Gemes

1358 Kata
"Bang, aku kepikiran Meisya sama Celine mereka kenapa, ya," ujar Laura sambil memasukkan lagi ponselnya ke dalam clutch mewah berwarna merah muda keemasan yang ia pegang. "Enggak bisa dihubungi?" tanya Banyu, Laura menggeleng pelan. "Sabar, ya." Banyu menelus pundak istrinya untuk memberinya ketenangan, ia tahu bagaimana kedekatan istrinya dengan kedua sahabatnya itu. Ballroom sudah tidak terlalu ramai karena acara sudah mendekati ujung masanya, kedua mempelai juga sudah tidak berada di pelaminannya, mereka tampak bercengkrama dengan teman - teman dekat mereka yang belum beranjak dari tempat itu. "Gabung sama mereka, yuk," ajak Banyu melihat Daniel berjalan mendekati Dimas yang duduk bersama ayahnya sambil mengobrol ringan. "Miranda mau, Nak?" tanya Priyo pada Banyu yang duduk di sebelahnya, mereka duduk berdampingan mengitari sebuah meja bundar. "Tadi aku minta Mang Simin buat nganterin Mama pulang, Pi. Kasian kayaknya Mama capek," jawab Banyu, Priyo mengangguk mengerti. "Kak, itu, deketin!" bisik Daniel pada Dimas sambil mencondongkan tubuhnya, melihat Nabilla yang sedang berbincang dengan Sandra dan teman - teman lainnya. Dimas hanya sekilas melirik wanita cantik yang sepertinya juga mencuri - curi pandang pada dirinya, Laura mengikuti ke mana pandangan Dimas tertuju. "Kak Nabilla?" tanya Laura pada Daniel, sang raja sehari itu mengangguk, Laura dan Banyu saling pandang lalu mengulum senyum. "Sana, Kak, udah pengalaman juga!" timpal Laura, Priyo menahan senyum melihat tingkah anak - anaknya. "Tapi, Kakak, lu yang satu itu enggak punya pengalaman mengejar, Ra. Dia, 'kan, selalu dikejar!" sahut Daniel, Laura melirik suaminya yang memasang senyum aneh di wajahnya. "Enggak punya jiwa fighter dia!" ledek Daniel sambil tertawa renyah seperti biasanya. "Beda ya ama elu yang seorang petualang! tapi akhirnya nyerah sama cewek bucin kayak Sandra juga!" celetuk Banyu sambil tertawa juga. "Heh, sopan dong lu sama gue, Kakak ipar nih!" pongah Daniel sambil menunjuk dadanya yang ia busungkan. Priyo dan Laura menggeleng melihat tingkah mereka, tapi tawa Banyu langsung memudar saat pandangan matanya menangkap sesosok lelaki yang tengah berbincang santai dengan teman - temannya tapi dengan ekor mata yang selalu melirik ke arah istrinya. Samuel. Ia duduk di meja yang tidak begitu jauh dari mereka. "Pi, kita pulang duluan enggak apa - apa, ya?" tanya Banyu pada Priyo. "Lho, ngapain buru - buru pulang? Kita ada jadwal diner keluarga lho abis ini!" jawab Priyo. "Kamu ada urusan penting?" tanya Dimas membuat Banyu tambah tergagap mencari alasan, padahal pertanyaan ayah mertuanya saja belum dia jawab. "Alah, paling juga udah pengen berduaan! Mana tahan dia di tempat rame gini, dasar omes!" ledek Daniel, yang langsung mendapat pelototan dari Laura dan jeweran di telinga dari tangan istrinya. "Dibilangin kalau ngomong liat sikon!" bisik wanita berkebaya modern itu sambil menatap dan tersenyum canggung pada ayah mertuanya yang tersenyum ringan. "Kamu juga kalau galak liat sikon dong, Sayang." Daniel menarik halus tangan istrinya lalu mengecupinya, keduanya saling melempar senyum sama seperti Dimas dan Nabilla yang berdiri anggun di samping Sandra, dan lelaki yang berdiri di belakangnya juga membuat Banyu tersenyum, senyum kecut! "Kami permisi pulang dulu, semuanya," pamit Nabilla sambil mengangguk sopan pada semua, Priyo langsung berdiri untuk menyalami wanita cantik itu. "Terima kasih atas kedatangannya, Nak Nabilla, Nak Samuel. Om, tunggu kalian main ke rumah," ucap Priyo penuh wibawa membuat semua yang masih duduk turut berdiri. "Kami pasti maen ke rumah, Om. Rumahnya masih yang dulu, 'kan? Laura juga?" jawab Samuel sambil menyambut tangan Priyo. "Rumah mereka masih yang dulu, kecuali Laura yang tinggal di rumah saya, suaminya!" sambar Banyu sambil menyambut tangan Samuel dan memberinya genggaman bertenaga. Laura mengulum senyum melihat suaminya yang sedang menahan rasa cemburunya. "Iya, Kak. Aku tinggal di rumah Bang Banyu, tapi kalian boleh main kok ke rumah kami, Kak Nabilla juga kalau enggak tau alamatnya, minta anterin Kak Dimas aja ya," ujar Laura sambil menyalami Samuel dan Nabilla bergantian. Laura melirik Banyu yang sedang menatap tajam wajahnya, 'Kenapa kamu suruh lelaki itu main ke rumah?' seperti itu kata hati Banyu yang bisa Laura baca dari tatapan itu. Laura hanya mengulum senyum senang ia puas karena bisa menggoda Banyu. "Nabilla, kamu lama di Jakarta?" Akhirnya Dimas mengeluarkan sebuah tanya pada wanita cantik bersenyum manis itu, sama seperti senyum semua orang yang mendengarnya terutama Daniel yang senang mendengar keberanian Kakaknya dan siap meluncurkan sebuah cuitan jika saja sang istri tidak memberinya kode untuk diam dengan sebuah cubitan di pinggang yang di peluknya. "Lusa kami sudah kembali ke Singapore," jawab Nabilla dengan suara merdu merayu, setidaknya begitu bagi Dimas. "Besok ada waktu? Kita makan siang bareng?" tanya Dimas agak ragu, tapi kemudian sebuah senyum merekah saat melihat Nabilla menganggukkan kepalanya. "Ya sudah, kami permisi," pungkas Nabilla lalu pergi meninggalkan debaran di d**a Dimas. "Bye Laura," bisik Samuel sebelum pergi, membuat Banyu membulatkan matanya. Apa, sih, yang salah dengan ucapan selamat tinggal? "Bang kita jadi pulang sekarang?" tanya Laura sebelum kembali duduk. "Enggak, Abang laper. Katanya kita ada acara diner," jawab Banyu tanpa menatap istrinya, yang sedang menahan tawa geli. * Dita Andriyani * "Sayang, kamu, tuh, ngapain sih nyuruh - nyuruh si tengil Samuel itu buat main ke rumah?" tanya Banyu saat dalam perjalanan pulang. Laura tersenyum puas, ternyata pancingannya untuk membuat Banyu cemburu berhasil juga, tidak berniat apa - apa selain untuk melihat wajah menggemaskan suaminya jika sedang cemburu. "Enggak ada, Sayang. Cuma basa - basi aja," jawab Laura sambil terus menatap wajah Banyu yang tengah fokus menyetir. "Ya basa - basinya, enggak usah begitu juga dong, Sayang. Nanti dia ke-GR-an gimana?" tanya Banyu sambil sekilas menatap wajah Laura yang langsung menahan senyumnya saat mereka beradu pandang. "Ke-GR-an gimana, sih, Bang? Kak Sam juga, 'kan, enggak bakalan punya pikiran macem - macem, dia tau kalau aku ini istri Abang. Istri lelaki yang tampan dan macho ini." Laura bergelayut manja di bahu Banyu dan dengan jemari lentiknya ia mengusap bibir kemerahan yang Banyu punya. "Ya tetep aja, Abang, tuh, tau seperti apa Samuel itu, dia itu punya tatapan buaya dari sorot matanya, apalagi kalau lagi ngeliatin kamu!" jawab Banyu setelah mengecup jemari Laura yang menempel di bibirnya. Laura kembali duduk tegap di kursinya, "Bang, aku ngomong begitu, tuh, sengaja biar Kak Nabilla bisa deket sama Kak Dimas. 'Kan, Abang tau sendiri kalau kita mau comblangin Kak Dimas sama Kak Nabilla." "Iya, Abang tau. Tapi, enggak usah bawa - bawa adiknya dong, lagian bisa enggak, sih, negecomblangin Dimas enggak usah sama perempuan yang punya adik ganjen kayak Samuel itu!" omel Banyu, Laura tertawa gemas melihat tingkah suaminya, usia boleh matang tapi kalau sedang cemburu tingkahnya masih saja kekanak - kanakkan. "Ya enggak bisa, dong, Bang, 'kan, Kak Dimas suka sama Kak Nabilla," jawab Laura enteng. "Pokoknya awas, ya, kalau dalam misi perjodohan ini kamu juga jadi deket - deket sama si Samuel!" ujar Banyu sambil menggoyang - goyangkan telunjuknya ke arah Laura. Laura tertawa kecil sambil mengiyakan, "Eh, Bang, berhenti dulu bentar." Laura menepuk lengan Banyu untuk menepikan mobilnya di bahu jalan yang tidak terlalu ramai. "Ada apa, sih, Sayang?" tanya Banyu yang terkejut kenapa sang istri memintanya berhenti. "Sini bentar." Laura meminta sang suami mencondongkan tubuh ke arahnya lalu dengan cepat Laura memeluk dan menyatukan bibir mereka, dengan lembut Laura melumat dan menghisap bibir Banyu yang tentu saja dengan senang hati membalas pagutannya. Tangan Laura bahkan dengan kuat menahan tengkuk Banyu seolah tidak ingin ciuman mereka terlepas. Aksi keduanya baru berhenti saat merasakan bibir yang mulai kebas, namun Laura masih enggan memindahkan tangannya dari tengkuk Banyu, berkali - kali kecupan ringan ia berikan pada bibir Banyu yang tersenyum manis. "Kamu nyuruh Abang berhenti cuma buat ini?" tanya Banyu sambil membalas kecupan sang istri. "Iya, abis aku gemes liat bibir Abang yang gomel terus!" jawab Laura sebelum kembali menghisap bibir bawah Banyu. Banyu menarik kepalanya ke belakang untuk menghentikan ciuman sang istri tercintanya, kembali memberikan kecupan ringan lalu berkata, "udahan dulu, dong, Sayang kamu mau mobil kita digedor satpol PP?" Laura menggeleng sambil tertawa kecil. "Ayo kita pulang dan selesaikan di rumah!" ujar Banyu sambil kembali melajukan mobilnya. "Hah? 'Kan, aku belum selesai datang bulannya, Bang!" jawab Laura sedikit kecewa karena ia juga menahan hasrat yang sama. "Ya Abang enggak mau tau! 'Kan, kamu yang udah bikin Abang On!" jawab Banyu sambil menaik - turunkan alisnya sambil menyeringai nakal. "Hah!" Laura merasakan ponselnya berdenting, lalu membaca sebuah pesan yang masuk. "Innalillahi wa innaillaihirojiun." 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN