Joko
pak jangan lupa untuk hadir di kantor, rapat bulanan
Me
Oke
Vino kembali memasukkan ponselnya ke saku kemeja yang ia pakai, saat ini Vino dalam perjalanan ke caffe yang kemarin malam ia datangi bersama Intan. Vino penasaran dengan Ines yang ternyata bekerja di salah satu caffe miliknya itu.
Caffe tempat dimana Ines bekerja, salah satu caffe milik Vino, usaha pribadinya tanpa campur tangan keluarga.
Sampai di caffe, Vino langsung duduk di meja pojok tempat favoritnya. Vino mengirim pesan pada manager yang ia percaya untuk mengelola caffe, memberi tahu jika dia sudah datang.
Tak butuh waktu lama, sang manager langsung menghampiri Vino dan menyalaminya, "Maaf kalau saya mengganggu."
"Nggak apa - apa pak Vino, apa ada yang bisa saya bantu." Vino mengangguk.
"Saya mau tanya pegawai yang kemarin malam ribut sama teman saya, dia nggak di pecat 'kan?"
"Sesuai permintaan bapak, dia masih bekerja di sini." Vino mengangguk, menatap sang manager.
"Boleh tanya lebih?"
"Maksud bapak?"
"Saya mau tanya tentang gadis itu apa bisa?"
"Tentu pak, silahkan."
"Sejak kapan dia kerja di sini?"
"Sudah satu tahun lebih pak." Vino mengangguk, satu tahun kenapa gue nggak pernah lihat dia setiap kali datang ke kesini, batin Vino.
"Hari ini masuk apa dia?"
"Senin sampai Jum'at dia kerja dari jam lima sampai caffe tutup, kalau sabtu - minggu full dari caffe buka sampai caffe tutup pak."
"Kok bisa?"
"Dia juga kerja di tempat lain pak, saya kasihan sama dia yang butuh pekerjaan jadi saya terima di sini, tapi kalau pak Vino keberatan, saya bisa memecatnya."
Vino menggeleng, "Tak perlu, saya setuju, asal dia bisa membagi waktu saja, saya minta apapun tentang dia laporkan ke saya, jangan pecat dia tanpa persetujuan saya."
"Baik pak."
"Oke, kalau begitu saya permisi karena harus ke kantor."
"Baik pak."
Vino pun melangkah pergi meninggalkan caffe menuju PT ABDI corp untuk rapat, sesuai pesan dari Joko orang kepercayaannya.
Vino mengendarai mobil dengan kecepatan sedang karena jarak perusahaannya tak terlalu jauh dari caffe, sampai di bassment memarkirkan mobilnya, Vino yang saat ini sudah berpakaian lengkap dengan jas dan dasi layaknya executive muda, berjalan memasuki lift khusus petinggi perusahaan.
Keluar lift Vino berjalan menuju ruang kerjanya, tapi baru beberapa langkah matanya tak sengaja melirik ke bawah, di sana dia meliha gadis yang sudah benar - benar memenuhi pikirannya. Ines, gadis itu tengah berjalan dilantai satu membuat Vino penasaran, sedang apa dia di sini, batin Vino.
Vino yang penasaran, berniat langsung turun ke lantai satu, tapi panggilan dari Joko, mengurungkan langkahnya, "Kenapa?" tanya Vino.
"Sudah di tunggu pak." Vino mengangguk, dia harus menunda rasa ingin tahunya pada Ines, karena sudah waktunya menghadiri rapat bulanan.
Vino dan Joko memasuki ruang rapat, selama kurang lebih dua jam Vino berada di dalam ruang rapat mendengarkan setiap Divisi memberi laporan bulanan, tapi sayangnya fokus Vino bukan pada mereka yang sedang presentasi laporan bulanan, tapi pada Ines, gadis ngeselin yang selalu ada di pikirannya.
"Pak, pak Vino." panggil Joko karena dari tadi Vino diam saja tak seperti biasanya yang akan berkomentar.
Vino gelagapan, "Ya, kenpa?"
"Sudah selesai pemaparan dari semua divisi."
Vino mengangguk, "Saya minta di E-mail saja ya, maaf saya lagi nggak fokus."
"Baik pak."
"Oke, rapat kali ini saya tutup, selamat siang." kata Vino sambil melangkah keluar ruang rapat. Benar - benar ya itu cewek bikin gue nggak fokus saja, gerutu Vino dalam hati.
"Ko, temani saya ke kantin, butuh kopi."
"Pak Vino tunggu di ruangan saja, biar saya yang pesan."
Vino menggeleng, "Nggak usah, ke kantin saja." Joko mengangguk patuh, mengikuti Vino ke kantin.
Brugh
Pyar
Vino bertabrakan dengan seorang wanita yang akan keluar dari kantin, membawa makanan dan minuman di atas nampan, minumannya tumpah membasahi kemeja Vino.
"Punya mata nggak sih!" seru wanita itu, sambil menatap makanan dan minuman yang ia bawa, pesanan kepala divisinya.
Vino terkejut dengan wanita yang sudah memarahinya, suaranya sangat dia kenal dan pakaiannya seperti pakaian, Ines.
"Loh om?" Seru Ines terkejut saat melihat pria yang bertabrakan dengannya.
Vino mendengus kesal, lagi dan lagi Ines memanggilnya om, "Tante ngapain disini?" tanya Vino.
Ines memukul bahu Vino, "Tante, sembarangan! saya kerja di sini."
Kerja disini? di perusahaanku? ini suatu kebetulan atau apa, kenapa dia kerja di dua tempat milikku, kena kamu gadis nakal, sekarang kamu masuk perangkap, batin Vino.
"Jadi apa?"
"Kepo, nggak usah tanya terus deh, ini ganti dong, om yang tabrak saya, pesanan pak bos nih."
"Maaf mbak Ines." Joko yang merasa tak enak karena Ines yang terlalu lancang pada Vino akhirnya buka suara, namun di hentikan oleh gerakan tangan Vino yang mengisyaratkan Joko untuk diam, Joko pun hanya bisa mengangguk.
"Berapa?" Tanya Vino, menaikkan satu alisnya.
"Tadi totalnya lima puluh ribu." Vino mengangguk.
"Saya akan menggantinya, tapi ada syaratnya."
"Apa?"
"Pesankan saya kopi hitam tanpa gula dan temani saya selama minum kopi."
"Nggak!"
"Kenapa?"
"Siapa om ini, main perintah, saya di sini kerja nggak bisa seenaknya, saya ke kantin juga karena di minta tolong sama pak bos, saya nggak mau makan gaji buta."
Vino tersenyum saat mendengar jawaban Ines, "Terserah, mau ikuti kemauan saya atau nggak itu pilihan kamu." kata Vino sambil berjalan keluar kantin.
"Tunggu! oke saya terima, saya pesanin kopinya."
Vino menyunggingkan senyumnya, "Bagus, bawa ke ruangan saya, karena saya harus ganti pakaian."
"Ruangan?"
Vino mengangguk, "Tanyakan sama Joko, dimana ruangan saya." Vino melangkahkan kakinya meninggalkan Ines yang masih bingung.
"Aduh, mbak Ines mbok ya yang sopan sama bigbos, kalau mbak Ines di pecat bagaimana?" Semprot Joko saat Vino sudah tak terlihat lagi.
"Bi .... bigbos?" tanya Ines horor, Joko mengangguk
"Mampus!" gumam Ines sambil menepuk jidatnya.
Setelah memesan kopi, Ines mengantarkan kopi ke ruangan Vino yang tadi sudah di beri tahu Joko, keluar dari lift lantai 23 jantung Ines berdegup makin kencang.
"Pak Joko, kopinya."
"Masuk saja, pak Vino sudah menunggu, yang sopan ya mbak Ines." kata Joko, Ines hanya mengangguk saja.
tok tok tok
"Masuk!"
Perlahan Ines membuka pintu ruangan yang baru pertama kali ia masuki, maklum Ines hanya karyawan biasa jadi mana mungkin bisa masuk ke ruangan big bos.
"Maaf, ini kopinya pak." Ines sesopan mungkin pada Vino, membuat Vino tertawa.
Ines menatap pria di depannya, kali ini dia tak lagi berani protes hanya bisa diam menatap tanpa komentar apapun.
vino berdiri, berjalan menuju sofa tamu, "Taruh di meja dan duduk."
Ines mengangguk, "Maaf pak, saya boleh kembali ke ruangan saya?"
"Nggak!" jawab Vino cepat, "Kamu temani saya disini."
"Saya bukan wanita penghibur yang menemani om - om." celetuk Ines.
"Saya bukan om kamu, harus berapa kali saya bilang dan saya juga nggak anggap kamu wanita penghibur, nggak usah mikir aneh - aneh."
"Maaf."
"Kamu di divisi apa?"
"Pembelanjaan pak." jawab Ines sambil menunduk.
"Kalau ada yang ngajak bicara itu jangan nunduk, nggak sopan kamu."
"Maaf." Ines mengangkat wajahnya, menatap pria menyebalkan di depannya, yang sayangnya pemilik perusahaan.
"Maaf terus, memangnya lebaran."
Ines memutar bola matanya malas, maunya apa sih om satu ini dari tadi salah terus, batin Ines.
"Nggak usah ngebatin, kamu memang salah."
Vino tertawa puas dalam hati, hari ini gue bisa buat gadis ngeselin ini tak lagi bisa berkutik, dia sudah ada dalam kendali gue, sekarang tinggal buat dia lebih terikat dengan pekerjaan, dia harus makin sibuk dan makin dekat dengan gue, jika perlu 24 jam dia harus bisa ada untuk gue.
Ines duduk di depan Vino yang sedang memainkan ponselnya, berkali - kali Ines membuang nafas cukup keras, dengan tujuan agar Vino mendengar dan menegurnya. Namun setengah jam sudah berlalu Vino tak bereaksi, dia masih fokus dengan ponselnya, membuat Ines makin kesal.
Vino meminum kopinya, kemudian berdiri, belum juga melangkah Ines langsung bertanya, "Bapak mau kemana?"
Vino menatap Ines, dia diam hingga beberapa detik, lalu berjalan mendekati Ines, membungkukkan badannya yang memang lebih tinggi dari Ines, membuat Ines memundurkan tubuhnya.
Degupan di jantung Ines mulai cepat, sebenarnya bukan hanya Ines tapi Vino juga merasakan hal yang sama, tapi Vino masih bisa mengendalikannya, hembusan nafas Vino membuat Ines merinding.
Tepat di telinga Ines, Vino berbisik, "Kepo." Vino langsung berjalan menuju pintu dan membukanya, sebelum keluar Vino balik badan menghadap Ines, "Kerja sana, jangan makan gaji buta." Kata Vino tersenyum, lalu menutup pintu membuat Ines menggeram kesal.
"Dasar, om - om nyebelin, dia yang minta di temani malah seenaknya saja bilang aku makan gaji buta." Gerutu Ines.
Ceklek
Ines menatap ke arah pintu yang kembali terbuka, muncullah kepala Vino membuat Ines kaget.
"Buruan keluar, betah amat di ruangan saya." Vino kembali menutup pintu, kali ini benar - benar pergi keluar dengan puas karena hari ini berhasil membuat Ines kesal. Sementara Ines keluar ruangan Vino dengan kesal, bahkan dia terus menggerutu, sampai pak Joko yang menyapanya di abaikan.
???
Terima kasih
yang sudah memberi Votement
??