kata pun, bahkan hawa dingin pegunungan sampai tak terasa saat elita merangkulnya seperti ini. “Kamu ngerti sekarang de?..” tanya elita dengan nada rendah yang terdengar manis Dede hanya menganggukkan kepala. Elita meraih tangan kiri dede dengan tangan kanannya lalu ia pegang erat. Elita dapat merasakan nafas dede makin berat saat ia pegang tangannya, entah karena grogi atau cuaca yang dingin. “Dede, kamu mau terima kakak jadi..aduh malu ih ngomongnya..kamu dong harusnya yang cowok..” “Iya kak, aku mau..” jawab dede lugas “Ahh dede akhirnya...hiks hikss...hikss..” tangis elita pecah di pelukan dede Elita tak mampu menahan tangisnya, sebuah perasaan paling jujur yang dapat ditunjukkan seseorang “Loh kenapa nangis kak..” “Eh n-ngga ngga.. Gapapa, cuman seneng aja...akhirnya kita jadian juga hihihi...” ucap elita melepas pelukannya. Dede mengambil tisu di meja lalu ia pakai untuk mengusap air mata elita. “Makasih de..” “Iya kak, eh sekarang boleh panggil sayang dong? Hehe..” pinta dede “Boleh, terserah mau panggil kak atau sayang hihi..” balas elita “Hmmm kak aja deh, yang penting udah dibolehin panggil sayang juga kan hihihi..lebih akrab panggil ‘kak elita’ daripada sayang-sayangan gitu..” ujar dede “Hahaha kirain berubah de..de.., terserah kamu deh hihi..” Sejenak dede terdiam memandangi wajah pacar pertamanya ini. Dirinya masih tak percaya ini terjadi, pacar pertamanya adalah gadis yang selalu ia idam idamkan, kakak dari sahabatnya dodi, yang lebih mengagumkan adalah umurnya 3 tahun lebih tua dan memiliki postur tubuh lebih tinggi. Benar benar impian anak seumurannya. Dede jadi tak sabar memperkenalkan elita pada teman sekelasnya yang sudah duluan mempunyai pacar. “De? Dede? Kenapa kamu bengong gitu?..” tepuk elita di pundak dede Dede kemudian tersadar dari lamunannya “Ehh a-anu itu kamu cantik banget hari ini..” “Ahaha makasih…, eh kita foto foto dulu yuk di luar...mumpung lagi matahari terbenam.." Mereka pun meninggalkan warung lalu menuju spot foto terkenal di tempat itu. Dengan latar belakang pemandangan indah matahari terbenam, elita berswafoto (selfie) bersama pacar barunya ini. Tak lupa ia meminta tolong pada penjaga yang kebetulan lewat untuk mengambil foto dirinya bersama dede. “Kak, fotonya nanti cetak ya hehe.. buat kenang kenangan kita..” “Oh iya de, nanti kakak cetak…,yaudah kita pulang dulu yuk..” “Iya kak mumpung belum terlalu gelap..” Mereka pun pulang berjalan kaki menuju rumah masing-masing. Selama perjalanan pulang dede bergandengan tangan dengan elita bahkan sesekali iseng merapatkan tubuhnya. Elita tidak melarang dede melakukan itu, toh wajar wajar saja apalagi mereka sudah resmi berpacaran. Inilah yang elita inginkan, kasih sayang dari seseorang yang ia cintai. Tanpa paksaan. 18:05 Setelah berpisah dengan dede, Elita langsung pulang ke rumahnya walau bu titin menyuruhnya mampir dulu. Elita tak enak dengan ibunya nanti bila pulang terlalu malam. Bisa bisa kena omel. 18:12 Elita akhirnya sampai di rumahnya, namun ia mendapati dua pasang sendal asing di halaman rumahnya. Sepertinya sedang ada tamu, pikirnya. Elita pun bergegas melepas sepatunya dan masuk ke dalam. Rupanya bapak pulang malam ini, elita terkejut menemui bapaknya yang datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Rahmat tidak sendirian pulang, ia bersama seorang pria kemari. Pria itu bernama Paijo, berumur 30 tahun. Memiliki tinggi badan 168 cm dan badan yang lumayan berotot. Berkulit sawo matang dengan tampang agak melas. Sempat menikah namun kandas karena masalah ekonomi. “B-bapak?? Ya ampun pak kok dateng ga bilang bilang sih!..” cetus elita sambil berjalan menuju sofa “Ehh Kakak, iya lah biar kejutan...ga asik kalau bilang bilang..” balas rahmat “Ihh bapak makin gendut aja sih..., pasti makan enak mulu di sana ya!..” ejek elita “Ahahaha iya sih, kan gak ada ibu yang ngelarang-larang bisa bebas hahaha..” ungkap rahmat Dodi yang mendengarnya jadi ikut tertawa. Lain cerita dengan kartika yang menatapnya sinis. “Kakak dari mana sih! Keluar rumah sampai hampir malam gini? Gak kapok apa?..” tanya kartika “Ah ibu, ada deh urusan pribadi bu..” balas elita “Emm-maaf ngomong ngomong ini siapa pak?..” tanya elita “Oh ini, teman bapak disana..” “Kenalin bu, nama saya Paijo temannya pak rahmat disana..” ucap paijo dengan sopan sambil menundukan kepala “Bu?..” sahut elita “HAHAHAHAHAHAHAHAHAHHAH KAKAK DIPANGGIL BU!! HAHA AMPUNN BUU ADUH ADA DUA IBU IBU SEKARANG AHAHAHAHA..” tawa dodi lepas Elita sebenarnya tak begitu tersinggung di panggil ‘bu’, namun tertawaan dodi yang begitu lepas membuat darahnya mendidih. *PLAKK*, tamparan kencang mendarat di pipi dodi “Puas?..” “IHH KAKAK GALAK LAGI BU!.." “Kamu dodi yang kurang ajar! Sanah bersihin dapur dulu, ibu abis masak belum diberesin juga tuh..” ucap kartika dengan nada tinggi “huh ibu mah gitu belain kakak mulu..” gumam dodi “Sana ke dapur!!..” perintah kartika pada dodi Dodi pun menurut perkataan ibunya, dengan malas malasan ia berjalan ke arah dapur sambil memegangi pipinya. “M-maaf mas paijo, si dodi emang kelakuannya begitu hehe..” ujar kartika meminta maaf pada paijo “Ah gapapa bu kartika, saya yang minta maaf soalnya manggil ‘bu’..” balas paijo “Kenalin mas paijo ini anak pertama saya, namanya Elita Putri Anandita..” ujar rahmat memperkenalkan elita pada paijo “Eh iya iya Elita, ya ampun namanya bagus banget pak rahmat..persis kayak orangnya hihi..” balas paijo Elita tersipu malu mendengarnya, ia menutupi setengah wajahnya dengan rambut panjangnya “Dia masih lajang loh paijo, umurnya masih 21 tahun pula..hihi kalau cocok boleh lah mas..hihi..” kata rahmat “Ah pak rahmat bisa aja, nanti dulu lah pak santai hihi..” balas paijo “Apa apaan sih pak, dateng dateng langsung gitu..” ujar elita “Loh nak, umur kamu udah pas banget untuk nikah…kemarin di jodohin sama juragan eh ditolak, ya berarti cari lagi yang cocok kan?..” ucap rahmat “Ah auk ah pak! Kakak ga mau dijodohin lagi, titik!..” balas elita kesal lalu pergi ke dapur, Kartika sempat menahan elita namun dengan mudah elita melepas tangan ibunya. “Ehh m-maaf mas paijo ituu…” “Gapapa bu kartika, saya ngerti. Lagi pula niat saya kesini bukan untuk itu hehe..” ucap paijo Sementara itu di dapur elita sedang duduk sambil meminum segelas air. Dodi yang sedang sibuk mengelap bekas minyak di meja mengajak kakaknya mengobrol. “Kak ada apa sih? Cemberut gitu, maafin dodi lah…gitu doang ngambek sih..” ucap dodi sambil melakukan pekerjaannya “Bukan dod, kita mah udah biasa kayak begitu..wajar lah adik-kakak, tapi bapak tuh..tau gak? Masa tadi bapak godain mas paijo buat deketin kakak..” ucap elita dengan nada kesal “Eh? Apa salahnya, kenalan aja dulu..siapa tau cocok kak..” “Lagipula kakak masih single kan? Emang ga kepikiran pengen punya cowo kak?..” tanya dodi Elita menarik napas dalam-dalam, sepertinya ia harus mengatakan yang sejujurnya sekarang. “Kakak baru jadian tadi sore, sama temen kamu si dede..” ucapnya dengan cepat “Ohh..bagus lah...berati kue itu bukan dari om om gendut itu..” “Oh doang? Kakak kira kamu bakal kaget dod..” “Ngga kak, dodi udah tau dede orangnya kayak gimana. Jadi ga masalah kakak pacaran sama dia, dodi malah ikut seneng dia punya pacar cantik kayak kakak- Dede pun layak dapat kakak, dia kan yang bantu kakak selamatin kakak waktu kejadian itu- Seorang sahabat pasti ikut senang kalau sahabatnya senang, begitu pula sebaliknya..” sambung dodi “Bagus amat kata kata mu dod, abis kejedot apaan tuh hihi..” canda elita “Abis ditampar kakak tadi hihihi, dah ah dodi mau ke kamar. Dah selesai kerjaan ini..” ucap dodi lalu meninggalkan dapur menuju kamarnya Lega perasaan elita mengetahui adiknya tak mempermasalahkan ia berhubungan dengan dede. Tiba tiba terdengar dari ruang tamu bapak mereka memanggil “Dodi!!..,Elita!!...Kesini sebentar!..” teriak rahmat Elita pun bergegas menghampiri di ikuti oleh adiknya juga. “Ada apa sih pak, orang dodi lagi asik rebahan..” “Jadi gini dodi, elita. Bapak habis berbincang dengan ibu mu ini barusan, dan ibu setuju. Bahwa mulai hari ini mas paijo akan tinggal disini untuk kerja ngurusin ladang bapak yang udah lama gak keurus – Mas paijo akan tidur disini sampai kamar dia jadi. rencananya bapak buatkan kamar di belakang buat mas paijo..” Jelas rahmat “Apa?? M-maksudnya apa pak?!.kok tiba tiba?!..” protes elita pada bapaknya “Iya emang sekarang waktunya bapak beri tahu, apa iya harus selalu dari awal?..” “Nah dodi, nanti kamu isi kegiatan kosong bantu mas paijo urus ladang ya? Bapak Cuma seminggu disini, nanti harus ke seberang lagi…kalian coba anggap mas paijo kakak laki laki kalian aja? Hehe..” “Ah bapak tiba tiba gitu sih..” dodi pun seirama dengan kakaknya “EHH! Kalian harus tau ya, bapak ajak dia kerja disini karena kasihan! Disana mas paijo abis di pecat di tempat kerja, dan kontrakannya habis di maling. Ludes lah itu tabungannya selama 3 tahun- Kalian tenang aja, paijo ini orangnya baik hati dan rajin kok, bapak tahu karena paijo lama kerja bareng bapak..” ucap rahmat dengan nada tinggi Paijo yang mendengarnya jadi malu, pikirnya pak rahmat terlalu berlebihan. “Iya kalau emang tinggal disini, berarti tidurnya di ruang tv pak?..” tanya dodi “Iya dod, nah kalian berdua tolong buat hubungan yang baik ya, besok siang dodi ikut bapak beresin ladang.” “Iya..” ucap dodi dan elita bersamaan dengan malas-malasan. Mereka tak begitu senang menyambut kedatangan mas paijo di keluarga ini. Terutama elita, karena terakhir kali ada pria lain menginap disini, pria itu meniduri ibunya. Tampaknya mulai sekarang ia harus ekstra hati hati. Paijo percaya diri dapat segera akrab dengan kedua anak pak rahmat walau tampaknya mereka tak begitu ‘welcome’. Ia juga sangat bersyukur diberi tempat tinggal disini, sebelumnya di pulau seberang paijo tinggal di kontrakan kecil. Namun setelah ia dipecat dan uangnya hilang diambil maling, paijo tidak mampu membayar uang bulanan lagi dan diusir. Untung pak rahmat berbaik hati padanya memberi izin untuk tinggal sementara bersamanya. Hingga akhirnya ia diajak untuk tinggal di Desa cianduk. Paijo dengan senang hati menerimanya, apalagi pekerjaannya nanti disini hanya mengurus ladang. Jam 7 malam seperti biasa mereka makan malam bersama. Karena malam ini spesial, Kartika memasak banyak. Dodi yang biasanya makan paling rakus, malam ini tampak tak nafsu makan. Kartika yang heran bertanya ada apa, namun dodi tak membalas. Singkat cerita setelah makan rahmat mengajak dodi dan elita mengobrol di ruang tamu bersama paijo Paijo mencoba mengajak elita dan dodi mengobrol. Namun mereka hanya sebatas saling berkenalan, Tak lebih. Baik dodi atau elita tak menanyakan apa-apa ke paijo, mereka hanya menjawab pertanyaan paijo. Hingga paijo pun menjadi canggung dan kehabisan bahan pertanyaan, untung saja pak rahmat ada disana. Ia jadi ada lawan bicaranya. Tak lama kemudian elita mengajak adiknya pergi dari ruangan itu. Pukul 21:30 Elita sedang asyik sms-an dengan dede di tempat tidur sambil rebahan. Walau harusnya ia sudah tidur setengah jam sebelumnya, mengingat besok ia masuk kerja pagi pagi sekali. Tiba tiba dodi masuk ke kamarnya tanpa permisi. “Ehh! Dodi! Ketuk dulu dong!..” protes elita Dodi tidak menggubris kakaknya dan langsung duduk di tepi kasur. Elita melihat wajah adiknya berbeda malam ini, tampangnya lesu. “Kamu kenapa dod?..” tanya elita “Kak, kenapa bapak dan ibu dengan mudahnya kasih izin orang asing tinggal disini?..” “M-maksud kamu si paijo??...uhmmm…kakak juga gak ngerti dod, alasannya bapak sih mau bantu dia yang lagi kesusahan- Kalau soal ibu pasti dia kasih izin lah, dede aja kemarin bisa nginap disini seminggu..” sambung elita “Oh iya dod, kakak bisikin ya…sini deh..” ajak elita Dodi pun mendekati kakaknya ke tengah kasur. “Ada apa sih kak, awas jangan iseng ah!..” “Ibu itu terlalu baik dod, kadang nakalll juga. Kita harus mulai ekstra hati hati sekarang..” bisik elita di telinga dodi “H-hahh? Apa maksud kakak?..” balas dodi “Itu…soal si paijo..” “Paijo? Iya emang kenapa..” tanya dodi “Kakak ngasih tau aja dod, selebihnya kamu pikir sendiri. Dah sana tidur, udah kemaleman..” ucap elita lalu mendorong tubuh dodi keluar “Ihh kakak..Ngasih taunya setengah-setengah...” gumam dodi diluar pintu kamar kakaknya “Eh dodi! Kirain udah tidur, abis ngapain?..” tanya paijo sambil tiduran di ruang tv dengan kasur lantai. “KEPO!!..” ejek dodi kesal lalu pergi ke kamarnya “Hadeuhh galak juga anaknya pak rahmat..” ucap paijo di dalam hati sambil mengelus dadanya. Di kamarnya, dodi kesulitan untuk tidur karena memikirkan perkataan kakaknya tadi. Terutama saat elita bilang ibunya ‘kadang nakal’. Meninggalkan beribu tanda tanya. Sebenarnya yang paling membuat dodi gelisah adalah keberadaan bapaknya yang akan membuatnya kesulitan untuk bersetubuh dengan ibunya. Sepertinya seminggu kedepan dodi harus bersabar. Senin pagi, pukul 05:45 Dodi dengan mata masih belekan, berjalan sempoyongan ke arah kamar mandi untuk bersiap berangkat sekolah. Setibanya di dapur dodi mendapati kakaknya sedang menggoreng telur. “lah kakak, ibu belum bangun?..” tanya dodi dengan suara lemas “Iya belum tuh! Huhh…jadinya kakak deh yang siapin sarapan..” cetus elita Dodi tidak membalas, hanya mengucek-ngucek matanya. Tiba tiba dari belakang paijo muncul. “Hmmmm teteh harum banget masakannya, aku jadi bangun hehehe..” ucap paijo dari samping dodi “HARRGGHHHH!!!!...TUYULL!! Bikin kaget aja!..” Dodi terkejut hingga kepalanya membentur tembok “Hehehe, maaf..” ucap paijo cengengesan “E-ehh mas paijo, baru bangun ya..” Sapa elita “Iya teh, gara gara wangi dari dapur ini hehehe..” Sementara kakaknya dan paijo mengobrol, dodi pergi ke kamar mandi. “Ah mas paijo, bisa aja…Cuma telur ceplok biasa ini…mas paijo mau?..” tawar elita “Boleh, hehe jadi ngerepotin…perlu bantuan teh?” “Gapapa sekali kali, mumpung minyak masih panas..engga..gausah mas paijo duduk aja di sofa, nanti saya antar..” “Ehh pamali nolak bantuan orang…sini mas ajarin..” ucap paijo lalu mendekati tubuh elita Dodi yang sedang asyik keramas samar samar mendengar suara dari luar. Di hantui rasa penasaran, dodi menempelkan telinganya ke pintu kamar mandi. Kini dodi dapat mendengar lebih baik, rupanya suara mas paijo dan kakaknya. “Ehh m-mas paijo j-jangan..biarin saya sendiri..” “Tenang aja, mas udah berpengalaman kok, jangan berisik ya..” “J-jangan mas paijo..engghh….AHHHH!!!!!..” Dodi yang mendengarnya jadi syok, ia langsung buru buru menyudahi mandinya, takut kakaknya kenapa-napa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN