Sudah dua minggu Alea mulai bekerja di PT SAB yang bergerak di bidang perusahaan poperti. PT SAB terbilang baru karena baru berdiri sekitar dua tahun namun perusahaan ini mampu naik kepuncak dengan begitu cepat. Alea masuk ke perusahaan ini melalui tiga tahap seleksi dan akhirnya ia diterima dibagian perencanaan. Sudah satu minggu ia bekerja di lantai tiga perusahaan ini dan ternyata persaingan antar karyawan sangat ketat.
Saat ini Ale sedang berkutat dengan data-data pengembangan poperti di kubikelnya. Disebelah Alea, ada seorang perempuan cantik bernama Ines yang merupakan teman baru Alea yang sangat ramah padanya.
"Alea makan siang, yuk!" ajak Ines.
"Dikantin aja ya Nes soalnya setelah ini aku mesti balik ke rumah sebentar!" ucap Alea.
"Kamu serius mau balik? kita istirahat hanya satu jam Le, Kamu kan tahu Bu Marta cerwet banget dan Kamu bisa di omel sama beliau!" jelas Ines karena ia sangat mengenal Bu Marta yang sangat cerewet itu.
"Aku bakalan cepat ko Nes," ucap Alea.
"Kalau gitu lain kali aja deh kita makan siang sama-sama. Biar waktu pulang kamu agak panjang Alea, soalnya hari ini katanya ada pemeriksaan dari orang pusat dengar-dengar sih katanya CEO kita bakal datang dan beliau ganteng banget Alea," ucap Ines yang tersenyum sambil membayangkan wajah CEO tampanya.
"Aku nggak suka yang tampan Nes, makan hati nanti karena banyak yang suka," ucap Alea.
"Hehehe...cuci mata Alea, soalnya kabarnya sih Pak CEO kita ini udah nikah, tapi kalau duda pun aku siap loh buat jadi kesayangannya yang baru!" ucap Ines membuat Alea terkekeh.
"Hehehe...terserah deh Nes asal kamu bahagia," ucap Alea. Ia melihat jam dipergelangan tangannya dan saat ini telah menunjukkan pukul dua belas siang. "Aku pulang bentar ya Nes, isnyallah aku tepat waktu balik kantor nanti!" ucap Alea tersenyum.
Alea melangkahkan kakinya dengan cepat menuju lift. Ia masuk kedalam lift dan segera menekan tombol lantai dasar. Dua orang laki-laki yang berada didalam lift tersenyum melihat Alea. Alea memiliki kulit putih dan juga wajah yang menawan. apalagi jika Alea tersenyum, ia akan terlihat sangat cantik dan manis dengan senyumannya. Lesung pipit di kedua pipinya menjadi salah satu daya tari seorang Aleandra Jovanka.
Lift terbuka membuat Alea segera keluar dari dal lift dan segera menuju pintu keluar. Sesosok mata tajam menatap Alea dengan tatapan datarnya dan ia menghentikan langkahnya lalu menolehkan kepalanya menyakinkan dirinya jika yang ia lihat adalah benar-benar Alea. Laki-laki itu tersenyum sinis membuat sekretarisnya penasaran dengan apa yang dipikirkan atasnya ini.
Sementara itu Alea saat ini menaikki ojek menuju sekolah Arga. Beberapa menit kemudian Alea sampai didepan sekolah Arga dan ia segera memakai masker diwajahnya agar ia tidak dikenali oleh orang yang bisa saja mengenalnya. Ada perasaan takut dihati Alea ketika nanti keluarga besar tahu kehadiran Arganata. Arga bisa saja direbut oleh orang tuanya atau bahkan keluarga suaminya. Alea tidak akan sanggup hidup berjauhan dari Arga.
Alea masuk kedalam sekolah dan Arga menatap Mamanya itu dengan tatapan dingin. Alea pensaran dengan sikap putranya yang saat ini terlihat dingin. "Kok gitu ngeliatin Mama Ga?" tanya Alea. Arga memelih diam membuat Alea menghela napasnya. "Kenapa nak? Cerita dong sama Mama!" pinta Alea.
Seorang perempuan yang hampir sebaya dengan Alea mendekati Alea dan Arga. "Siang Bu, apa ini Ibunya Arga?" tanya wanita itu yang merupakan salah satu guru Arga.
"Iya Bu Guru saya Mamanya Arga," ucap Alea sambil membuka maskernya dan tersenyum ramah.
"Ayo kita bicara di ruang guru saja, soalnya saya memang ingin berbincang kepada ibu mengenai Arga!" ucapnya.
"Baik Bu!" ucap Alea. Ia menggandeng tangan Arga dan mengikuti Arga masuk kedalam ruang guru.
Sebenarnya hari ini adalah pertama kalinya Alea datang menjemput Arga karena biasanya yang datang menjemput Arga adalah Dea. Dea juga yang mendaftarkan Arga ke sekolah ini. Alasan Alea meminta Dea mengurus sekolah Arga karena ia takut ada yang mengenalnya. Alea menyadari ia pasti tidak akan bisa terus bersembunyi, apalagi didata Arga tercantum dengan jelas nama Ayahnya yaitu Senopati Arya Bagaskara.
"Silahkan duduk Bu!" ucapnya.
Alea duduk dihadapan ibu guru dan ia mengangkat tubuh Arga agar duduk dipangkuannya. "Terimaksih Bu," ucap Alea.
"Nama saya Ana, saya walikelas Arga Bu," ucapnya. "Begini Bu, Arga termasuk anak yang sangat cerdas dan kemapuannya bahkan melebihi anak-anak lain disini. Dia suka matematika bahkan sangat suka membaca. Saya kagum diumur lima tahun ia sudah lancar membaca, mengerjakan soal matematika hanya dengan satu kali penjelasa. Tulisanya juga rapi tapi," ucap Ana menatap sendu Alea.
"Kenapa Bu?" tanya Alea khawatir. Alea tahu jika Arga sangat mirip dengan Papanya yang memang cerdas dan pintar.
"Anak ibu tidak mau bermain dengan anak-anak lain, ia sangat mandiri dan juga penyediri. Menjauhi teman-temannya dan terlihat antipati Bu!" jelas Ana.
"Kok Arga gitu?" tanya Alea menatap Arga yang saat ini ikut mendengarkan ucapan gurunya.
"Arga juga jarang berbicara Bu, waktu itu saat Arga pertama kali datang saya kira Arga bisu. Karena ketika saya memintanya untuk berbicara Arga memilih diam. Tapi tadi siang Arga bertengkar dengan temannya dan saat saya tanya kenapa Arga memilih untuk tidak menjawab," ucap Ana.
"Arga, Mama dan Bunda nggak pernah ngajarin Arga buat bertengkar . Arga kok nggak sopan, ditanyain guru diam aja?" tanya Alea menahan rasa kesalnya.
"Arga nggak mau main sama mereka karena pasti mereka akan tanya mana Papa Arga. Kenapa Arga nggak pernah diantar dan dijemput Papa. Hanya Bunda yang sering datang ke Sekolah!" ucap Arga membuat Alea menatap Arga dengan sendu.
"Papa kan sibuk Ga," ucap Alea.
"Papa nggak pernah pulang," ucap Arga. "Mama jangan bohong sama Arga!" ucap Arga memilih turun dari pangkuan Alea dan segera melangkahkan kakinya keluar dari ruang guru membuat Alea tersenyum lirih.
"Maaf ya Bu, saya dan suami saya telah berpisah. Selama ini saya memang tidak menjelaskan soal Papanya," ucap Alea membuat Ana menatap Alea dengan sendu.
"Iya, saya mengerti Bu Alea." ucap Ana prihatin.
"Saya titip Arga ya Bu, hmm...Saya boleh minta nomor ponsel ibu Ana?" pinta Alea.
"Boleh Bu," ucap Ana segera menyebutkan nomor ponselnya.
"Kalau ada apa-apa dengan Arga, ibu bisa langsung menghubungi saya Bu!" pinta Alea.
"Iya Bu, saya bangga menjadi gurunya Arga dan saya berusaha agar Arga bisa percaya diri bermain bersama teman-temannya!" ucap Ana.
"Saya permisi Bu!" ucap Alea tersenyum ramah dan ia segera menjabat tangan Ana. Ia kemudian melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Ana.
Alea menghela napasnya, tidak mudah baginya menjadi ibu tunggal dan ia merasa bersalah karena telah mengambil keputusan ini hingga membuat putra kecilnya tersakiti. Egois? Satu kata yang ia lakukan selama ini ternyata menjadi penyebab kesedihan putranya. Ia bahkan baru tahu jika kehadiran Senopati teramat penting bagi anaknya.
Alea menghela napasnya saat melihat Arga memilih duduk dibawah pohon sambil menatap anak-anak yang lainya yang sedang bermain sambil menunggu orang tua mereka datang menjemputnya. Arga putranya tidak tertarik untuk bermain bersama anak-anak lainya karena menganggap dirinya berbeda. Tidak memiliki Papa itu yang dipikirkan Arga karena ia tidak seperti anak-anak lain yang memiliki orang tua yang lengkap.
Maafkan Mama nak....